Mohon tunggu...
Irna NurulAina
Irna NurulAina Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Syukur, sabar dan tawakal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Pihak Saja

18 Februari 2020   03:04 Diperbarui: 18 Februari 2020   03:25 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

       Dalam balutan dinginnya udara, rintik hujan yang turun dan mulai membasahi tempat perpijakan manusia ini. Tak lama ia mulai berubah deras bak akan menghantaman orang-orang yang ada didalamnya. Lamunanku seakan terhanyut oleh suasana saat itu. Imajinasiku mulai terbang tanpa tujuan entah dapat kuwujudkan hal itu tapi aku yakin aku bisa melakukannya.

      Disinilah aku yang akan membangun imajinasiku itu, sebuah sekolah yang amat digandrungi oleh beribu-ribu orang. Kelas ini menjadisaksi bisu perjalanan kami dalam ikatan persahabatan. Bangku-bangku itu tak pernah absen dari sandaran kami saat duka ataupun bahagia. Perpustakaan, kantor, halaman, tempat parkir, mesjid dan kelas-kelas yang berjajarpun tak pernah enggan tuk menolak menjadi saksi bisu perjalanan persahabatan kami.

    Gino, Anida, dan Ramadhan, merekalah yang membuat aku akhirnya menemukan arti sebuah persahabatan. Mereka mengajariku dengan waktu, mengajariku dengan ilusi-ilusi yang tinggi bagai langit yang dapat teraih oleh jari-jemariku. Namun, disanalah dan begitulah cara kalian mengenalkanku akan suatu hal yang sangat berarti itu. Semua kita lalui dengan kehangatan, kebersamaan dan kekeluargaan hingga berbagai asa dan cerita silih berganti menemani tiap detik nafas yang tak pernah berhenti berhembus.

    Beberapa pekan lalu sikap Gino berubah, sikap dia yang mulai berbeda lagi. Keegoisan dan pemaksaan yang dia lakukan terhadap keadaan yang ia alami. Terkadang kekesalan kami terhadapnya mulai memuncak, saat ia memaki-maki takdir bahkan sampai menentangnya. Namun anehnya, saat kebahagiaan membanjiri hatinya ia seakan lupa akan segala keburukan yang terucap untuk takdir itu bak orang yang menelan ludahnya sendiri.

    Awalnya aku dan Anida tak pernah menyangka bahwa dia berpacaran dengan Tammy saat itu. Padahal mereka kenal belum lama ini, bahkan perkenalannyapun tak pernah direncanakan itu seperti sebuah kesalahan saja. Kisahnya terungkap disaat Tammy memiliki penggemar rahasia yang membuat Gino merasakan perubahan sikap Tammy. Kisah itu diceritakan Ramadhan yang sudah amat kesal dengan segala keanehan dan celotehan yang tak bermakna dari bibirnya.

"Hey, !!!" Sapa Ramadhan

"Hey, dhan!" Jawabku dan Anida

"Hey-hey tau ga?" Ucap Ramadhan dengan wajah yang agak gemas

"Ada apa gitu?" Anida bertanya dengan tenang

"Aku keszzall!!!" Jawab Ramadhan dengan kesal sambil mendorong bahu Anida dari samping

"Ih atu diem kamu teh... Apasi...!" Ucap Anida yang kesakitan terdorong Ramadhan

"Bentar-bentar kamu teh kesel kenapa?" Tanyaku pada Ramadhan

"Duduk atuh... pegel berdirimah" Pintanya padaku dan Anida

"Iya atuh...kita duduk di bawah aja ya." Jawab Anida padanya

"Iya, gapapa di bawah aja." Ucap Ramadhan

    Akhirnya aku, Anida, dan Ramadhan duduk di depan kelas kami yang ada di lantai dua gedung C. Diapun menceritakan semua yang terjadi selama kita berempat beberapa pekan lalu sempat bercerai berai gara-gara sikap dia. Hingga aku dan Anida mengambil jalan untuk tidak bersama dulu. Semua asa yang telah terpendam di dalam hati Ramadhan terluapkan sampai air matanya tak sengaja menetes dipipinya.

" Udah dhan...jangan nangis gitu atuh" Ucapku menenangkannya.

"Engga aku ga nangis kok, beneran!!!" Jawabnya mengelak dari ucapanku.

" Alah, kalo mau nangis, nangis aja... " Ucap Anida agak menyindir

     Hujan yang deras akhirnya berhenti dan cerahnya hari mulai nampak dengan sinar mentari yang memancar terang setelah tertutupi awan hitam yang tebal. Ramadhan meneruskan kisahnya setelah berhenti menangis karena kekesalan yang tak dapat terbendung lagi itu. Aku dan Anida pun kembali mendengarkan kisahnya. Kami pun membahas kisahnya, hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya.

    Hari mulai menyambut senja dan sinar mentari mulai pergi meninggalkan kami. Bersambut senja itu kami sadar kami harus pulang. Akhirnya Ramadhan pun pamit dan beranjak dari posisi duduknya. Aku dan Anida pun ikut beranjak dari posisi duduk kami.

Senja berlalu, angin malam mulai menyentuh tubuhku. Dalam kedinginan aku pulang sendiri, menyepi, begitu juga Anida dan Ramadhan. Sejauh apapun kita jarak tak dapat memisahkan ataupun memutuskan persahabatan antara kita. Masing-masing dari kita punya tujuan untuk mencapai kebahagiaan dari sebuah ikatan persahabatan yang terbangun saat itu juga.

    Embun pagi basahi daun talas didepan rumahku suara kokokkan ayam jantan menandakan hari telah berganti. Aku bersiap untuk berangkat ke sekolah. Kicauan burung menemani perjalananku, kabut tipis masih hadir dalam suasana pagi itu. Sang fajar telah menampakkan cahayanya. Seiring waktu kabut itu menghilang dan mulai terasa kehangatan.

Pohon-pohon yang menyediakan oksigen membuat udara pagi dihirup dengan nyamannya. Sampailah aku ditempat penimbaan ilmu ini. Setelah berjalan menaiki beberapa anak tangga, aku bertemudengan Anida. Tak seperti biasanya dia duduk sambil melamun di atas bangku yang biasa   kita duduki bersama.

"Da kamu kenapa?" Tanyaku padanya sambil menepuk bahunya

"Engga, gapapa kok" Elaknya yang terkaget akan pertanyaanku

"Bener??" Tanyaku lagi

"Iya, gapapa beneran.." Jawabnya lagi

    Akupun mengajaknya untuk ke kelas bersama-sama. Sudah sejak lama aku mengetahui bahwa dia pernah menyimpan rasa terhadap Gino, walau mungkin tak pernah ada yang sadar akan rasa yang ia miliki. Setelah kisah kemarin yang membeberkan dan menegaskan rasa suka Ramadhan terhadap Tammy, sekarang aku paham semua masalah yang sedang kita hadapi adahal hal yang rumit dimana apa yang mereka cintai tak mencintai mereka. Tanpa berfikir panjang rencana imajinasiku melenceng dari garis awal perencanaan yang ku buat itu.

***

     Hari ke hari bulan ke bulan semua silih berganti tanpa diminta begitu mandirinya. Terdengar suara jarum jam yang menemani heningnya malam, disebuah ruangan ternyamanku yang hanya disinari lampu kelap-kelip yang indah saat itu. Aku membuka kembali lembaran-lembaran lama yang telah aku simpan beberapa tahun lalu. Banyak sekali kenangan yang ada didalamnya. Terasa indah memang jika membayangkan masa-masa kebersamaan yang hangat dan penuh canda tawa, penuh kekonyolan dan tak luput dari tangisan.

"Aku rindu kalian" ucapku dalam hati sambil tersenyum melihat selembar foto kebersamaan kita..

    Jarum jam menunjukan pukul 21.00 aku terkaget dan langsung mengambil laptop yang ada di tasku. Aku teringat masih banyak tugas yang belum kukerjakan. Aku tau aku yang salah aku yang banyak menunda pekerjaan-pekerjaanku, aku yang lalai dengan semua ini dan akhirnya kau sendiri yang akan menuai akibatnya. Lagi-lagi mala mini aku tak bisa tidur karena harus mengerjakan segudang pekerjaan yang sudah menjadi baying-bayang setiap hariku.

"Ya Alloh... banyak bangett inii ga mungkin selesai..." keluhku.

     Handphoneku menyala dan bergetar sesekali namun aku tak menghiraukannya , aku tetap dengan pekerjaanku. Mataku mulai lelah terus menerus melihat layar komputer yang ada dihadapanku. Akupun akhirnya memutuskan untuk mencuci wajahku dan rehat sejenak dari pekerjaanku. Seketika itu aku terdiam dan melamunkan suatu hal yang juga pernah ku alami semasa dulu peristiwa yang kondisinya hampir sama dengan kondisiku saat ini. Tapi hatiku merasa sedih kala teringat kembali masa itu, masa yang akhirnya menghancurkan semua imaji yang sudah terbangun diatas mimpi indah untuk masa depan yang begitu bahagiannya.

      Ya, seketika itu aku teringat kejadian yang membuat hancurnya persahabatan yang sudah kita bangun perlahan. Kisah itu menjadi coretan tinta hitam yang kelam dan menjadikan warna lain tak berarti sebab ia yang mendominasi. Ungkapan tak kenal maka tak sayang seolah telah luntur bagi kita. Kita yang dahulu kerap kali bertegur sapa sekarang hanya melihat tanpa tergores senyum yang indah sebagai tanda kehangatan dan keramahan kita. Seolah tak kenal walaupun kenal dan itu memang terasa menyakitkan.

     Getaran handphoneku membuyarkan lamunan, dengan sigap aku langsung mengambilnya diatas meja. Ternyata hanya beberapa balasan pesan whatsapp dari kekasihku dan beberapa pesan dari yang lainnya. Ketika ku scroll ke bawah ada satu balasan pesan komentar dari orang yang tak kusangka akan membalasnya, padahal saat itu aku hanya ingin mengomentari status yang ia buat saja tanpa ada maksud apa-apa. Perasaanku campur aduk saat itu terlebih ketika melihat kata berwarna hijau bertuliskan mengetik dibawah nama dia. Aku langsung keluar dari aplikasi whatsapp dan mulai deg-degan dengan pesan apa yang akan dia kirimkan kepadaku.

   "Maaf tak mengubah apapun". Pesannya untukku. Aku langsung membalasnya  "Tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk meminta maaf!" balasku terhadap pesannya ."Maaf hanya kata" Tuturnya membalas pesanku. Ketika aku ingin mengetik pesan untuk membalasnya dia melanjutkan pesannya itu dengan mengetik kembali sebuah pesan dan aku memutuskan untuk menunggu pesannya terlebih dahulu. "Tapi tindakan lebih dari itu" lanjutnya. Awalnya kau bingung harus ku jawab apa agar dia mengerti bahwa maaf yang ku lontarkan tak hanya sebuah kata yang tak bermakna, aku juga tau dan paham betul dia mungkin masih merasakan kekecewaan yang dulu dan memang hanya kata maaf yang saat itu ada untuk disampaikan. Mungkin dia muak akan semua maaf itu.

    Aku lantas menjawab pesannya dengan tegas "Kata itu memang tak menunjukan tindakan tapi setidaknya aku tau diri kalo aku mungkin melakukan kesalahan yang dirasa atau tak kurasa". Beberapa menit setelah ku kirim pesan itu dia tak menjawab dan malah merubah tulisan dibawah namnaya itu dengan kata 'terakhir dilihat hari ini pukul 23.32'. Sudahlah aku tak mau ambil pusing dengan sikap dia yang tak berubah-berubah sejak kejadian itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun