"Mengenai pesta pembukaan Asian Games, apakah para pengungsi dan relawan tahu? Gimana perasaan mereka? Kesal?"
"Jujur saya ga tau perasaan mereka. Tapi bagi saya sebagai relawan, Asian Games itu adalah event negara yang udah terencana lama dan gempa di Lombok adalah musibah yang tidak pernah kita harapkan. Dua kondisi/situasi yang berbeda, jadi pasti berbeda cara menyikapinya.
Jimmy menutup obrolan kami dengan menyatakan ketidakpeduliannya terhadap pro kontra di media sosial. Banyak orang menyayangkan Lombok yang tak kunjung dinyatakan sebagai "bencana nasional".
"Saya engga peduli sama mereka yang ngomong begitu. Presiden, Menteri PU, Jenderal TNI dan Kapolri, semua sudah datang dan berkomitmen untuk membantu menangani bencana, itu sudah jadi bukti bahwa pemerintah pusat peduli. Â Buat saya, yang bisa kita lakukan untuk membantu, ya kita lakukan, ga perlu nunggu-nunggu mengenai kepastian status. Bantu sumbang tenaga, uang ataupun berdoa, masih lebih baik daripada hanya bisa berkomentar yang ga guna."
Menutup tulisan ini, saya tercenung; sebab tidak seperti Jimmy dan teman-temannya, saya belum melakukan apapun yang signifikan untuk membantu meringankan derita para korban bencana di Lombok.Â
Polemik politik dan perang di media sosial telah begitu lama melenakan saya, dan mungkin juga Anda, dari sisi-sisi kemanusiaan lain yang mungkin lebih nyata dari sekadar menyumbang komentar tak cerdas di postingan orang lain.
Kita seringkali merasa dan mengaku peduli, namun peduli kita masih berupa wacana, dinarasikan dengan ego dan kepercayaan diri, bahwa kita paling benar.
Alih-alih berkontribusi, jangan-jangan kita lebih jago memaki. Saatnya untuk introspeksi diri.
Kita patut berterima kasih kepada Jimmy, dan Jimmy-Jimmy lainnya di seluruh pelosok Lombok dan daerah bencana lainnya.
Apapun organisasi dan lembaga yang mengirimkan mereka, ataupun hanya langkah perseorangan, kehadiran mereka di sana mewakili kepedulian kita yang mungkin baru sebatas aduan dan keluhan kepada Yang Maha Menciptakan.