Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pemilu 2024: Tebarkan Kasih Sayang, Bukan "Serangan Fajar"

1 Februari 2022   05:22 Diperbarui: 4 Februari 2022   01:30 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi serangan fajar saat pemilu. (sumber: PIXABAY/ LARS PETER WITT via kompas.com)

Setiap tanggal 14 Februari, anak muda di seluruh dunia bergembira ria merayakan hari yang istimewa, yang dinamakan dengan Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang. 

Di Indonesia sendiri perayaan hari kasih sayang tersebut baru terkesan meriah sejak 20 tahun terakhir. Pernak-pernik hari kasih sayang ramai dibeli para remaja.

Asesoris berbentuk hati (jantung) berwarna merah, bunga mawar merah, coklat, adalah contoh pernak-pernik dimaksud. Mal-mal akan dihias bernuansa valentine. Bioskop memutar film bertema kasih sayang.

Namun demikian, sering pula terdengar atau terbaca imbauan dari orang tua dan ulama, agar masyarakat tidak merayakan Hari Kasih Sayang, dengan alasan itu tidak sesuai dengan budaya kita.

Baik, kita tinggalkan soal perayaan valentine. Tulisan ini akan masuk ke masalah inti, yakni telah ditetapkannya hari Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024 mendatang, yang akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024.


Bisa jadi pertimbangan pihak-pihak yang terlibat dalam penentuan hari Pemilu tidak ada kaitannya dengan Hari Kasih Sayang. 

Tapi, disengaja atau tidak, mari kita maknai secara positif, kenapa Pemilu diadakan kebetulan pas dengan hari yang ditunggu-tunggu anak muda tersebut.

Kalau dihubung-hubungkan tentu saja ada kaitannya antara pemilu dan kasih sayang, seperti uraian berikut ini:

Pertama, agar anak muda dan para remaja yang sudah punya hak pilih lebih tertarik ikut pemilu. Betapa bahayanya jika generasi harapan masa depan bangsa banyak yang jadi golput alias sengaja tidak ikut pemilu.

Biasanya, alasan yang golput karena percuma saja ikut pemilu, para pemimpin daerah dan wakil rakyat akan begitu-begitu saja, sebagian mungkin akan menghalalkan segala cara agar modal kampanyenya kembali.

Padahal, jika kita kritis dengan mencermati calon yang akan dipilih, sangat mungkin terdapat orang-orang yang berintegritas tinggi dan layak dipercaya menyuarakan kepentingan rakyat.

Siapa tahu, dalam rangka menjaring pemilih usia muda, petugas pelaksanaan pemilu membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang bernuansa Hari Kasih Sayang.

Kedua, para kontestan yang ikut pemilu agar tulus dalam menyayangi masyarakat. Motifnya terjun menjadi politisi jangan hanya karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

Bentuk sayang ke masyarakat bukan dengan melakukan "serangan fajar", istilah yang kerap dipakai untuk membagi-bagi amplop berisi uang ke calon pemilih.

Serangan fajar termasuk dilarang karena itu namanya main "politik uang", sama dengan menyogok rakyat.  Menyayangi rakyat berarti mendengar dengan tulus aspirasi masyarakat dan gigih berupaya mewujudkannya

Ketiga, sebaliknya masyarakat pun perlu menyayangi pemimpinnya, tapi bukan dengan cara membabi buta.  Jika pemimpinnya melenceng, masyarakat perlu mengingatkan sebagai wujud rasa sayang, agar pemimpin tidak terpesorok.

Jika nanti yang menang bukan partai atau bukan capres yang kita pilih, tetap kita harus menghormati presiden terpilih dan partai yang menguasai parlemen, sepanjang semuanya sudah menjalankan undang-undang yang berlaku.

Tentu, masyarakat itu sendiri harus menjadi warga yang baik dengan mematuhi hukum, bukan berebut proyek setelah calon yang diusung memenangkan pemilu.

Keempat, masyarakat juga perlu saling menyayangi sesamanya dengan tidak menganggap musuh warga yang berbeda pilihan politiknya. Toh, semuanya demi Indonesia tercinta.

Pemilu 14 Februari 2024 perlu disosialisasikan menjadi pemilu yang bertaburan kasih sayang yang tulus antar sesama anak bangsa, meskipun pilihan politiknya berbeda-beda.

Cukup sudah rivalitas cebong versus kadrun (dulu cebong versus kampret). Beban sejarah permusuhan di masa lalu jangan diwariskan ke adik-adik atau anak-anak kita, harus diputus sampai di sini.

Mari kita buktikan bahwa "damai itu indah", bukan sekadar slogan. Politisi silakan adu program, bukan adu serangan fajar.

Sedangkan masyarakat silakan mencermati tokoh yang akan dipilih tanpa perlu mencaci tokoh lain yang menjadi saingan dari tokoh yang akan dipilih.

Jelaslah, bukan mengada-ada, Hari Kasih Sayang dan Pemilu merupakan dua hal yang saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun