Menurut Menkeu, pemerintah akan menempuh langkah optimalisasi penerimaan melalui reformasi perpajakan, pemanfaatan teknologi, hingga pengawasan aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy.
Penjabaran dari langkah optimalisasi itu mencakup perbaikan sistem perpajakan, pertukaran data untuk kepentingan pajak antarinstansi, dan penerapan pemungutan pajak atas transaksi digital.
Selain itu, akan ada program bersama yang antara lain dengan menggandeng aparat hukum untuk melakukan analisis data pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah pengenaan pajak terhadap aktivitas shadow economy. Aktivitas ini belum tersentuh pungutan pajak karena sulit terlacak, seperti usaha perdagangan eceran.
Jangan sampai pajak atas ekonomi bayangan itu akan berdampak kontra produktif terhadap perekonomian rakyat. Hal ini tidak bisa dipaksakan pakai cara kekuasaan.Â
Peneliti CSIS, Deni Friawan, menjelaskan sedikitnya ada tiga hambatan struktural yang mengganjal optimalisasi pajak, seperti ditulis Kompas (16/8/2025), yaitu sebagai berikut.Â
Pertama, sektor informal masih mendominasi dalam struktur perekonomian nasional, di mana 59 persen tenaga kerja berada di sektor ini.Â
Kedua, basis pajak sangat terbatas, yakni baru sekitar 17 juta dari 145 juta penduduk usia kerja yang membayar pajak.
Rendahnya tingkat kepatuhan pajak, tidak hanya pada pelaku UMKM, tapi juga terjadi pada perusahaan besar.Â
Ketiga, struktur fiskal juga bergantung pada penerimaan sumber daya alam yang sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas.Â
Ditambah lagi dengan administrasi perpajakan yang belum efisien, membuat upaya memperluas basis pajak masih sulit.Â