Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sarung Kotak Abu-Abu di Tiga Waktu

14 Mei 2020   20:42 Diperbarui: 14 Mei 2020   21:06 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarung kotak coklat & hijau (dokpri)

25 Desember 2004

"Cari apa pak ?"
"Hotelkah? Mari ada yang murah di atas. Beta antar, su dekat !"
Ojek satu ini begitu cekatan menebak arah niatku. Tak perlu kecerdasan melihat lelaki paruh baya menjinjing tas di pundak turun dari bemo. Gelagat basi, bukan orang lokal. 

Aku lagi malas ngomong karena letih. Kuhempaskan pantat di sadel motor. Sore tadi landing jam 15.30,  Mampir kantor sedang libur. Jam 16.30 menunggu bemo menuju halte. Sudah melaju. Di seret waktu. Tepatnya, beringsut seperti siput. Hingga senja sudah cemberut.

"Kamar 36D pak!. Kamar mandi luar ada di dekatnya", customer service menjelaskan kamar yang aku sewa. Hmm, yang penting bisa merebahkan tubuh ini dulu. Capek.

Kutaruh tas di kursi, kukeluarkan handuk dan alat mandi. Badan sudah lengket dan bau keringat. Kamar mandi di seberang kamar, tak begitu bersih. Tak kupedulikan.Yang penting badan sudah segar. 

Kembali ke kamar. Kuedarkan pandangan sekeliling. Kamar lama dengan tembok tua. Di beberapa bagian terkelupas bekas paku. Maklum hotel murah.  Lumayanlah.  tapi strategis. Dekat halte. 

Kuhamparkan sajadah dan kupakai sarung satu-satunya yang kubawa. Ini sarung bagus, lembut dan bermotif kotak abu-abu. Kalau tidak salah ini kado pernikahan atau pemberian, karena aku tak ingat pernah membelinya. Adzan maghrib terdengar di kejauhan. 

Ini kedua kalinya aku datang ke kota ini. Kota kecil jauh dari kampung halaman. Teramat jauh. Melintas 4 propinsi. Jadi teringat bus AKAP (Antar kota Antar Propinsi). Bedanya ini lewat udara. Bedanya lagi ini cukup ditempuh 2 jam.

Teringat tadi pagi anak istri melepas kepergianku di bandara. Karena kerja tetap, maka harus berdomisili, tak mungkin menumpang di rumah teman seperti saat pertama. Harus cari kos. Karena tadi kesorean, kuputuskan bermalam di hotel. Di kamar ini. Mata sudah makin berat. Tak sadar, aku lalu terlelap. 

Setengah sadar kudengar obrolan dan tawa cekikikan perempuan di luar. Hmm, mungkin sedang ada acara. Wajarlah ini hotel, area publik. Kuputar tubuh menghadap tembok. Kutarik sarung kotak abu-abu menutup muka dan telinga, sambil berharap suara-suara diluar segera reda. Apa peduliku, sesaat ku tertidur lagi.

Terjaga kedua kalinya. Oleh suara yang sama. Cekikikan yang menggelitik rasa. Terdengar lebih keras. Seperti di depan kamar. Ini orang-orang tak tahu etika dan kesopanan ya. Di depan kamar orang tak menahan suara. Deh, lagi-lagi maklum, ini hotel murah. Ya, sudahlah. 

Kuteringat belum sholat isya'. Kulipat sarung kotak abu-abu dan beranjak membuka pintu. Agak terkejut seketika, kulihat beraneka bentuk wanita dengan kostum minimalis dan semerbak parfum tajam bercampur asap rokok. 

"Malam kaka",sapa manja mereka.
Aku tak menyangka, dan tak berani mengangkat muka. Dengan gugup ku ijin lewat diantara mereka. "Maaf ya, permisi".
Tak habis pikir. Kupersingkat keperluan. Segera setelah berwudhu, kembali aku masuk kamar. 

Sejenak kuterduduk. Ini hotel apa sih. Ya sudahlah, bukan urusanku. Kulilit sarung kotak abu-abu. Jujur, sholatku tidak khusyu'. Telingaku terganggu. Apakah mereka selalu melewatkan malam dalam kegelapan? Apakah mereka pernah merenungi kemana seusai hidup dituju?  Sambil termangu ku mencoba memahami kenapa mereka bisa seperti itu.

Sarung kotak abu-abu memahamiku. Sarung yang lembut menghiburku. Menemaniku tafakkur, terpekur, dan menjauhkan dari kesia-siaan. Sarung ini menjadi saksi bagaimana malam ini, aku melewatkan malam dengan ketidaknyamanan. Bagai terkurung di ruang waktu penuh ketidakpastian. Sarung tahu, genggaman eratku berusaha menghadirkan syukur bahwa sendiri terkunci menjadi situasi penuh introspeksi dan kontemplasi. 

Adzan subuh mengalun merdu menembus kalbu. "Sudah subuh",batinku. Suara-suara di luar kamar berangsur hilang satu persatu. Suara-suara yang gemetar berjumpa fajar menyapa. Suara-suara di dalam batinku pun melembut menembus ruang waktu.

27 Desember 2004

Kembali ke kamar. Kuedarkan pandangan sekeliling. Kamar lama dengan tembok tua. Di beberapa bagian terkelupas bekas paku. Ini bukan di hotel itu. Yang di dua malam lalu,  malamnya menenggelamkan ketenangan. Ini, di kamar kosku yang baru. Dekat masjid. Yang di malam itu mengalunkan adzan merdu dan haru. Sarung kotak abu-abu tahu itu.

Sarung kotak abu dan tumpukan baju 3 hari yang berdaki, bada ashar itu kucuci.
"Jemur di depan kamar mandi saja pak, pakai hanger", Ibu kos berujar, sambil menyisir anaknya yang main boneka. 

Kuperas, kupasang dihanger dan kucantolkan hanger di pipa depan kamar mandi. 12 hanger penuh berderet. Sarung kotak abu-abu di paling ujung, menyungging senyum kepadaku.
"Damai ya, kos di tempat ini", celetuknya di batinku.
Ku hanya tersenyum kecil sambil bergumam.
"selama kita bersama, semua bisa berjalan sebagaimana adanya".

Pagi itu saya bangun oleh panggilan Adzan. Subuh sudah menyapa. Dengan agak tergesa, kubersihkan badan.Ganti kemeja tapi dengan celana yang sama. Celana hitam, menggantikan sementara sarung kotak abu-abu yang sedang bertengger di depan kamar mandi.

Sambil melangkah tergesa menuju masjid, sudut mataku sempat melihat sekilas si sarung kotak abu-abu masih tertidur dengan mendengkur.

Sehabis sholat, seusai kultum aku beranjak pulang. Sedikit terlupa perhatian tidak kemana, langsung masuk kamar. Ini hari Sabtu. Oiya, harus memindahkan jemuran di pondasi lapang di pojok lahan.

Kugeser kursi, kuberanjak keluar kamar hendak memindahkan sarung kotak abu-abu dan kawanan.

Deg, kok kosong digantungan. Tak satupun baju hanger tergantung. Siapa tahu, sudah dipindah Ibu kos, ke pondasi lapang. Kutengok, kosong.

"Bu, aku punya jemuran kok tidak ada, ada yang mindahin kah ibu?"
"Tidak itu pak !, memang belum diangkat semalam?", tanya ke ibu kos.

"Tidak ee Bu, pikir aku malam jemuran sudah mengering, pagi tinggal sedikit dipanaskan"

"Berarti ada yang curi ambil pak punya"
"Duhh, jahat sekali ambil pak punya jemuran"

Sungguh aku agak termangu. Aku bingung bersikap, harus terharu atau tertawa lucu. Baru perdana menjemur,  raib tak tersisa tanpa kata.

Deh. Sarung kotak abu-abuku. Dimana kau dan teman-temanmu pergi? 12 hanger diambil orang tanpa permisi. 

Mungkinkah? Mungkinkah?

Sarung kotak abu-abu. Sepertinya kamu menemui tuanmu yang baru. Pasti kau saat ini didekapnya. Dia lebih membutuhkanmu. Atau orang yang mengambilmu, membawanya kembali ke orang yang baru. Aku tidak tahu. Tapi bukankah aku juga hanya punya kamu satu-satunya. Dan kini kau entah dimana?

Aku haru dengan pengabdianmu. Kau selalu ada di ruang kalbu, ada di 5 waktu. Kau menemaniku di malam itu, malam di hotel itu. Baiklah keikhlasan dirimu.

Kukunci kamar lama dengan dinding tua kos ku. Kulangkahkan kaki menuju pasar di dekat pantai. Niat membeli sarung pengganti si kotak abu-abu.

Kubeli sarung pengganti. 2 sekaligus, kotak-kotak juga. Warna coklat dan hijau. Sengaja tak kubeli kotak abu-abu. Warna dan jasa baikmu tergantikan dihatiku.

14 Mei 2020

16 tahun sudah berlalu. 2 sarung pengganti coklat dan hijau, masih menemaniku. Walau sudah pudar seiring waktu. Keduanya selalu, menemaniku menyantuni kalbu seperti dirimu, sarung kotak abu-abu.

alifis@corner
140520

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun