Padahal perusahaan tersebut sangat mungkin menderita kerugian besar dari gedungnya yang ambruk, pegawainya yang meninggal, dan sebagainya. Sebagian mungkin saja mendapat penggantian dari asuransi.
Perusahaan milik negara, lazimnya mendapat tenaga bantuan dari kantor pusatnya di Jakarta atau dari cabang lain terdekat. Bahkan sudah ada prosedur tetapnya bagaimana membangun tim asistensi yang langsung aktif ketika terjadi bencana.
Perusahaan swasta yang bagus, juga sudah punya MKU atau sejenis itu. Dulu, sewaktu tsunami melanda Aceh tahun 2004, koran Serambi Indonesia, yang masih termasuk grup Kompas, hanya terhenti beberapa hari saja.Â
Setelah itu dengan sisa wartawan yang selamat, dan terbit dengan peralatan seadanya dari Lhokseumawe yang tidak separah Banda Aceh dalam terdampak bencana, koran itu kembali hadir menyapa pembacanya yang pasti haus informasi.
Pedagang individual juga tahu bahwa ia mesti berdagang lagi, membeli barang sebisanya lalu menjual di tempat yang memungkinkan. Yang biasa membuka warung makanan, harus berjualan lagi. Demikian juga penjual sayur dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Pembelinya yang dari pelanggan lama justru mungkin berkurang karena sebagian eksodus ke kota lain. Tapi akan muncul pelanggan baru yang  berasal dari kelompok relawan, wartawan, dan sebagainya.
Tentu soal dana untuk berdagang kembali jadi problem tersendiri. Namun dengan semangat gotong royong, biasanya ada saja sanak famili di kota lain yang bersedia memberikan dana atau pinjaman.
Jadi, meskipun kita tidak pernah berharap terjadi bencana, namun bila itu tidak bisa dielakkan, kita harus segera bangkit, dengan cara apapun dan dalam kondisi bagaimanapun. Jangan terlalu lama larut dalam kesedihan.
The show must go on.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI