Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagia Tak Usah Dikejar, Cukup dengan Hal-hal yang Sederhana

31 Mei 2021   15:10 Diperbarui: 31 Mei 2021   21:28 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bahagia, sumber foto : Pexels

Dalam buku "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodoh Amat" karangan Mark Manson, ia pernah berkata kalau bahagia itu adalah masalah. Contohnya saat kita bahagia dengan mendapatkan pekerjaan yang jumlah gajinya Rp. 3.000.0000, di hari esok kita pasti ingin mendapatkan gaji yang lebih tinggi lagi. Tanpa disadari berapa pun gaji yang kita peroleh akan terasa kurang dan terus terobsesi mendapatkan gaji lebih. Bahagia bisa datang dari hal-hal yang sederhana. 

Beberapa hari ini saya tidak sempat menulis karena kondisi kesehatan yang mengharuskan untuk beristirahat. Saya adalah tipe orang yang ketika menulis ingin tulisan bagus dan tidak asal terbit. Kalau bahasa anak gen z menulis dengan hati sama seperti slogan sebuah bank, melayani dengan setulus hati. 

Terbaring dalam kamar membuat saya merenungi banyak hal, salah satunya tentang kebahagiaan. Kebetulan tetangga saya mayoritas masih memiliki anak kecil. Sehingga, setiap sore saya dapat melihat mereka bermain di perkarangan rumah. Saat sakit, saya melihatnya lewat jendela kamar. 

Anak-anak tersebut sangat bahagia meskipun permainan mereka hanya lompat tali bukan video games yang mahal. Melihat mereka bermain mengajarkan banyak rasa syukur di dalam hati. 

Di saat ribuan anak lainnya harus lockdown total dan tidak bisa keluar rumah, mereka justru asik bercengkrama satu sama lainnya. Bahagia hanya soal hati yang sering bersyukur. 

Bahagia itu Sederhana. 

Dulu saya termasuk seseorang yang ambisius dan sangat perfeksionis. Sekarang kadar ambisius dan perfeksionis sudah berkurang. Dulu bagi saya bahagia itu saat memiliki banyak uang dan teman dekat. Sehingga, saya mengejar kedua hal tersebut agar saya bisa bahagia. 

Kenyataannya saya salah besar. Saat memiliki banyak uang dan pekerjaan tetap, saya tidak bahagia karena merasa hidup terlalu hampa. Saya seperti orang yang hanya menunggu dari pagi ke esok pagi lagi. 

Memiliki banyak teman dekat ternyata juga tak menyenangkan. Saya menyadari bahwa semakin bertambahnya usia, circle pertemanan jadi semakin sedikit. Sedikit namun, berkualitas itulah yang saya rasakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun