Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Para Menteri Berusia Muda, Mampukah Mengubah Budaya Kerja?

3 November 2019   22:12 Diperbarui: 3 November 2019   22:28 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaya komunikasi si bos juga terkesan akrab, terkadang pakai "lu gue" saja. Bila ada acara tertentu, saat coffe break, si bos malah ngopi di kelompok para staf. Pokoknya si bos tidak menjaga jarak.

Saat memberikan pengarahan, si bos malah sedikit saja ngomong. Justru si bos memberikan kesempatan buat yang lain untuk berbicara panjang lebar yang disimak beliau dengan baik.

Namun itu semua hanya berlangsung sekitar satu tahun saja. Setelah si bos menguasai permasalahan di perusahaan, rasa percaya dirinya makin bertambah. Apalagi si bos sudah menemukan orang-orang yang dapat dipercaya dan dipromosikan menjadi pejabat lapisan kedua.

Saat memberikan pengarahan si bos mulai banyak memberikan instruksi, bahkan disertai ancaman dan nada suara marah. Untuk menemui si bos susahnya setengah mati. Tidak jelas, apakah sekretarisnya yang berlebihan mempersulit atau si bos yang berpesan ke sekretaris agar tidak diganggu oleh tamu yang mengantre.

Si bos mulai banyak agenda di luar kantor. Tak heran, surat-surat yang harus ditandatangani si bos banyak yang tak tersentuh sampai satu-dua minggu, karena makin lama makin menumpuk. Padahal ada sebagian surat yang sangat penting. 

Surat masuk harus didisposisi si bos agar jelas divisi mana yang akan menindaklanjuti. Sedangkan surat keluar, surat keputusan, surat edaran, dan sebagainya, harus ditandatangani si bos.


Kemana-mana si bos selalu diiringi banyak pejabat lapis kedua atau ketiga yang melayani si bos dengan baik sekali. Tak tahu, apakah sekadar cari muka atau memang tulus. Padahal masing-masing pengiring itu punya job description yang harus dipenuhinya.

Bila si bos berkunjung ke kantor wilayah, yang menyambut di bandara kota tujuan adalah kepala wilayah dan pejabat wilayah lainnya. Tidak jarang si bos datang bersama istri sehingga istri pejabat daerah pun ikut menjemput.

Padahal konon di perusahaan swasta tak ada budaya seperti itu. Kalau ada pejabat pusat datang, yang menjemput hanya petugas protokol wilayah yang memang itu menjadi bagian dari job description-nya.

Jangan tanya kemeriahannya di malam hari. Apa hobi di bos, makanan kesukaan, lagu-lagu kesukaan, oleh-oleh yang pantas, menjadi hal penting. Bila si kepala wilayah salah dalam melayani, akan berbuah mutasi ke wilayah yang "kering".

Kalau target akhir tahun dapat dicapai atau dilampaui, agenda si bos akan mengambil cuti atau dinas sambil refreshing di luar negeri. Jangan tanya apakah ini efisien atau tidak, meski si bos pintar ngomong efisiensi saat menyampaikan pengarahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun