Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sarung Kotak Abu-Abu di Tiga Waktu

14 Mei 2020   20:42 Diperbarui: 14 Mei 2020   21:06 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarung kotak coklat & hijau (dokpri)

Terjaga kedua kalinya. Oleh suara yang sama. Cekikikan yang menggelitik rasa. Terdengar lebih keras. Seperti di depan kamar. Ini orang-orang tak tahu etika dan kesopanan ya. Di depan kamar orang tak menahan suara. Deh, lagi-lagi maklum, ini hotel murah. Ya, sudahlah. 

Kuteringat belum sholat isya'. Kulipat sarung kotak abu-abu dan beranjak membuka pintu. Agak terkejut seketika, kulihat beraneka bentuk wanita dengan kostum minimalis dan semerbak parfum tajam bercampur asap rokok. 

"Malam kaka",sapa manja mereka.
Aku tak menyangka, dan tak berani mengangkat muka. Dengan gugup ku ijin lewat diantara mereka. "Maaf ya, permisi".
Tak habis pikir. Kupersingkat keperluan. Segera setelah berwudhu, kembali aku masuk kamar. 

Sejenak kuterduduk. Ini hotel apa sih. Ya sudahlah, bukan urusanku. Kulilit sarung kotak abu-abu. Jujur, sholatku tidak khusyu'. Telingaku terganggu. Apakah mereka selalu melewatkan malam dalam kegelapan? Apakah mereka pernah merenungi kemana seusai hidup dituju?  Sambil termangu ku mencoba memahami kenapa mereka bisa seperti itu.

Sarung kotak abu-abu memahamiku. Sarung yang lembut menghiburku. Menemaniku tafakkur, terpekur, dan menjauhkan dari kesia-siaan. Sarung ini menjadi saksi bagaimana malam ini, aku melewatkan malam dengan ketidaknyamanan. Bagai terkurung di ruang waktu penuh ketidakpastian. Sarung tahu, genggaman eratku berusaha menghadirkan syukur bahwa sendiri terkunci menjadi situasi penuh introspeksi dan kontemplasi. 

Adzan subuh mengalun merdu menembus kalbu. "Sudah subuh",batinku. Suara-suara di luar kamar berangsur hilang satu persatu. Suara-suara yang gemetar berjumpa fajar menyapa. Suara-suara di dalam batinku pun melembut menembus ruang waktu.

27 Desember 2004

Kembali ke kamar. Kuedarkan pandangan sekeliling. Kamar lama dengan tembok tua. Di beberapa bagian terkelupas bekas paku. Ini bukan di hotel itu. Yang di dua malam lalu,  malamnya menenggelamkan ketenangan. Ini, di kamar kosku yang baru. Dekat masjid. Yang di malam itu mengalunkan adzan merdu dan haru. Sarung kotak abu-abu tahu itu.

Sarung kotak abu dan tumpukan baju 3 hari yang berdaki, bada ashar itu kucuci.
"Jemur di depan kamar mandi saja pak, pakai hanger", Ibu kos berujar, sambil menyisir anaknya yang main boneka. 

Kuperas, kupasang dihanger dan kucantolkan hanger di pipa depan kamar mandi. 12 hanger penuh berderet. Sarung kotak abu-abu di paling ujung, menyungging senyum kepadaku.
"Damai ya, kos di tempat ini", celetuknya di batinku.
Ku hanya tersenyum kecil sambil bergumam.
"selama kita bersama, semua bisa berjalan sebagaimana adanya".

Pagi itu saya bangun oleh panggilan Adzan. Subuh sudah menyapa. Dengan agak tergesa, kubersihkan badan.Ganti kemeja tapi dengan celana yang sama. Celana hitam, menggantikan sementara sarung kotak abu-abu yang sedang bertengger di depan kamar mandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun