Setahu saya Nasi Nanak tidak punya cabang di mana pun dan juga belum menggunakan sistem waralaba, sehingga belum memungkinkan untuk kerjasama dengan pihak lain.Â
Lalu, apa istimewanya Nasi Nanak? Saya tidak tahu, makanya penasaran. Yang pasti, banyak orang yang bilang "lamak bana" (enak banget).Â
Buktinya, kedai nasi yang buka setiap pagi dari pukul 06.00 WIB itu, selalu dipenuhi pelanggannya yang antri, baik yang makan di tempat maupun yang dibungkus.Â
Kemudian, sekitar pukul 10-11 pagi menjelang siang, kedai nasi tersebut sudah tutup karena sudah habis stok makanannya.Â
Pertanyaannya, kenapa saya juga mendapat saran dari beberapa orang lain, termasuk saudara saya yang tinggal di Payakumbuh, agar tidak usah makan Nasi Nanak?Â
Hal itu karena masakannya yang dinilai kurang sehat. Selain kuah santannya yang sangat kental, bahan utamanya juga mengandung banyak lemak, seperti usus dan jeroan sapi.Â
Memang, top hits di Nasi Nanak adalah tambunsu (usus sapi), yang pada jam 8 pagi sudah terjual habis.Â
Berikutnya, sekitar jam 9 pagi, giliran babek (jeroan) yang habis. Satu jam kemudian, habis pula makanan yang tersisa seperti gulai cancang (daging sapi) dan dendeng.Â
Ada perang batin dalam hati saya, antara keinginan menuntaskan rasa penasaran atau ingin terhindar dari makanan yang tergolong kurang sehat.Â
Tapi, pada akhirnya saya merasa perlu menuntaskan rasa penasaran, sehingga pada suatu pagi, saya menuju kedai nasi yang berlokasi di Jalan Gambir, Daya Bangun, Kota Payakumbuh
Meski tempatnya sederhana, saya sepakat dengan teman-teman saya yang menyatakan kualitas rasa yang ditawarkan Nasi Nanak, memang luar biasa.Â