Mohon tunggu...
Jack Sandro
Jack Sandro Mohon Tunggu... pemuda

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Fajar yang Tertunda (Part-2)

3 Oktober 2025   08:40 Diperbarui: 3 Oktober 2025   08:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Pieter duduk, menerima segelas gin yang disodorkan kepadanya. Di ruangan ini, topeng diplomatnya luruh. Wajahnya yang lelah kini menunjukkan ketajaman seorang predator. "Saya mengerti, Jenderal. Bagaimana situasinya?"

"Rumit," jawab van Vliet. "Kaum Republiken ini lebih merepotkan dari yang kita duga. Mereka terpecah, tapi semangat mereka menyala. Di satu sisi, ada para politisi tua, para priyayi yang dididik di Leiden. Mereka bicara tentang demokrasi dan konstitusi. Mereka takut pada kekacauan. Mereka bisa diajak bicara. Mereka lunak."

Ia berhenti sejenak, menyesap gin-nya. "Di sisi lain," lanjutnya, "ada para pemuda di hutan. Para komandan gerilya seperti si Iskandar itu. Mereka tidak peduli pada konstitusi. Mereka hanya peduli pada peluru dan kemerdekaan penuh. Mereka radikal, emosional, dan berbahaya. Mereka adalah api yang harus dipadamkan."

Pieter mengangguk pelan. "Jadi, misinya adalah untuk memisahkan keduanya."

Van Vliet tersenyum tipis, sebuah pemandangan yang langka dan tidak menyenangkan. "Tepat sekali. Kau adalah sang arsitek keretakan. Gunakan pesonamu, gunakan logikamu. Yakinkan para politisi tua itu bahwa para pemuda di hutan adalah ancaman bagi masa depan mereka sendiri. Bingkai para pejuang itu sebagai ekstremis yang akan menyeret negeri ini ke dalam pertumpahan darah. Tawarkan para politisi itu posisi, kekuasaan, otonomi dalam struktur Federal kita. Buat mereka melihat bahwa bekerja sama dengan kita lebih menguntungkan daripada mati bersama para radikal."

"Dan sementara itu," kata Pieter, melanjutkan logika atasannya, "operasi militer terus menekan faksi garis keras di lapangan."

"Tentu saja," kata van Vliet. "Kita pukul mereka di hutan, dan kita peluk mereka di meja perundingan. Kita ciptakan tekanan dari dua arah. Perdamaian hanya akan datang jika mereka sudah terlalu lemah untuk berperang satu sama lain."

Itulah misi yang sesungguhnya. Bukan untuk menciptakan perdamaian, tetapi untuk merekayasa kelelahan. Bukan untuk menyatukan, tetapi untuk memecah belah hingga hancur berkeping-keping, lalu memungut pecahan yang paling berguna.

Malam itu, kembali ke balkon kamarnya di Hotel Des Indesiana, Pieter menatap Batavia yang terhampar di bawahnya. Dari kejauhan, ia bisa mendengar sayup-sayup alunan gamelan dari sebuah kampung, sebuah melodi melankolis yang seolah meratapi nasibnya sendiri. Dari arah lain, terdengar alunan musik waltz dari aula dansa hotel, sebuah lagu tentang dunia yang menolak untuk mati. Dua suara, dua dunia, di kota yang sama. Tugasnya adalah memastikan kedua suara itu tidak akan pernah menemukan harmoni. Ia menghela napas, menghisap rokoknya dalam-dalam. Ia teringat pada reruntuhan kota-kota di Eropa, pada wajah-wajah para prajurit muda yang mati sia-sia. Ia meyakinkan dirinya sendiri, sekali lagi, bahwa apa yang akan ia lakukan di sini, betapapun sinisnya, adalah sebuah kebaikan yang kejam. Menciptakan kekacauan adalah cara yang paling efisien untuk mengakhiri perang. Peluru membunuh tubuh, tetapi ide yang ia tanam akan membunuh semangat perlawanan mereka dari dalam. Dan itu, pikirnya, jauh lebih permanen.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun