Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Terinfeksi Covid-19 adalah Keniscayaan? Enak Saja!

5 Juli 2021   19:20 Diperbarui: 5 Juli 2021   19:29 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bumi yang sedang diserbu virus Covid-19. (Sumber: Alexandra Koch/Pixabay)

Salah seorang teman sedang terinfeksi Covid-19 dan harus isolasi mandiri. Meski demikian, dia sempat-sempatnya membuat status di media sosial yang membuat naik pitam pembacanya.

Bunyi statusnya kira-kira begini: “Terinfeksi Covid-19 itu inevitable. Tak terhindarkan. Yang jadi masalah adalah terinfeksi sekarang atau nanti.”

Status itu sekarang sudah lenyap, entah dihapus oleh si penulis atau memang sudah habis kuota tayangnya.

Tapi, isinya masih tetap terngiang. Dari mana ia bisa memastikan bahwa semua orang bakal terinfeksi Covid-19? Apakah dunia masa kini tidak akan bedanya dengan 500 juta orang korban flu spanyol yang terjadi pada awal abad 20?

Eh bos…ada yang namanya ikhtiar. Kita berusaha keras untuk tidak tertular. Berusaha untuk mematuhi semua protokol Kesehatan, baik itu 3M, 5M, 6M, atau nanti akan ada lagi 7M plus 8M. Berapa pun M yang ada nantinya, kita semua akan turuti, demi tak tertular.

Pakai masker senantiasa. Setiap kali keluar rumah, rasanya sesak napas. Dua rangkap masker penyebabnya. Repot sekali kalau tiba-tiba hidung gatal. Bagaimana cara menggaruknya, karena tidak berani buka masker. Telinga pun rasanya berat gara-gara dicanteli dua masker. Pakai kacamata pelindung yang tiba-tiba mengembun, sehingga pandangan pun terganggu.

Selalu cuci tangan. Mungkin dalam satu hari, lebih dari 50 kali cuci tangan. Setiap kali kelar berkegiatan, cuci tangan. Akan dan setelah makan, cuci tangan. Sebelum dan sesudah berurusan dengan kucing, cuci tangan. Terima paket, cuci tangan. Keluar sedikit saja di halaman, masuk rumah langsung cuci tangan.

Tangan ini sudah sampai kering kulitnya. Krim tangan yang dioleskan rasanya tidak berguna, karena hanya sejenak melekat dan setelah itu akan luruh lagi gara-gara cuci tangan.

Sebisa mungkin hanya berdiam di rumah. Terpaksa ke supermarket atau sejenisnya hanya untuk membeli barang-barang yang sangat esensial. Itu pun tidak berlama-lama. Begitu masuk supermarket, langsung ambil barang-barang sesuai catatan. Tidak ada lagi yang namanya “melihat-lihat”. Bayar semuanya dan langsung pulang. Secepat kilat.

Semua ikhtiar itu dilakukan agar tidak tertular. Kalau memang pada akhirnya akan terinfeksi juga, buat apa ada prokes? Untuk apa pakai masker? Tetap saja hidup seperti biasa. Makan-makan di restoran, bersalaman dengan orang lain, berpelukan, ngobrol tanpa masker yang menutupi mulut dan hidung.

Biarkan saja segala varian Covid-19 datang dan mengelilingi kita semua, menginfeksi semuanya. Alpha, Delta, Kappa, Lambda, Theta, Tau, Phi, Sigma, Omega, dan semua huruf Yunani Kuno lainnya. Biarkan saja semua masuk dan merasuki semua. Toh akan terinfeksi juga ‘kan pada akhirnya. Inevitable, keniscayaan.

Siapa yang mau seperti itu?

Kita tidak mau terinfeksi Covid-19. Mengapa? Sebab, yang repot bukan hanya keluarga yang tertular, namun juga semua keluarga lain, tetangga kita.

Ada peribahasa yang bunyinya “it takes a village to raise a child”. Butuh bantuan semua orang untuk membesarkan seorang anak. Nah, peribahasa itu bisa juga diaplikasikan untuk penderita Covid-19, “it takes a village to nurse a Covid-19 patient”. Bukan urusan satu orang untuk merawat seorang penderita positif Covid-19, melainkan segambreng. Mulai dari tingkat RT sampai ke provinsi.

Oleh sebab itu, marilah kita berikhtiar untuk tidak tertular Covid-19. Ringankanlah tugas para tenaga kesehatan yang sekarang sudah kewalahan untuk merawat semua pasien.

Menurut situs statistic World O Meters, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia hampir mencapai 185 juta orang. Jangan sampai jumlah itu menyamai korban flu spanyol yang 500 juta orang, atau kira-kira sepertiga populasi dunia pada 1918-1920.

Kita hidup pada zaman yang sudah jauh lebih modern. Berbeda dengan periode flu spanyol tersebut, komunikasi pada masa kini bukanlah hal yang pelik. Dengan menggunakan aplikasi ngobrol yang ada, seseorang yang tinggal di Swedia bisa berbicara dengan penduduk di Indonesia pada saat itu juga.

Hanya saja, karena alat komunikasi sudah demikian canggihnya, maka semakin banyak pula berita-berita tak berotak buatan pada produsen hoax soal Covid-19. Mungkin ada jutaan hoax yang beredar di kuar sana.

Karena itu, agar tidak percaya begitu saja pada info palsu, cobalah pakai akal sehat. Cek, ricek, dan tripel cek bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

Jadi, sekali lagi kita harus berikhtiar agar tidak tertular Covid-19. Teruslah ikuti prokes, maka Insya Allah Anda akan selamat. Stay negative!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun