Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal Apa Itu EUA

19 April 2021   07:00 Diperbarui: 20 April 2022   22:47 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi EUA (Spencer Davis via unsplash.com)

Belakangan ini, pembaca sekalian mungkin ada yang menyadari bahwa istilah EUA sering disebut-sebut dalam pembahasan vaksin Covid 19? Penasaran apa sih EUA itu?

Mengapa ada EUA?

Pada dasarnya sebelum suatu obat (termasuk produk biologi seperti vaksin) dapat diedarkan kepada masyarakat, obat tersebut haruslah melalui tahap pengawasan pre-market. Pengawasan pre-market ini meliputi evaluasi keamanan (safety), khasiat (efficacy), dan mutu (quality) obat.

Sebelumnya saya pernah cerita mengenai Jalan Panjang Penemuan Obat Baru. 'Baru' yang dimaksud di sini bisa berupa senyawa baru maupun efikasi baru. Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu obat baru ini diperoleh dari hasil uji Pre-klinik terhadap hewan coba (meliputi uji eksperimental In Vitro, In Vivo, dan toksisitas) dan uji klinik terhadap sukarelawan manusia yang terdiri dari 4 fase.

Untuk melengkapi semua data-data tersebut tentunya membutuhkan waktu yang lama. Bisa jadi bertahun-tahun sebelum obat baru tersebut memperoleh persetujuan edar dari badan otoritas setempat.

Masalahnya adalah, jika dalam situasi pandemi Covid 19 yang darurat seperti sekarang ini, tentunya para peneliti berkejaran dengan waktu untuk menemukan obat baru. Di sinilah dibutuhkan EUA (Emergency Used Authorization).

Mengenal EUA

EUA adalah persetujuan penggunaan obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat untuk obat yang belum memperoleh izin edar, atau obat yang telah memperoleh izin edar tapi memiliki indikasi penggunaan yang berbeda (indikasi baru) untuk kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Boleh dibilang sebenarnya EUA ini bukan izin edar, namun bisa menjadi izin edar apabila nantinya telah memenuhi persyaratan perolehan izin edar.

Namanya juga persetujuan dalam kondisi darurat, ada beberapa fleksibilitas untuk obat-obat baru ini supaya ketersediaannya tidak memakan waktu lama.

Beberapa contoh fleksibilitas tersebut misalnya, data non klinik dan klinik terkait keamanan dan khasiat obat telah memenuhi syarat minimum, data stabilita dan validasi belum lengkap. Meski demikian, industri farmasi tetap harus menyertakan surat komitmen untuk melengkapi data-data yang kurang.

Pertanyaannya sekarang, jika ada fleksibilitas, apakah obat-obat dengan EUA ini masih memiliki keamanan, khasiat, dan mutu yang sama dengan obat-obat yang yang memeperoleh izin edar sesuai jalur yang sudah ada?

Jawabannya tentu saja sama, karena obat-obat dengan EUA juga harus memenuhi kriteria/standar yang telah ditetapkan. 

Menurut Petunjuk Teknis Pelaksanaan EUA tahun 2020 yang diterbitkan oleh BPOM, kriteria EUA antara lain:

1. Telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah

2. Tersedia bukti ilmiah yang cukup terkait aspek keamanan dan khasiat obat

3. Mutu obat sesuai standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

4. Kemanfaatan lebih besar dari risiko.

5. Belum ada alternatif pengobatan atau penatalaksanaan yang memadai.

Proses evaluasi pastinya akan dilakukan oleh badan otoritas terkait bersama dengan para pakar atau peneliti terkait dan berbasis kajian analisa risiko.

Terkait pandemi Covid 19 ini, izin EUA yang sudah diterbitkan oleh BPOM misalnya untuk obat Remdesivir dan Favipiravir, serta Vaksin Covid 19 (Inactivated SARS-CoV-2 Virus dan Recombinant Adenovirus Chadox 1 Vector SARS-CoV-2).

Setelah EUA bagaimana?

Persetujuan EUA biasanya berlaku hingga pemerintah menetapkan akhir masa kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Setelah suatu obat memperoleh EUA, selanjutnya obat tersebut dapat diimpor/diproduksi dan didistribusikan sesuai ketentuan yang sudah berlaku. 

Khusus untuk distribusinya, biasanya obat EUA ini hanya diedarkan ke rumah sakit atau puskesmas yang ditunjuk, melalui distributor resmi yang ditunjuk.

Selain itu produsen, distributor, hingga fasilitas pelayanan kesehatan tersebut juga wajib melaporkan hasil produksi, pendistribusian, dan pemakaian obat EUA kepada badan otoritas terkait.

Tujuannya apa? Tentu saja untuk memudahkan pengawasan peredaran, hingga tracing apabila terjadi KTD (Kejadian Tidak Diinginkan) yang siginifikan dalam masyarakat.

Uji Klinik lanjutan juga tetap harus dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk melengkapi dokumen mutu yang masih belum lengkap.

Selain itu produsen obat EUA, bersama dengan distributor dan fasyankes terkait, wajib melakukan pemantauan farmakovigilans secara aktif.

Secara singkat farmakovigilans dapat diartikan sebagai seluruh kegiatan meliputi deteksi, assessment, pencegahan, pemahaman terkait efek samping obat, dan permasalahan lain dalam penggunaan suatu obat.

Farmakovigilans ini penting (apalagi untuk obat baru) supaya efek samping obat sekecil apapun dapat terdokumentasi, untuk digunakan sebagai data dalam pengawasan post-market dan penilaian lanjutan. Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu obat baru yang sudah diedarkan, dapat ditarik kembali apabila data pengawasan post-market-nya tidak memenuhi persyaratan. 

Tentunya pembaca sekalian ada yang pernah dengar bahwa beberapa waktu yang lalu, EUA Klorokuin dan Hidroksiklorokuin dalam pengobatan Covid 19 dicabut karena dinilai risikonya lebih besar daripada manfaatnya. Kedua obat tersebut dapat menyebabkan gangguan ritme jantung pada pasien Covid 19.

Nah, sebagai contoh implementasi farmakovigilans, kalau pembaca sekalian ada yang sudah menerima vaksin Covid 19, jangan lupa meminta kartu vaksinasi pada panitia atau nakes yang bertugas. 

Kartu vaksinasi tersebut biasanya berisi tanggal, nama vaksin, nomor batch, tanggal kedaluwarsa vaksin, hingga nomor kontak nakes yang bisa dihubungi apabila penerima vaksin mengalami KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang serius.

Oleh sebab itu, farmakovigilans ini juga perlu peran serta dari masyarakat awam dengan cara melaporkan Efek Samping Obat (ESO) atau KIPI tidak biasa yang dialami. Dengan demikian, pasien bisa memperoleh penanganan lebih lanjut secara cepat dan tepat.

Gimana, kira-kira sekarang sudah paham apa itu EUA?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun