Akhirnya saya dapat kesempatan juga untuk menjajal kereta api dari Bandara Soekarno Hatta (BSH). Memang setelah saya tidak lagi bekerja full time seperti sebelum dua tahun lalu, amat jarang saya mendapat penugasan ke luar daerah, artinya saya tidak sering lagi naik pesawat.Â
Sebagai contoh, akhir Desember lalu, saudara sepupu saya menikahkan anak perempuannya di Batam, Kepulauan Riau. Maka saya pun berada di kota tersebut selama tiga hari dua malam, 28 - 30 Desember 2018.
Sekiranya saya bepergian dengan keluarga, misalnya dengan istri dan anak bungsu saya yang sudah remaja, maka akan lebih efisien langsung naik taksi dari rumah saya di Tebet, Jakarta Selatan, ke BSH atau sebaliknya.
Maka kenapa tidak sekalian saja taksi dari rumah ke bandara yang argonya berkisar Rp 150.000? Kalau ke SBC dulu, argo taksi dari Tebet sekitar Rp 40.000 sampai Rp 50.000. Lalu, nah ini yang memberatkan, tarif kereta SBC ke BSH Rp 70.000 per orang. Untuk bertiga perlu merogoh kocek Rp 210.000. Sangat boros ketimbang taksi, bukan?
Kereta juga jadi satu-satunya pilihan bila akses jalan raya ke bandara terhalang karena kejadian luar biasa, seperti banjir besar atau tabrakan beruntun yang melibatkan truk atau bus berbadan besar yang butuh waktu lama untuk memindahkannya.Â
Inipun dengan catatan informasi tersebut sudah didapat calon penumpang saat masih bersiap-siap ke bandara dari rumah atau dari titik keberangkatannya. Misalnya sudah terlanjur naik taksi atau bus, kemudian terjebak tidak bisa bergerak di tengah jalan, biasanya entah dari mana, tiba-tiba ojek motor bermunculan menawarkan jasanya.
Bila saya punya waktu yang leluasa, bepergian sendiri saja dan barang yang dibawa relatif sedikit, dari Tebet saya naik taksi ke Cililitan dengan argo sekitar Rp 20.000 sampai Rp 25.000. Di Cililitan, tepatnya di Mal PGC tersedia bus ke BSH dengan tarif Rp 40.000. Total ongkos saya menjadi sekitar Rp 60.000 sampai Rp 65.000.
Bila barang agak banyak atau waktu yang sudah mepet, meskipun pergi sendiri (apalagi kalau ada pendampingnya) pilihan saya satu-satunya hanyalah taksi, baik taksi yang memasang argo ataupun taksi online.
Saya betul-betul bebas mau pindah duduk ke mana yang saya suka, jendela sebelah kiri atau kanan, tergantung view yang menarik. Tapi pemandangan yang lumayan hijau hanya waktu kereta masih di areal sekitar Cengkareng.Â
Dari BSH, kereta akan berhenti di dua stasiun, yakni Batu Ceper dan Duri, sebelum mencapai tujuan akhir di SBC. Mulai memasuki Batu Ceper sampai seterusnya, penumpang hanya menikmati kesumpekan dan kepadatan di pemukiman yang lazim ditemukan di pinggir rel kereta. Betul-betul kontras dengan gedung-gedung pencakar langit di SBC. Tapi ya begitulah yang namanya ibukota, yang katanya lebih kejam dari ibu tiri.
Sekiranya tarif tersebut bisa diturunkan lagi menjadi sama dengan tarif bus, diperkirakan publik akan memilih kereta, karena lebih tepat waktu dan anti macet. Namun itupun harus dengan memperbanyak lagi stasiun yang disinggahi.
Satu usul lagi, penerapan pembayaran non tunai sebagai satu-satunya cara menikmati kereta bandara, perlu ditinjau ulang. Banyak orang tua yang masih terbiasa membayar tunai, merasa ribet bila pakai kartu.