Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bagi yang Gaptek dan Melek Teknologi Sama-sama Bisa Kesepian

18 Desember 2021   08:11 Diperbarui: 23 Desember 2021   13:31 1118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain gadget. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

"Kesepian 2045" menjadi topik yang ramai di sejumlah media daring. Hal itu berawal dari lontaran Menteri Keuangan Sri Mulyani berkaitan dengan perkembangan digital yang bergerak cepat dan impersonal.

"Saya khawatir 2045 nanti semakin banyak orang kesepian juga karena mereka tidak bisa masuk ke dunia 3 dimention virtual world. Dia left out dari di dunia reality dan kemudian ia tidak bisa enggage," kata Sri Mulyani dalam video virtual (sindonews.com, 13/12/2021).

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, dalam arti tidak bisa hidup sendiri dan pasti butuh berinteraksi dengan orang lain.

Makanya, secara umum bisa dikatakan bahwa kesepian menjadi hal yang tidak nyaman. Memang, dalam kondisi tertentu, bisa saja seseorang sengaja menyepi.

Menarik mengamati sejak beberapa tahun terakhir ini, interaksi antar manusia lebih banyak terjadi di dunia maya. Diperkirakan nantinya kesepian di dunia nyata akan semakin menjadi-jadi.

Dunia maya di sini tidak semata berupa media sosial, tapi dikaitkan dengan prediksi Sri Mulyani, akan lebih banyak berupa aktivitas manusia secara digital, termasuk dalam hal ini yang dilayani atau diperantarai oleh  financial technology (fintech).

Sebetulnya, jangankan pada 2045, sekarang saja kesepian dunia nyata sudah dialami oleh masyarakat di kota-kota besar.

Apalagi, ditambah dengan terjadinya musibah pandemi Covid-19 yang melanda negara kita sejak 2 tahun terakhir ini, yang membuat terjadinya pembatasan kegiatan masyarakat. 

Tapi, maksud pembatasan kegiatan adalah untuk yang bersifat tatap muka atau offline. Kegiatan bekerja, belajar, bertransaski, tetap bisa berjalan, namun secara online atau virtual.

Nah, makanya tetap ada kehebohan di dunia maya, seperti seringnya acara rapat, workshop, seminar, dan sejenis itu yang digelar secara virtual itu.

Kegiatan ekonomi, meskipun di awal pandemi terjadi penurunan tajam, akhirnya terbangun juga kondisi normal baru yang kembali menggerakkan roda perekonomian.

Lihatlah betapa maraknya perdagangan secara online. Berbagai aplikasi yang mempertemukan para penjual dan konsumen, berkembang dengan pesat.

Pertanyaannya, ketika kelak semua hal sudah berbasis teknologi canggih, betulkah manusia akan sangat kesepian?

Ya, bagi mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri tentu akan merasa terasing, atau lebih tepatnya merasa tersingkir.

Bila kelompok yang tak mampu itu cukup banyak jumlahnya, logikanya masih ada pihak yang melayani mereka dengan teknologi sederhana, atau dengan cara yang konvensional. Tapi, bila jumlahnya sangat sedikit, tak akan ada yang bersedia melayani. 

Sri Mulyani sendiri mencontohkan sekarang ini beberapa bank di negara Eropa tidak lagi melayani nasabahnya secara personal.

Nasabah bisa menggunakan teknologi yang tersedia, tidak lagi seperti sebelumnya yang menyediakan teller atau customer service.

Diperkirakan hal yang sama juga akan terjadi di banyak negara lainnya, tidak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia.

Nanti, jika ada nasabah bank yang ingin dilayani secara personal, kalau pun bisa dilayani, akan dikenakan biaya yang tinggi.

Kalau melihat apa yang terjadi sekarang ini, masih banyak orang tua yang lebih suka datang langsung ke kantor bank, karena merasa senang bisa bertegur sapa dengan petugas bank.

Selain itu, para nasabah yang datang ke kantor bank tersebut diduga termasuk mereka yang gagap teknologi (gaptek).

Kenapa mereka dikenakan biaya tinggi? Karena bank harus menggaji teller dan customer service, biaya sewa gedung kantor, biaya listrik, dan sebagainya.

Atau, ambil contoh lain yang bukan bank. Sekarang, mereka yang membawa mobil sendiri menyeberangi Selat Sunda, ada dua pilihan dalam membeli tiket kapal feri.

Pilihan tersebut adalah dengan membeli secara online dengan diberi diskon, atau membeli tunai sebelum masuk kapal tanpa dapat diskon.

Demikian pula aneka sistem pembayaran non-tunai, sering memberikan diskon untuk belanja produk tertentu, sedangkan yang membayar tunai berlaku harga normal.

Jadi, mereka yang masih menghendaki cara lama, sudah merasakan dampaknya, yakni harus membayar lebih mahal.

Bayangkan nantinya jika semua transaksi semakin mendiskriminasi kelompok yang gaptek. Mereka akan semakin kesepian. 

Namun, apakah yang melek teknologi tidak kesepian? Bisa jadi mereka juga merasa sepi, tapi sepi yang berbeda, sepi dari sentuhan personal secara fisik, atau sepi dari tertawa lepas bersama teman-teman dunia nyata.

Seenak-enaknya makan sendiri di rumah dari hasil memesan secara online, jauh lebih enak makan bareng dengan sanak saudara atau teman-teman.

Demikian pula menonton konser musik, menonton pertandingan sepak bola, jauh lebih hidup bila dilakukan di dunia nyata, bukan di dunia maya.

Arisan online boleh saja marak, tapi jauh lebih heboh bila dilakukan oleh kelompok ibu-ibu yang berkumpul di suatu tempat sambil ngerumpi.

Resepsi pernikahan pun bisa juga dihadiri secara virtual, tapi itu tadi, pasti kurang greget. Sama juga dengan kurang gregetnya acara wisuda online.

Sekarang, atas nama pandemi, kegiatan kumpul-kumpul masih sangat dibatasi. Tapi, jika kondisi normal, meskipun sudah tahun 2045, kegiatan kumpul-kumpul tersebut diharapkan masih eksis.

Tapi, sekali lagi, kesepian adalah masalah yang harus kita hadapi, meskipun jenis kesepian kelompok yang gaptek berbeda dengan yang melek teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun