Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tiga Jenis Pembukuan dan Pajak Orang Tajir

8 Juli 2021   13:37 Diperbarui: 8 Juli 2021   14:10 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau mendengar cerita selentingan dari orang yang memahami akuntansi atau pembukuan, konon katanya sudah biasa bagi seseorang atau bagi sebuah perusahaan untuk melaporkan pendapatan yang lebih rendah dari yang sesungguhnya, agar pajaknya lebih kecil.

Tudingan bahwa ada perusahaan yang membuat dua atau tiga jenis pembukuan, bisa jadi bukan isapan jempol belaka, meskipun untuk pembuktiannya perlu penelitian lebih dalam. Ketiga jenis pembukuan tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, pembukuan yang sesuai kenyataan alias yang asli, apa adanya. Catatan ini menjadi pegangan pihak manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengevaluasi kemajuan perusahaan serta menyusun strategi ke depan.

Kedua, pembukuan yang dipercantik. Pendapatannya dibesar-besarkan, atau istilah akuntansinya overstated. Sedangkan untuk biaya dikecil-kecilkan atau understated.

Pembukuan versi cantik ini sering juga disebut dengan window dressing, biasanya ditujukan buat pihak bank, agar perusahaan dipercaya menerima kucuran kredit yang lebih banyak. Atau, dalam rangka ikut beauty contest memenangkan tender suatu proyek.

Ketiga, pembukuan yang diperjelek, tentu dengan cara kebalikan dari versi kedua, yakni dengan understated pendapatan dan overstated biaya. Nah, inilah yang menjadi dasar laporan ke instansi perpajakan.

Kembali ke soal tarif pajak untuk kelompok superkaya, akan lebih efektif bila juga diikuti oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang lebih baik, dan juga kemampuan pihak perpajakan dalam mendeteksi kecurangan dalam pelaporan oleh wajib pajak.

Tapi, khusus tentang besaran tarif persentase pengenaan pajak, selama ini memang terlihat kurang mendukung prinsip keadilan pajak. Soalnya, berapapun penghasilan seseorang, asal di atas Rp 500 juta per tahun, sama-sama terkena 30 persen. 

Jumlah Rp 500 juta per tahun tersebut, untuk saat ini setara gaji dan bonus seorang kepala cabang di sebuah perusahaan berskala nasional. Dan ini disamakan tarif pajaknya dengan penghasilan seorang direktur perusahaan besar yang penghasilannya di atas Rp 10 miliar per tahun. 

Selengkapnya tentang ketentuan tarif pajak penghasilan orang pribadi,  sampai saat ini ada empat lapis tarif, yakni sebagai berikut ini.

Pertama, untuk penghasilan sampai dengan Rp 50 juta dalam satu tahun, dikenakan pajak 5 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun