Bung Hatta, yang bersama Bung Karno menjadi proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902. Artinya pada hari ini, Senin 12 Agustus 2019, tepat 117 tahun kelahiran Bung Hatta.Â
Kebetulan seminggu sebelumnya, saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi Museum Kelahiran Bung Hatta di Jalan Soekarno Hatta No. 37, Kota Bukittinggi. Luasnya relatif kecil sebagai museum, namun sebagai rumah termasuk berukuran sedang, yakni sekitar 400 m2.
Masalahnya bagi pengunjung yang membawa kendaraan sendiri adalah kesulitan mencari tempat parkir yang terpaksa dilakukan di pinggir jalan raya.
Kepada kami, seorang pemandu memperlihatkan kamar tempat Bung Hatta dilahirkan. Jadi, Bung Hatta tidak dilahirkan di rumah sakit bersalin seperti anak-anak sekarang, tapi dengan memanggil seseorang yang ahli, semacam dukun beranak, yang dipanggil datang ke rumah.
Di rumah itulah Bung Hatta kecil tinggal sampai usia 12 tahun ketika harus pindah ke Padang untuk masuk sekolah MULO (setingkat SMP sekarang). Masih dari cerita si pemandu, rumah tersebut sempat dijual oleh ahli waris pada tahun 1960-an dan baru pada tahun 1994 dapat dibebaskan oleh Pemkot Bukittinggi untuk dibangun museum berupa rekonstruksi mirip dengan bangunan asli, termasuk pembagian kamar dan ruangan lain di rumah itu.
Panitia pembangunan merekonstruksi berdasarkan foto-foto yang ada dalam memoar Bung Hatta dan foto yang disimpan oleh keluarga besar Bung Hatta.
Rumah yang banyak menggunakan kayu dan bambu itu terdiri dari dua lantai dan peresmiannya sekaligus untuk memperingati hari kelahiran Bung Hatta, pada tanggal 12 Agustus 1995.
Ayah tirinya, Haji Ning sangat sayang pada Bung Hatta. Bung Hatta sendiri baru tahu bahwa ayahnya itu adalah ayah tiri ketika berusia 5 tahun.
Seperti yang kita baca dari banyak sekali buku-buku tentang Bung Hatta, perjuangannya dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda dan Jepang, sungguh luar biasa.
Bung Hatta bersama Soekarno disebut sebagai dwitunggal yang memimpin bangsa Indonesia sampai tahun 1956 ketika Bung Hatta mundur dari jabatan Wakil Presiden RI.
Kemudian Bung Hatta terkenal sebagai Bapak Koperasi karena pemikiran beliau lebih fokus bagaimana meningkatkan perekonomian Indonesia berdasarkan asas kekeluargaan dengan membangun koperasi di mana-mana. Dengan demikian, masyarakat sebagai anggota koperasi sekaligus menikmati hasilnya, bukan lari ke investor dalam konsep kapitalisme.
Jelaslah banyak sekali keteladanan bagi kita semua dari kehidupan Bung Hatta. Terlebih bagi pejabat di level apapun, betapa kalau masih sering terjadi kasus korupsi, merupakan langkah mundur, sebab para pendahulu seperti Bung Hatta telah memberikan contoh yang amat baik.
Bahkan untuk membeli sepatu merek Bally yang diidam-idamkan Bung Hatta saja, akhirnya tak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Beliau sungguh-sungguh menerapkan pola hidup sederhana yang menggetarkan jiwa kita.
Semuanya dilengkapi dengan berbagai perabotan dan peralatan kuno yang kira-kira satu abad yang lalu lazim dipakai oleh masyarakat.
Di samping bernilai edukatif, museum tersebut juga menarik sebagai sarana rekreasi. Ada banyak spot yang menawan utnuk berfoto. Bahkan ketika saya di sana, ada sepasang calon pengantin yang mempersiapkan foto pre wedding.
Memang di Bukittinggi ada beberapa lokasi yang menyandang nama Bung Hatta agar masyarakat selalu ingat dengan jasa pahlawan. Selain museum dan taman itu tadi, ada pula Istana Bung Hatta dan Perpustakaan Bung Hatta.
Bagi yang lagi di Jakarta tentu ada banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk memperingati kelahiran tokoh besar itu. Selain makamnya, ada patung proklamator dan berbagai museum..