Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Orangtua dan Adik Sendiri Dibantu, Mertua dan Adik Ipar Dicuekin

26 Juni 2021   17:00 Diperbarui: 27 Juni 2021   13:23 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thinkstockphotos via KOMPAS.com

Ini murni kisah nyata, meskipun saya tulis ulang dalam versi bebas dan tentu semua nama di tulisan ini bukan nama sesungguhnya.

Tersebutlah seorang gadis remaja yang berwajah manis. Sebut saja namanya Tini. Punya tampang seperti itu, tentu saja membawa banyak keuntungan bagi Tini. Paling tidak, ia menjadi pusat perhatian jika berada  di tengah sekelompok orang.

Hanya saja, kehidupan Tini tidak selalu mulus. Masalahnya, terutama berkaitan dengan kemampuan ekonomi, karena orangtua Tini yang seorang pedagang kecil, kehidupannya boleh dibilang pas-pasan saja.

Sebetulnya otak Tini lumayan encer. Saat sekolah, ia selalu masuk peringkat 5 besar di kelas. Boleh dibilang, pendidikannya berjalan mulus hingga tamat SMA.

O ya, karena kecantikannya, Tini banyak "dikejar-kejar" cowok, yang rata-rata berasal dari keluarga yang berpunya. Ada yang anak pejabat, ada juga yang anak pengusaha terkenal di kota tempat Tini berdomisili.

Tapi, karena Tini ingin fokus belajar dan juga tidak dibolehkan oleh orangtuanya untuk berpacaran, tak satu pun di antara cowok-cowok yang mendekati Tini yang berhasil menjadi kekasihnya.


Sayangnya, keinginan Tini yang kuat untuk kuliah setelah menamatkan pendidikan SMA, menemui batu sandungan. Ayah Tini bukannya mendukung, tapi langsung mengatakan tak mampu membiayainya.

Tini sangat memahami, seandainya ia memaksa untuk kuliah, akan sangat memberatkan orangtuanya. Bukan saja untuk membayar uang kuliah dan buku-buku, tapi juga biaya kos dan kehidupan sehari-hari di kota provinsi.

Lagipula, Tini sadar kalau ia tak boleh egois, mengingat ada 5 orang adik-adiknya yang juga harus diperhatikan orangtuanya. Tini sendiri adalah anak tertua.

Ingin Tini untuk mencari pekerjaan dengan modal ijazah SMA, tapi jalan hidupnya cepat sekali berubah, karena ternyata orangtuanya menerima lamaran seorang lelaki yang bekerja di Jakarta.

Sebetulnya si lelaki itu, sebut saja namanya Edi, sudah punya pacar. Tapi, orangtua Edi, yang merupakan tetangga Tini, sudah lama berniat mengambil Tini jadi menantu.

Berdasarkan foto Tini yang dikirimkan ibunya kepada Edi, akhirnya Edi memutuskan pacarnya dan merasa mantap untuk menikahi Tini.

Tini patuh dengan orangtua, dengan menikah pada usia yang belum genap 20 tahun. Motif utamanya karena ingin meringankan beban orangtua. 

Apalagi Edi sempat menyatakan akan mengizinkan dan membiayai kuliah Tini di Jakarta. Edi juga tidak keberatan bila nanti Tini membantu biaya sekolah adik-adiknya.

Dengan catatan akan dibolehkan kuliah oleh suami, juga akan dibolehkan mengirim uang buat orangtua dan adik-adiknya, Tini pun menjadi warga ibu kota, mendampingi suaminya yang berkerja di sebuah perusahaan otomotif terkenal.

Niat Tini untuk kuliah jadi redup setelah dalam tiga tahun pertama pernikahannya telah dua kali melahirkan. Tak ada kekecewaaan Tini, karena merasa tugas mengasuh anak-anak lebih penting.

Tapi, yang membuat Tini sangat kecewa, Edi dinilainya bersikap tidak adil. Perhatian Edi ke orangtua dan adik-adiknya demikian besar, tapi giliran Tini ingin membantu orangtua dan adik-adiknya, Edi memberi uang sedikit saja. Itupun setelah Tini "mengemis".

Padahal, keluarga Tini di kampung boleh dibilang hidup dalam kemiskinan, sementara keluarga Edi jauh lebih baik kehidupannya. Sudah begitu, adik-adik Edi sepertinya menilai Tini sebagai istri yang boros dan menghabiskan uang suaminya saja.

Yang membuat Tini sangat kecewa, ia beberapa kali menemukan bukti transfer uang dari Edi ke saudara-saudaranya di kampung. Artinya, Edi melakukan itu secara diam-diam. 

Andai saja Edi menceritakan terlebih dahulu bahwa ia akan mentransfer uang, Tini tidak akan menghalangi. Kejujuran suaminya, mulai diragukan Tini.

Di sanalah Tini merasa betapa pentingnya seorang istri juga punya penghasilan. Terkadang ia iri melihat teman SMA-nya dulu yang telah jadi sarjana dan punya pekerjaan mapan.

Namun, melihat 3 orang anaknya tumbuh menjadi anak baik-baik, berprestasi di sekolah dan rajin beribadah, Tini bersyukur. Tentu itu buah dari pengasuhan yang diberikannya secara full time.

Anak tertua Tini sudah bekerja di sebuah bank dan dua anak lainnya sudah duduk di perguruan tinggi. Memang, Tini bertekad agar semua anaknya, 2 di antaranya wanita, harus menjadi sarjana.

Poin saya dari tulisan ini adalah sebagai pengingat, baik bagi saya sendiri, maupun bagi pembaca yang sudah berkeluarga.  Tulisan ini akan lebih relevan bagi mereka yang mencari pasangan.

Ingat, di Indonesia, meskipun yang menikah itu antar seorang lelaki dan wanita, pada hakikatnya "penyatuan" antar dua keluarga. Jadi, ketika seorang lelaki menikahi seorang wanita, harus tahu konsekuensinya.

Artinya, mencintai istri harus diiringi dengan mencintai keluarganya juga. Itulah makanya kenapa sebelum menikah, perlu diketahui bagiamana kehidupan orangtua dan saudara-saudara dari calon pasangan.

Memang, tak bisa dipungkiri, rasa sayang ke orangtua dan saudara sendiri, pasti lebih besar ketimbang rasa sayang pada mertua dan saudara ipar. Hanya saja, jangan terlalu jomplang seperti kisah Tini dan Edi di atas.

shutterstock
shutterstock

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun