Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Generasi Milenial Krisis Loyalitas dalam Bekerja?

29 Mei 2020   08:30 Diperbarui: 31 Mei 2020   18:28 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi milenial di sebuah perusahaan (Sumber: Flickr/ITU Pictures)

Padahal dari soal gaji, kedua perusahaan milik negara tersebut sudah terhitung lumayan, tak kalah dengan yang diberikan perusahaan swasta besar yang bergerak di bidang bisnis sejenis. Kejelasan jenjang karierpun sudah dibenahi, sehingga anak muda yang kompeten bisa mendapat jabatan yang meloncati seniornya.

Gara-gara tingginya turnover tersebut, padahal biaya rekrutmen tidak sedikit yang dikeluarkan perusahaan, akhirnya menjadi kelaziman di banyak perushaan milik negara mewajibkan  pegawai yang baru direkrut untuk menandatangani  konrak kerja selama 5 tahun. Bila ada yang resign selama masa kontrak, wajib membayar uang sejumlah tertentu yang tertulis dalam kontrak.

Sebagai jaminan bahwa kontrak tersebut dilaksanakan dengan baik, ijazah sarjana dari pegawai yang baru direkrut, ditahan divisi human capital selama masa kontrak. Pada era saya direkrut dulu, tak ada kewajiban untuk membayar apabila resign, tak ada pula penyerahan ijazah sebagai jaminan.

Hanya saja, beberapa teman di angkatan saya, termasuk beberapa angkatan sebelum dan sesudahnya, ada yang mengalami cinlok (cinta lokasi sewaktu mengikuti program on the job training) dengan sesama pegawai. Padahal ada peraturan, suami-istri tidak boleh bekerja di perusahaan yang sama. Akibatnya, salah satu, kebanyakan yang wanita, akan resign dari perusahaan.

Namun apakah dengan pola kontrak 5 tahun beserta denda bila mengundurkan diri, membuat generasi milenial jadi loyal? Ternyata bagi yang punya uang tetap saja berkeinginan untuk keluar. Yang tidak punya uang yang cukup, terpaksa menunggu habisnya masa kontrak, lalu baru resign.

Padahal saya melihat perusahaan sudah berupaya sedemikian rupa agar generasi milenial betah bekerja. Contohnya, sekarang sudah dibolehkan bekerja dengan berpakaian kasual, seperti yang lazim di perusahaan swasta. Ruang kerja pun dirancang bergaya kekinian, ada alat-alat musik, ada fasilitas karaoke, ada fasilitas buat olahraga seperti di pusat kebugaran, yang bisa digunakan para pegawai.

Dengan fasilitas yang terkesan memanjakan pegawai milenial itu, sebagian berhasil meningkatkan loyalitas pegawai. Tapi tidak bagi sebagian yang lain. Terlalu banyak profesi kekinian yang lebih fleksibel, lebih bebas, dan lebih menantang kreativitas, menjadi saingan utama bagi perusahaan konvensional. 

Dulu bekerja di bank, di perusahaan minyak, di perusahaan konsultan teknologi informasi, atau di perusahaan milik konglomerat, menjadi incaran banyak fresh graduate. Kalaupun mereka pindah kerja, paling-paling ke perusahaan sejenis yang menawarkan gaji lebih tinggi.

Sekarang ada banyak sekali profesi baru yang tidak mengikat, bisa dikerjakan sesuai selera masing-masing. Kebanyakan merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan media sosial yang termasuk dalam sektor ekonomi kreatif. 

Banyak pula yang berwirausaha di bidang kuliner dengan menawarkan berbagai makanan dan minuman hasil racikan mereka setelah melakukan beberapa kali percobaan yang bersifat trial and error. Siapa sangka kalau berjualan kopi dengan beberapa variasi aroma, baik secara langsung maupun melalui penjualan daring, bisa menuai sukses.

Lalu mereka yang sukses membuka usaha startup (rintisan), dari skala amat kecil, kemudian mengglobal dalam waktu beberapa tahun saja, menjadi idola generasi milineal. Itulah yang dilakukan mereka yang merintis usaha dengan brand Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, sekadar menyebut beberapa contoh saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun