Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memutus Lingkaran Setan Dunia Pendidikan di Kawasan 3T

26 Juli 2017   13:53 Diperbarui: 27 Juli 2017   04:57 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terminal Bandara Sentani, Jayapura (dokpri). Di pedalaman, kondisi bandara masih memprihatinkan

Sedangkan mengacu pada berita Kompas, ketidakmulusan program tersebut dinilai karena komitmen pemerintah yang rendah untuk memberi insentif yang menarik bagi para guru di daerah 3T, dan tidak jelasnya jenjang karir setelah itu. Padahal guru-guru yang diangkat telah memiliki sertifikat pendidik dan telah melewati serangkaian pelatihan.

Memutus Lingkaran Setan

Dalam ilmu ekonomi ada istilah vicious circle (lingkaran setan), yang menunjukkan kondisi seperti lingkaran yang tak berujung pangkal. Contohnya masyarakat di suatu desa terjerat kemiskinan karena tingkat pendidikannya rendah, tapi mereka tidak dapat memperoleh pendidikan yang memadai karena tidak punya uang untuk menyekolahkan anaknya ke kota kecamatan.

Bila para guru tidak tertarik untuk mengajar di kawasan 3T, maka dunia pendidikan di sana tidak bakal maju. Mengkarbit warga lokal yang belum memperoleh sertifikat pendidik, menjadikan dunia pendidikan di sana berjalan secara asal-asalan saja. Anak-anaknya mungkin akan tetap lulus SD, SMP, atau bahkan SMA, tapi dengan mutu yang jauh di bawah teman-teman mereka di luar kawasan 3T, sehingga kalah bersaing dalam mendapatkan lapangan kerja. Apakah ini bukan lingkaran setan namanya?

Nah, lingkaran setan tersebut harus diputus. Kemajuan di sektor pendidikan, dan juga kesehatan, adalah prasyarat mutlak agar masyarakat di kawasan 3T lebih baik kondisinya. Maka kalau melalui program yang ada, guru dari luar tidak tertarik untuk mengabdi di sana, mungkin dengan kejelasan kontrak, bisa menjadi solusi. Contohnya, dinyatakan bahwa lamanya bertugas di kawasan 3T hanya 3 tahun, dan setelah itu mendapat kenaikan pangkat dan sekaligus bisa dipindahkan ke tempat yang bukan 3T.

Hak-haknya dinyatakan secara jelas dan betul-betul ditepati jadwal pembayaran gaji dan insentif khusus di kawasan 3T-nya. Akan lebih baik bila setiap liburan semester diberi tunjangan transport ke kota asalnya. Tentu juga si guru harus sering didatangi oleh aparat dari kabupaten atau kecamatan, agar merasa diperhatikan. Hal ini juga berfungsi sebagai alat pengawasan untuk mengetahui apakah si guru telah menunaikan tugasnya atau malah sering mangkir.

Sekiranya calon guru yang memenuhi syarat relatif banyak, maka sebaiknya penempatannya tidak terlalu jauh dari daerah asal. Misalnya, yang dari Sumatera ditempatkan di kawasan 3T terdekat seperti di Kepulauan Mentawai, Nias, pedalaman Jambi, dan sebagainya. Sedangkan untuk di pedalaman Papua bisa diisi oleh calon guru yang berasal dari Sulawesi dan Maluku.

Bagaimanapun juga lingkaran setan ini harus diputus, agar saudara-saudara kita di kawasan 3T juga bisa menikmati tingkat kehidupan yang sama baiknya seperti di kawasan lain. Kelak, bila tingkat pendidikannya telah maju, tentu akan muncul kader-kader guru yang memenuhi kriteria dari warga lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun