Perokok katanya identik dengan tingkat kesehatan yang buruk. Kenyataannya, ada saja yang jadi pengecualian, yakni perokok yang sehat dan panjang umur.
Kata orang, merokok itu membakar uang, sangat boros dan mubazir. Tapi, perokok yang sejahtera lumayan banyak, dan yang tidak merokok namun miskin juga banyak.
Saya teringat sebuah cerita ketika seorang tenaga medis senior terlibat pembicaraan dengan seorang lelaki yang sangat kecanduan merokok.
"Sudah berapa lama Anda merokok?" tanya si tenaga medis.
"Sekitar 25 tahun," jawab si perokok.
Kemudian, setelah mengetahui berapa bungkus rokok yang dihabiskan si lelaki perokok per hari, tenaga medis tersebut dengan yakin mengatakan bahwa nilai uang yang "dibakar" lelaki itu sudah senilai sebuah hotel.
Lelaki itu balas bertanya sudah berapa lama si tenaga medis bekerja? Ternyata juga sudah sekitar 25 tahun.
"Apakah Anda sudah punya hotel?" tanya si lelaki perokok.
Si tenaga medis menggeleng dan mengatakan cicilan rumah yang ditinggalinya baru saja lunas.
Dari cerita di atas, si perokok boleh saja merasa menang dan merasa kebiasaannya tidak membuatnya miskin.
Apalagi, kalau seorang perokok tengah ngobrol dengan temannya saat melayat kerabatnya yang baru meninggal.