Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Obrolan 4 Lelaki dari Era Normal

2 Agustus 2020   15:31 Diperbarui: 2 Agustus 2020   15:25 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Life is really simple, but we insist on making it complicated (Confucius)

Ada 4 lelaki di gardu itu. Baru kali ini kulihat mereka berempat. Mereka duduk berjarak.  Di sudut-sudut tiang jauh. Bersila. Physical distancing ceritanya. Sesekali menyeruput kopi. Tak ada gelak tawa. Serius, membincangkan sesuatu yang #TakJelas

Lelaki 1 (L1): "Semakin gak jelas saja pandemi covid di Indonesia ini. Slogan basi mengalahkan implementasi. Seremonial menenggelamkan nafas tersengal-sengal. Bagaimana ini?"

Lelaki 2 (L2):"Pernyataan pak gak jelas. Pertanyaan pak lebih tidak jelas lagi. Pak mau mengkritisi atau berpuisi, sama gak jelas tujuannya. Yang  jelas, harus jujur diakui, Indonesia gagap membaca pola pandemi sejak awal, ragu bertindak strategis, sustainabilitas tanpa pijakan, dan tidak ada trust saling percaya. Sudah hilang itu semangat bersama untuk memerangi pandemi ini. Yang ada bahkan, berjalan tanpa teladan tapi beragam aturan. Padahal..."

Lelaki 3 (L3) : "Tidak hanya Indonesia kok. Negara super maju di bidang teknologi, SDM, medis pun semburat tak keruan dikoyak pandemi. US, AS, England, Itali, Jerman yang tersohor pun belepotan. Semua ambrol. Tiongkok yang sudah mendeklarasikan menang melawan corona, sudah kena lagi. Talenan pedagang ikan salmon impor di Pasar Xinfadi, Beijing jadi saksi. Biangnya, virus yang wujudnya ga jelas.  Kecerdasan logika manusia takluk. Kekuasaan tak berkorelasi langsung dengan hilangnya virus ini. Jangan berharap banyak pada pemerintah. Jangan berharap banyak pada kesadaran orang lain. Ini randomize".

Lelaki 4 (L4): "Saya tidak kuatir dengan manusianya. Sejarah kematian karena virus akan selalu ada.  Hanya, kehadiran virus ini seakan memberi pesan. Eksistensinya yang tak terlihat, memberi penegasan bahwa alam manusia itu lemah adanya. Siklus virus ini ibarat pendulum perjalanan umat manusia, dan perilaku virus membajak sel hidup adalah penampakan sisi gelap jatidiri manusia. Virus ini representasi dari kerakusan manusia. Bisa hinggap di semua jiwa. Jika, semua orang mau berdiam diri sejenak untuk introspeksi, mereka akan mendapat kejelasan dibalik kekacauan, pemahaman yang  terang benderang itu di tengah kegelapan. Hadirnya pandemi ini hanyalah stimulasi".

L1 : "pak L2, saya hanya sedikit prihatin dengan keadaan. Cara saya mengungkapkan ya terserah saya khan. Hanya tak mungkin saya mengkritik keras seperti Ruslan Buton. Mental saya tak setangguh beliau. Telinga hukum sedang sensitif. Kalau kekesalan saya jadi puitis, wah itu bakat alam pak.

L2 : "Saya ga menyanggah gaya you, pak L1. Hanya logika yang dibangun tidak jelas. Tapi saya faham. Wong, logika berkelas model dari pakar statistik Epidemiologi saja, tidak dilirik sebagai rujukan solutif kok. Justru, dengan instannya prediksi puncak dan akhir pandemi menjadi cita-cita deterministik kok. Padahal semuanya khan sangat tergantung pada dinamika laju penyebaran thd laju karantina. Ketika kedua laju ini tidak diimplementasikan dengan ketat, yang dirasa ya akibat.

L3 : saya sepakat argumen pak L2, sekaligus saya memberi catatan. Pandemi ini memang stokastik. Tapi bersandar data sampling deterministik. Ketika data yang dirujuk tidak valid, model yang dibangun ya ambyar sejadi-jadinya. Ketika di awal pandemi puluhan model dirilis, kita menaruh harap pada ilmu sains. Tapi coba diulas hari gini, tak aktual lagi. Terlalu simbolis dan basa basi. Padahal sudah menjadi sebuah produk scopus. Angka-angka prediksi menjadi kurang berarti seperti angka-angka yang dibacakan juru bicara tim gugus Covid -19, Agus Yulianto. Tidak menarik. Beruntung masih tertolong oleh kehadiran dr. Reisa Barito yang cantik"

L4 : Pak L3 model dalam sains itu memang harus diuji. Yang gagal dibuang. Kegagalannya bukan sebuah aib, karena ilmu dinamis. Selalu mencari keseimbangan. Menemukan sifat simetri. Kejujuran dan objektivitas penting. Kalau tidak terjerumus ke pseudo sains, ya belahen".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun