Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Biaya Haji Bukan Skema Ponzi, BPKH Perlu Transparansi

26 Januari 2023   05:40 Diperbarui: 26 Januari 2023   15:29 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibadah haji|dok. Kementerian Agama RI, dimuat Kompas.com

Usulan kenaikan biaya haji tahun ini telah menuai polemik hangat. Nada penolakan dari masyarakat, khususnya dari calon jemaah haji, menggema kuat seperti diberitakan berbagai media.

Penolakan itu sangat wajar, mengingat kenaikannya (bila usulan Kementerian Agama disetujui DPR) sangat gila-gilaan dan terkesan mendadak.

Betapa tidak, bila tahun lalu biaya haji mulai dari Rp 39,8 juta, sekarang diusulkan menjadi Rp Rp 69,1 juta. Kenaikannya sekitar 70 persen.

Padahal, calon jemaah punya waktu yang sangat mepet untuk melunasinya, karena pada bulan Mei 2023 kloter pertama sudah berangkat ke tanah suci.

Tapi, ada informasi lain yang disampaikan pemerintah, bahwa biaya haji yang sesungguhnya sebesar Rp 98.893.909 (liputan6.com, 25/1/2023).

Jadi, jika usulannya beban jemaah sebasar Rp 69 juta, artinya masih ada bantuan per jemaah sebesar sisanya, yang berasal dari manfaat yang diterima BPKH.

BPKH adalah Badan Pengelola Keuangan Haji, lembaga khusus yang dibentuk untuk mengelola dana yang dikumpulkan dari semua calon jemaah haji.

Dana tersebut oleh BPKH akan dikembangkan dalam arti diinvestasikan pada berbagai intrumen keuangan yang dianggap risikonya rendah dan memberikan imbalan atau manfaat bagi BPKH.

Ternyata, pada tahun lalu pun biaya sesungguhnya per jemaah sudah Rp 98 juta juga, hanya lebih rendah Rp 500.000 dari sekarang.

Tepatnya, biaya jemaah haji 2022 adalah Rp 98.379.021,09, seperti yang diberitakan liputan6.com di atas.

Hanya saja, pada tahun lalu, 30 persen dibebankan pada jemaah dan 70 persen berasal dari pemanfaatan dana BPKH.

Sekarang, rasionya dibalik, yakni 70 persen menjadi beban jemaah dan 30 persen dari dana manfaat BPKH.

Lebih lanjut, alasan pemerintah adalah agar dana manfaat BPKH tidak habis tersedot untuk jemaah sekarang, yang bisa merugikan jemaah yang berangkat beberapa tahun mendatang.

Nah, di sinilah diperlukan transparansi atas laporan keuangan BPKH yang bisa diakses semua jemaah.

Ingat, BPKH sekarang juga jadi pemegang saham pengendali Bank Muamalat, bank syariah yang jadi pionir di Indonesia, tapi sarat masalah yang membuat bank tersebut didera kerugian.

Perlu diketahui, jemaah Indonesia didominasi oleh warga kelas menengah ke bawah yang mengumpulkan dana sedikit demi sedikit selama puluhan tahun.

Bisakah masing-masing jamaah menelusuri berapa saldo tabungannya setiap saat termasuk nilai manfaatnya?

Kalau hal itu bisa disediakan, alasan jemaah sekarang "memakan" hak jemaah tahun-tahun mendatang bisa terhindarkan, karena semuanya punya saldo individu.

Saldo individu itu berasal dari setoran jemaah ditambah hasil pengembangan dana (katakanlah semacam bunga di bank konvensional, tapi yang sesuai ketentuan syariah).

Bila memang jemaah sekarang memakan hak jemaah yang akan datang, ini sangat berbahaya, dan bisa-bisa dinilai mirip skema Ponzi.

Memastikan bahwa isu Skema Ponzi sama sekali tidak ada dalam pengelolaan yang dilakukan BPKH, sangat penting.

Skema Ponzi adalah skema yang biasanya dipakai pengelola investasi bodong, yakni memberi imbalan bagi investor lama yang diambilkan dari setoran investor baru.

Lama-lama, ketika investor baru sudah tidak ada, tentu tak ada lagi imbalan yang bisa dibagi, dengan catatan sebagian besar dana masuk sebelumnya sudah "diamankan" untuk pihak pengelola.

Ketika itulah si pengelola pun kabur dan para nasabah kehilangan jejak sambil mengais apa saja yang bisa diambil di kantor pengelola.

BPKH jelas punya banyak portofolio yang mendatangkan imbalan. Bahwa BPKH jadi pemegang saham Bank Muamalat, itu karena hibah dari pemegang saham lama asal Kuwait (Kompas.com, 17/11/2021).

Tinggal masalahnya agar lebih transparan saja, dengan memberi fasilitas semua jemaah untuk mengetahui berapa akumulasi pengembangan dana yang menjadi haknya.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun