Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pasangan Anang dan Ashanty Mau Jual Rumah Mewah, Dampak Sepi Job?

14 Juni 2020   08:00 Diperbarui: 14 Juni 2020   08:16 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun bukan penggemar acara gosip seputar selebriti yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi, saya bukan termasuk yang anti sama sekali. Sesekali, sebagai selingan saya menikmati juga acara seperti itu.

Rupanya pasangan Anang Hermansyah dan Ashanty yang selalu terlihat mesra di depan kamera, menjadi topik selama  beberapa hari pada awal Juni ini. Pasangan ini diberitakan berniat menjual rumahnya yang luas dan mewah di bilangan Cinere, Depok, Jawa Barat. Harga yang semula dipatok adalah Rp 40 miliar, tapi kemudian saat ditawar presenter televisi Raffi Ahmad Rp 30 miliar, Anang belum mau, dan mengatakan harga final adalah Rp 35 miliar.

Tak disebutkan apakah pasangan itu dalam kesulitan likuiditas karena sepi job selama diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tampaknya tidak, karena kan mereka orang kaya. Tapi yang terucap dari mulut Ashanty, kalau ditulis kembali dalam bahasa bebas, alasannya karena merasa mubazir punya rumah terlalu besar. Apalagi kalau nanti anak-anak mereka sudah berumah tangga dan tinggal terpisah dari mereka.

Sekadar informasi, rumah mewah pasangan Anang-Ashanty itu terdiri dari tiga lantai dan berdiri di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. Tidak sekadar rumah biasa, karena pasangan ini juga melengkapinya dengan fasilitas studio rekaman, salon pribadi, bioskop pribadi, kolam renang, dan ruangan untuk main biliar.

Hanya saja, kabar terakhir menyebutkan sebetulnya Anang masih ragu untuk menual rumah tersebut karena faktor sejarahnya, yang dibangun sebagai istana yang membuktikan keberhasilannya dalam meniti karier. Padahal saat memulai membangun rumah tangga dengan Ashanty, Anang masih terpuruk pasca perceraiannya dengan istri sebelumnya, penyanyi Krisdayanti.

Sudah, cukup sebegitu saja dulu informasi tentang rumah Anang-Ashanty tersebut. Bagian berikut ini sudah tidak lagi menyangkut rumah Anang secara spesifik, tapi rumah besar di mana pun juga. Saya sadar, ukuran besar itu sendiri bersifat relatif. Tapi dalam benak saya, bagi satu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan tiga atau empat anak, luas bangunan di atas 200 meter persegi, sudah termasuk besar.

Yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini adalah tentang ironi sebuah rumah besar. Betapa ketika belum memiliki, banyak orang yang mengimpikan bisa mempunyainya. Tapi ketika usia makin menua, dan rumah besar hanya dihuni oleh sepasang suami istri yang sudah sepuh, anggaplah ditemani oleh asisten rumah tangga (ART), dan sesekali didatangi anak, menantu, dan cucu, baru akan terasa mubazirnya rumah luas.

Dalam pikiran awam saya, membangun rumah luas hanya untuk didiami keluarga sendiri, tidak realistis, karena amat berat konsekuensinya. Andaikata suatu waktu di rumah tersebut sedang tidak punya ART, sementara si ibu yang punya rumah kekuatan fisiknya sudah lemah termakan usia, akan sangat melelahkan untuk sekadar menyapu lantai, apalagi mengepel.

Oke, mungkin ada mesin otomatis, atau katakanlah robot, sehingga tidak capek mengoperasikannya. Katakanlah uang buat membayar listrik, dan hal lain yang berkaitan dengan perawatan rumah, semua tersedia. Tapi tetap saja, kesan mubazir tidak bisa dihilangkan.

Ambil contoh rumah saya berupa bangunan dua lantai di atas tanah seluas 180 meter persegi di kawasan Tebet, Jakarta. Saya kira belum bisa disebut sebagai rumah besar, tapi itu sudah membuat  istri saya kewalahan, terutama sejak dua tahun lalu ketika ART yang bekerja di rumah kami sudah pamit dan tidak kembali lagi. Kami juga tak ingin punya ART lagi, karena sering punya pengalaman jelek, sulit mencari yang jujur.

Itupun saya juga merasa mubazir. Sengaja kami buat tujuh kamar (tiga di lantai bawah dan empat di lantai atas), dengan catatan ada dua kamar kosong, yang baru akan terisi bila ada saudara saya dari kampung datang ke Jakarta. Kenyataannya, rata-rata sekali empat bulan, baru ada tamu yang menginap sekitar seminggu. Sekarang kamar ART pun juga kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun