Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Hukum Gossen dan Sensasi Nikmatnya Berbuka Puasa

22 April 2022   10:25 Diperbarui: 22 April 2022   10:42 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbuka puasa bersama|dok. ANTARA/M Agung Rajasa, dimuat mediaindonesia.com

Setelah selama dua tahun di bulan puasa tidak dibolehkan kegiatan buka bersama (bukber) karena pandemi, sekarang banyak kantor yang menyelenggarakan acara buka bersama yang diikuti oleh semua pejabat dan karyawan di suatu kantor.

Tentu, yang ikut bukan hanya yang beragama Islam. Biasanya, karyawan yang nonmuslim pun ikut berpartisipasi sebagai salah satu wujud kebersamaan.

Nah, saat azan magrib berkumandang, agar tidak terjadi rebutan takjil, biasanya panitia bukber menggelar minuman dan aneka takjil secara tersebar di berbagai sudut ruangan

Saat itulah, tegukan pertama air minum atau saat buah kurma masuk rongga mulut, pasti terasa nikmat sekali, menjadi sensasi tersendiri bagi yang berpuasa.

Namun, buah kurma yang sama yang juga dikunyah oleh karyawan yang tidak berpuasa, mungkin tidak memunculkan sensasi sebagaimana yang dirasakan mereka yang berpuasa.

Kenapa hal itu terjadi? Saya jadi teringaat pelajaran ilmu ekonomi tentang Hukum Gossen dan menurut saya menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut.

Hukum Gossen ada 2 buah yang dikenal dengan Hukum Gossen 1 dan Hukum Gossen 2. Tapi, di sini saya akan mengutip Hukum Gossen 1 saja, karena sudah mewakili kaitannya dengan kenikmatan saat berbuka puasa.

Hukum Gossen 1 berbunyi: "Jika pemenuhan kebutuhan akan satu jenis barang dilakukan terus menerus, utilitas yang dinikmati konsumen akan semakin tinggi, tapi setiap tambahan konsumsi satu unit barang akan memberikan tambahan utilitas yang semakin kecil."

Contoh paling sering digunakan untuk menjelaskan hukum di atas, adalah kenikmatan minum air bagi orang yang sedang kehausan.

Saat gelas pertama masuk kerongkongan, kenikmatannya terasa sangat tinggi, katakanlah mendapat nilai sempurna yaitu 10. Karena masih haus, gelas kedua masih tinggi nilainya.

Namun pada gelas ketiga, apalagi yang keempat dan seterusnya, tambahan kenikmatannya semakin berkurang. Bahkan, mungkin tidak membutuhkan air minum lagi, karena sudah kembung.

Nah, begitulah perumpamaan orang yang berbuka puasa. Tegukan pertama sensasinya luar biasa. Setelah itu santapan takjil juga sangat nikmat.

Tapi, ketika sudah kenyang, meskipun misalnya makanan masih banyak, nafsu makan pun langsung reda. Namun, sebaiknya sesuai dengan anjuran yang sering disampaikan penceramah agama, berhentilah makan sebelum kenyang.

Anjuran tersebut juga sangat bagus dilihat dasi sisi kesehatan. Orang yang biasa makan sampai kenyang cenderung kelebihan berat badan. Ini bisa memicu munculnya berbagai penyakit berat.

Maka, kalau ada "kelemahan" bagi orang yang berpuasa, sewaktu siang hari melihat aneka makanan, rasa-rasanya nanti saat berbuka datang, semua makanan itu akan dilahap sebagai pelampiasan.

Akibatnya, sebagian orang yang berpuasa, menjadi rakus dengan aroma "balas dendam" pada malam hari. Ini sebaiknya dihindarkan, karena justru bertentangan dengan hakikat puasa, yakni pengendalian nafsu.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun