Nah, sekadar berandai-andai saja, apabila ibukota RI dipindahkan ke Pekanbaru, apakah akan terjadi perubahan dalam budaya birokrasi di kantoran untuk tidak terlalu njawani lagi? Berikutnya, dalam pergaulan anak muda, apakah bahasa lu-gue akan berganti dengan bahasa keseharian orang Melayu yang mirip dengan dialek Malaysia? Kalau itu terjadi, apakah Indonesia akan mengambil alih kembali kiblat melayu di Asia Tenggara, sebagaimana dulu di zaman Kerajaan Sriwijaya? Â Yang jelas kedekatan Riau secara geografis dan kultural dengan Malaysia dan Singapura tentu berpengaruh positif untuk membangun ASEAN yang kohesif.
Tapi terlepas dari pertanyaan yang bersifat andai-andai di atas, di Riau dan Kepulauan Riau, tanpa banyak diekspos oleh media nasional, telah banyak dilakukan berbagai hal untuk memelihara budaya Melayu, termasuk dengan melibatkan puak Melayu di Malaysia, Singapura, Brunei, dan Thailand (Thailand bagian selatan dihuni oleh penduduk etnis Melayu). Acara tersebut antara lain seperti lomba berbalas pantun, pertemuan para penyair, penampilan seni tari, drama, ataupun musik Melayu.
Lalu secara fisik, bangunan milik pemerintahan daerah di Pekanbaru terlihat banyak yang berarsitektur Melayu. Para pejabatnya memakai busana Melayu pada acara yang bersifat seremonial. Pada hari tertentu semua pegawai dan pelajar wajib berbusana tradisional Melayu. Beberapa gedung diberi nama para novelis atau penyair Riau yang terkenal pada zamannya.
Gedung Perpustakaan Provinsi Riau juga terlihat sangat atraktif, yang dari jauh seperti buku sedang dibuka. Perpustakaan ini dinamakan Perpustakaan Soeman HS (pengarang asal Riau di era Balai Pustaka). Sayang sekali, tidak banyak warga setempat yang memanfaatkan perpustakaan ini. Kalaupun ada pengunjung, lebih banyak yang tertarik untuk berfoto dengan gedung perpustakaan sebagai latar belakang. Adapun yang gedungnya kurang terpelihara adalah Museum Daerah Riau, yang diberi nama Museum Sang Nila Utama
Wisata budaya di Riau ternyata juga menjadi magnet bagi warga Malaysia dan Singapura yang datang dengan penerbangan dari Kuala Lumpur atau dari Singapura ke Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru. Ada juga kapal yang melayani rute Malaka - Dumai setiap harinya. Bayangkan kalau jalan tol Pekanbaru-Dumai sudah rampung (sekarang masih dalam tahap pembebasan tanah), tentu jalur ini semakin padat.
Pembaca, tulisan ini dilengkapi dengan beberapa foto dari koleksi pribadi penulis, yang berkaitan dengan narasi di atas.