Mohon tunggu...
irmanda nyoman
irmanda nyoman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wanita bagi Indonesia Lebih Baik

Menyampaikan aspirasi dan gagasan demi kebaikan setiap wanita dan kaum marjinal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tinta Emas Sejarah, Akhirnya Seorang Perempuan Membacakan Teks Proklamasi pada Upacara HUT Ke-76 RI

19 Agustus 2021   11:43 Diperbarui: 19 Agustus 2021   12:18 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: pikiran rakyat

Padahal, kiprah perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan tak bisa dianggap sepele. Sejak masa penjajahan, perempuan aktif berorganisasi dan memperjuangkan hak kemerdekaan. Hal ini ditunjukkan dengan berdirinya organisasi-organisasi perempuan yang berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia. 

Misalnya, organisasi Pawijatan Wanito di Magelang yang didirikan pada tahun 1915 dan PIKAT (Perantaraan Ibu kepada Anak Temurun) yang dibentuk di Manado pada tahun 1917. Selain itu, di Surabaya juga ada organisasi perempuan yang dikenal dengan Poetri Boedi sejak didirikan pada tahun 1919.

Peran politik perempuan juga terus berkembang setelah Indonesia merdeka. Tercatat, pada masa Orde Lama, selain organisasi juga muncul beberapa nama perempuan yang berkiprah dalam bidang politik.

Di antaranya, Kartini Kartaradjasa dan Supeni, dua nama yang terkenal dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Tidak hanya itu, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) juga memiliki tokoh perempuan yaitu Walandauw. Demikian halnya dengan Partai Nahdlatul Ulama juga ada nama Mahmuda Mawardi dan HAS Wachid Hasyim.

Sayangnya, pergerakan perempuan sempat tersendat pada zaman Orde Baru. Organisasi perempuan dipreteli, lalu para perempuan "dikembalikan" ke ranah domestik. Semua organisasi keperempuanan hanya berkutat pada peran dan tugas domestik perempuan.

Salah satu organisasi yang terkenal pada masa itu adalah Dharma Wanita yang berdiri pada tahun 1974 dan dikenal sebagai organisasi istri pegawai negeri. Organisasi ini juga terkenal dengan programnya yang disebut PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga). 

Namun demikian, pada tahun 1980-an banyak bermunculan organisasi perempuan yang mencoba untuk keluar dari rumusan peran Orde Baru, diantaranya Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) di Yogyakarta dan Yayasan Kalyanamitra di Jakarta. 

Yayasan ini bahkan memiliki jaringan hingga ke LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), yakni LSM Solidaritas Perempuan dan LSM Rifka Annisa. Perjuangan aktivis perempuan pada masa ini tidaklah mudah sebab mereka masih harus mengubah mindset kaum perempuan terhadap kesetaraan gender.

Oleh karena itu, sepatutnya pencapaian perempuan lebih diapresiasi, terutama oleh sesama perempuan. Tidak hanya partisipasi politik, perempuan juga harus berpartisipasi dalam perekonomian, dengan mengembangkan potensi, baik itu di ranah formal, maupun informal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun