Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Di Usia 25 Tahun Aku Tahu Gelar Sarjana Itu Tidak Penting

18 Mei 2021   21:19 Diperbarui: 19 Mei 2021   02:08 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto wisuda sarjana. Sumber: Pexels oleh RODNAE Productions

Dari SD hingga aku SMA aku mempunyai pandangan bahwa orang-orang yang akan sukses adalah mereka yang nilai di ijazahnya bagus. Orang-orang yang langganan peringkat pertama akan sukses dibandingkan yang selalu duduk di peringkat terakhir. Nyatanya di usia 25 tahun aku salah besar.

Sarjana itu tidak penting. 

Mempunyai pandangan bahwa orang yang sukses adalah mereka yang selalu bagus secara akademis membuat aku terobsesi sekali dengan nilai. Padahal sebenarnya tujuan dari belajar bukanlah nilai namun, ilmu. 

Dua bulan menuju usia 25 tahun, aku mengalami fase quarter life crisis dan bisa dibilang titik balik dalam memandang hidup. Saat itu aku rasanya ingin menyerah akan kehidupan yang keras. 

Aku selalu bertanya kok bisa ya padahal nilainya jauh di bawah aku? Sering juga dihina karena dulunya aku adalah anak pintar langganan juara kelas namun, di masa depan belum jadi apa-apa. 

Saat usia 25 aku menyadari bahwa memiliki gelar sarjana itu tidaklah begitu penting. Ada banyak orang sukses yang tidak kuliah namun, tentunya juga banyak orang sukses yang berkuliah. 

Tidak ada yang salah dengan kuliah, yang salah cara pandangku yang memandang sukses sesimpel nilai yang ada di ijazah. Berambisi untuk memiliki nilai IPK tinggi nyatanya tak terlalu berpengaruh di masa depan. Wajar saja jika seorang Elon Musk pernah berkata"bangun skills nyata jangan hanya mengumpulkan gelar" 

Foto oleh Ahmet Azakli dari Pexels
Foto oleh Ahmet Azakli dari Pexels

Bangku kuliah jangan hanya mengejar nilai akademis. 

Jika bisa mengulang kembali waktu kuliah tentu saja ada banyak hal yang ingin aku ubah. Sayangnya tentu saja tidak bisa. Setiap hal yang terjadi tentu saja ada sisi baik dan sisi buruk. Sisi baik yang aku dapatkan dari quarter life crisis tersebut adalah aku mulai merintis bisnis sendiri. 

Aku juga mulai menganalisa mengapa banyak sekali pengangguran di Indonesia yang berasal dari lulusan sarjana. Hal tersebut dikarenakan sistem pendidikan di Indonesia yang hanya mengajarkan kurikulum di kelas. Jika anak SD ditanyai setelah tamat mau kemana? Tentu dengan mudahnya mereka akan menjawab ingin melanjutkan ke SMP. 

Kasus tersebut jauh berbeda saat memasuki bangku universitas. Banyak kasus teman-temanku yang kebingungan ketika ditanya langkah selanjutnya setelah kuliah. Rata-rata memang mereka akan langsung menjawab bekerja. 

Sayangnya ketika fakta di lapangan berbeda dengan ekspektasi, mereka cenderung menunggu hingga ada yang sesuai. Ada juga yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi daripada dianggap pengangguran. 

Permasalahannya adalah sistem pendidikan di Indonesia cenderung membosankan sehingga tidak mengajarkan nilai-nilai kreativitas dalam pembelajaran. Jika kampus mampu membuat orang jadi lebih kreatif tentu akan ada banyak pengusaha muda yang bisa melihat peluang. Padahal dengan sumber daya alam yang begitu banyak, ada banyak sekali peluang usaha. 

Jumlah pengusaha di Indonesia sendiri hanya kurang lebih 3% dari total jumlah penduduk. Hal ini tentu sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga (Malaysia) yang memiliki jumlah pengusaha 6% dari total jumlah penduduk. Seharusnya dengan jumlah penduduk yang banyak akan ada banyak juga pengusaha yang bertumbuh di negeri ini. 

Berhubung sudah pernah memasuki bangku kuliah, ada 3 hal yang ingin aku katakan kepada yang atau akan memasuki bangku kuliah. 

1. IPK penting namun, jangan lupa untuk belajar banyak hal lain di luar kelas. 

Ketika memasuki dunia kampus artinya kita dituntut untuk bertanggung jawab untuk belajar dengan rajin dan menyelesaikan kuliah. Meskipun bukan penentu utama kesuksesan namun, IPK tetap penting. Bagiku IPK di atas 3 sudah cukup membuktikan kalau kita bertanggung jawab di bangku kuliah. 

Di bangku kuliah ada banyak sekali fasilitas untuk belajar. Belajar cara berkomunikasi, ada organisasi tempat kita bisa belajar berkomunikasi. Ingin menjadi seorang pengusaha? Ada banyak forum di bangku kuliah dan juga dana hibah untuk modal. 

2. Tekunin hobi dari bangku kuliah. 

Satu hal yang aku sesali adalah baru menekuni hobi menulis di umur 24 tahun. Padahal aku sudah mulai ikutan kompetisi menulis sejak SMA namun, tidak pernah memperdalam hobi lebih dalam. 

Hobi apapun itu bisa mendatangkan uang dan aku percaya itu. Ada teman yang hobi sekali dengan make up dan mulai membuat akun youtube sejak kuliah. Tentunya sekarang ia sudah bisa menghasilkan uang dan telah memiliki 200 ribu pengikut di youtube. 

3. Perluas lingkup pertemanan dan cari mentor yang tepat. 

Saat kuliah aku pernah beberapa kali terpilih mengikuti forum baik itu regional maupun nasional. Dalam forum tersebut ada banyak sekali orang hebat yang cocok dijadikan mentor. Sayangnya aku tak begitu tertarik. 

Saat mulai merintis bisnis aku baru sadar betapa pentingnya seorang mentor. Jadi buat kalian yang atau akan memasuki dunia kampus, perluas lingkup pertemanan dan temukan mentor yang tepat. Sebenarnya ada atau tidak ada mentor, mimpi tetap bisa tercapai namun, bersama dengan mentor jalan menggapai mimpi menjadi lebih cepat. 

Sekian tulisan dari aku yang baru memasuki usia 25 tahun ini. Tentunya pengalaman hidup belum sebanyak orang lain. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak orang. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun