Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Senioritas di Kantor, Jangan Sampai "Nikmat Membawa Sengsara"

1 Agustus 2021   18:45 Diperbarui: 2 Agustus 2021   08:01 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Werner Heiber dari Pixabay

Ada sebuah novel di zaman Balai Pustaka yang berjudul "Sengsara Membawa Nikmat". Nah, judul itu saya pinjam, tapi saya balik menjadi "Nikmat Membawa Sengsara".

Jelas, apa yang akan saya tuliskan berkaitan dengan sesuatu yang awalnya terasa nikmat. Tapi, karena kebablasan dalam menikmati kenikmatan itu, malahan kemudian membawa kesengsaraan.

Apa saja yang dalam gambaran banyak orang dinilai sebagai kenikmatan? Saya kira tak akan jauh-jauh dari "tiga ta", yakni harta, tahta, dan wanita. Tentu, hal ini dilihat dari kacamata seorang lelaki.

Nah, bagi orang kantoran, dengan meraih jabatan yang strategis, yang merupakan representasi dari "tahta", maka dua ta berikutnya, harta dan wanita, akan datang sendiri.

Maksudnya, begitu naik jabatan akan diikuti oleh kenaikan gaji, tunjangan, bonus, dan fasilitas lainnya. Belum lagi jika jabatan itu berkaitan pula dengan rekanan bisnis, berbagai hadiah dari rekanan pun akan mengalir.

Lalu, soal wanita, paling tidak ada seorang sekretaris cakep yang setiap saat setia membantu si bos. Para wanita, baik karyawati maupun rekanan, juga akan berusaha mendapatkan perhatian khsusus dari si bos.

Pendek kata, jika si bos tidak kuat iman, sangat gampang tergelincir, terlibat affair dengan wanita idaman lain (WIL). Padahal, bisa saja si WIL itu menjebak atau justru menjadi umpan yang dipasang rekanan bisnsis.

Baik, sekarang saya akan mengaitkan jabatan dengan senioritas. Sebetulnya, dalam manajemen modern sekarang ini, senioritas tidak identik dengan peluang yang besar untuk meraih jabatan.

Soalnya, di banyak perusahaan, bahkan juga di instansi pemerintah, sudah menerapkan sistem meritokrasi. Dalam sistem ini, promosi jabatan akan diberikan pada karyawan yang beprestasi atau berkinerja unggul, bukan melihat senioritasnya.

Namun, karena seorang senior sudah tinggi jam terbangnya, dan bila punya track record yang bagus, ikut dipertimbangkan dalam jenjang karir di kantor.

Sebagai contoh, jika untuk menduduki suatu jabatan, tersedia tiga orang calon yang kinerjanya sama-sama baik, akhirnya mungkin saja, yang paling senior yang akan terpilih.

Begitu si senior ini duduk di kursi empuk, di sinilah ujian kenikmatan itu bermula. Ya, kenikmatan itu pada hakikatnya juga sebagai ujian atau tantangan.

Bila si pejabat yang senior itu bersifat arogan kepada para junior, suka marah-marah tidak karuan, bibit "nikmat membawa sengsara" mulai terlihat.

Senior yang sekaligus memegang jabatan memang gampang membuat seseorang terlena. Di hadapan para junior, sering bercerita bagaimana kehebatannya dalam meniti karier.

Kalau itu saja tidak apa-apa, apalagi bila diniatkan untuk memberi motivasi agar para junior bersemangat bekerja. Tapi, bila sekaligus dengan memarahi si junior dengan kata-kata yang kasar, karena si junior dianggap lembek, ini berbahaya.

Kemudian, ditambah lagi misalnya dengan mempersulit anak buahnya yang sudah saatnya mengikuti pelatihan atau diusulkan ke divisi yang membidangi sumber daya manusia untuk kenaikan pangkat.

Atau, si junior diberi penilaian kinerja yang jelek, meskipun sesungguhnya dilihat dari hasil pekerjaannya masih lumayan. Padahal, penilaian ini akan menjadi dasar perhitungan bonus yang akan diterima karyawan.

Para junior memang pada akhirnya menerima apa saja tindakan bosnya, karena bila mereka mengajukan protes, bisa saja malah diminta untuk mengundurkan diri. 

Di lain pihak, mencari pekerjaan baru, bukan hal yang gampang. Lagipula, untuk berburu pekerjaan, tetap dibutuhkan semacam surat rekomendasi dari si bos yang menjelaskan si karyawan selama bekerja dengannya telah menunjukkan prestasi yang baik.

Paling-paling, para karyawan hanya bisa berdoa agar si bos cepat dipindahkan oleh Direksi (bila itu terjadi di sebuah perusahaan).

Ketika akhirnya si bos betul-betul pindah, betapa leganya para karyawan. Mereka mungkin saja akan memotong kambing, sebagai ungkapan rasa syukur.

Sebetulnya, bila para junior bisa bersabar dengan tetap bekerja secara tekun, peluangnya untuk meraih kesuksesan dalam karir, tetap terbuka lebar.

Bukankah waktu terus bergulir, dan lambat atau cepat, si bos yang arogan akan memasuki masa pensiun. Yakinlah, ketika pensiun, si bos baru sadar, sikap arogannya selama ini merupakan tindakan yang salah.

Ketika itulah, para  juniornya sudah mengisi berbagai jabatan yang bagus. Sekarang gantian, bila kebetulan si mantan bos bertemu dengan mantan juniornya yang sudah jadi pejabat, si mantan bos mau tak mau harus bersikap lebih simpatik.

Tapi, sekiranya si mantan bos ini dulunya pejabat yang disukai para junior, pasti ketika si junior sudah jadi orang hebat, tetap respek kepada mantan bosnya yang sudah pensiun.

Bos yang disukai itu adalah bos yang tidak ngebos, akrab sama anak buah, memberi perhatian, memberi kesempatan untuk berkembang, membimbing dan mengarahkan. 

Masih banyak sifat baik yang perlu bagi seorang senior. Tapi, satu hal yang juga penting, jangan pelit, baik mentraktir makan-makan, maupun berbagi ilmu.

Ilustrasi suasana di kantor|dok. Freepik/javi_indy, dimuat popmama.com
Ilustrasi suasana di kantor|dok. Freepik/javi_indy, dimuat popmama.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun