Ini soal rasa penasaran yang menurut saya harus dituntaskan. Orang lain boleh saja memberi saran agar saya tidak usah mencoba sesuatu untuk menuntaskan penasaran itu, karena akan berdampak negatif.Â
Tapi, namanya juga penasaran yang sudah tidak tertahankan. Misalnya, dulu saat saya masih duduk di bangku SMP, saya pernah diam-diam mencoba mengisap satu batang rokok.Â
Saya hanya sekadar penasaran, kenapa teman-teman saya begitu menikmati rokok. Ternyata, saya batuk-batuk dan sama sekali tidak mengerti di mana letak enaknya rokok.Â
Maka, sejak itu saya tidak lagi punya keinginan untuk merokok. Teman-teman saya yang perokok pun paham dan tidak akan menawarkan rokok pada saya.Â
Namun, saya pun sadar, ada  memang rasa penasaran yang justru jangan dituntaskan, yakni untuk yang tergolong melanggar hukum yang berlaku di Indonesia atau yang haram menurut ajaran agama.Â
Contohnya, terkait narkoba, menurut saya jika ada yang penasaran ingin merasakan "melayang" karena narkoba, tidak perlu dicoba.Â
Alasannya, ya itu tadi, karena haram menurut agama dan bisa masuk penjara karena melanggar hukum yang berlaku di negara kita.Â
Nah, sekarang saya masuk ke pokok masalah. Kebetulan, saya yang ber-KTP Jakarta ini lagi berada di kota kelahiran saya, yakni Kota Payakumbuh, Sumatera Barat.Â
Sudah lama sekali sebetulnya saya mengetahui informasi, baik berdasarkan pengalaman teman-teman saya, maupun dari kisah-kisah di media sosial, tentang Kedai Nasi Nanak.Â
Secara penampilan, kedai nasi ini biasa-biasa saja sesuai dengan standar rumah makan Padang pada umumnya.Â
Tempatnya tidak senyaman rumah makan Padang dengan nama besar secara nasional seperti Sederhana, Pagi Sore, atau Simpang Raya.Â
Setahu saya Nasi Nanak tidak punya cabang di mana pun dan juga belum menggunakan sistem waralaba, sehingga belum memungkinkan untuk kerjasama dengan pihak lain.Â
Lalu, apa istimewanya Nasi Nanak? Saya tidak tahu, makanya penasaran. Yang pasti, banyak orang yang bilang "lamak bana" (enak banget).Â
Buktinya, kedai nasi yang buka setiap pagi dari pukul 06.00 WIB itu, selalu dipenuhi pelanggannya yang antri, baik yang makan di tempat maupun yang dibungkus.Â
Kemudian, sekitar pukul 10-11 pagi menjelang siang, kedai nasi tersebut sudah tutup karena sudah habis stok makanannya.Â
Pertanyaannya, kenapa saya juga mendapat saran dari beberapa orang lain, termasuk saudara saya yang tinggal di Payakumbuh, agar tidak usah makan Nasi Nanak?Â
Hal itu karena masakannya yang dinilai kurang sehat. Selain kuah santannya yang sangat kental, bahan utamanya juga mengandung banyak lemak, seperti usus dan jeroan sapi.Â
Memang, top hits di Nasi Nanak adalah tambunsu (usus sapi), yang pada jam 8 pagi sudah terjual habis.Â
Berikutnya, sekitar jam 9 pagi, giliran babek (jeroan) yang habis. Satu jam kemudian, habis pula makanan yang tersisa seperti gulai cancang (daging sapi) dan dendeng.Â
Ada perang batin dalam hati saya, antara keinginan menuntaskan rasa penasaran atau ingin terhindar dari makanan yang tergolong kurang sehat.Â
Tapi, pada akhirnya saya merasa perlu menuntaskan rasa penasaran, sehingga pada suatu pagi, saya menuju kedai nasi yang berlokasi di Jalan Gambir, Daya Bangun, Kota Payakumbuh
Meski tempatnya sederhana, saya sepakat dengan teman-teman saya yang menyatakan kualitas rasa yang ditawarkan Nasi Nanak, memang luar biasa.Â
Saya sengaja memesan nasi dengan lauk tambunsu, karena itu tadi, penasaran kenapa tambunsu jadi makanan yang paling cepat habis.Â
Padahal, saya sebetulnya kurang menyukai tambunsu kalau makan di rumah makan Padang lainnya.Â
Ternyata, tambunsu Nanak memang beda. Di warung nasi Padang lain, tambunsu biasanya diisi tahu atau telor dan agak keras.Â
Sedangkan di Nasi Nanak, tambunsunya tidak diisi apa-apa, dan teksturnya sangat lembut. Katanya, tambunsu dimasak sangat lama, sehingga lembut.Â
Selain kualitas makanan yang lezat, harganya juga terjangkau. Harga sepiring nasi tambunsu plus sayur gulai nangka Rp 23.000.
Apakah saya jadi ketagihan? Rasanya tidak, karena saya juga sependapat bahwa jeroan dan usus sapi tergolong kurang sehat. Bukankah di negara-negara Eropa, usus dan jeroan tidak dijual?Â
Kalau pun saya kembali ke Nasi Nanak, mungkin saya lakukan setelah melewati waktu yang lama. Yang penting, saya tidak penasaran lagi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI