Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Anak Pintar di Sekolah Kalah dengan Kehidupan

5 April 2021   19:21 Diperbarui: 9 April 2021   07:54 2389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman-teman SMA saya adalah sekelompok orang yang sering sekali mengadakan acara reuni. Dalam satu tahun entah berapa kali acara reuni diadakan. Meskipun begitu saya adalah tipe orang yang jarang sekali bisa hadir di reuni, entah kadang mager atau sedang berhalangan hadir. 

Sampai pada akhirnya saya bisa menghadiri reuni tersebut. Seperti halnya reuni, sedikitnya ada ajang pamer, dan juga membuat saya sedikit terkejut. Kenyataan yang saya dapati adalah anak-anak yang rangkingnya 10 ke bawah lebih sukses daripada mereka yang selama ini langganan 10 besar. 

Kenyataan tersebut membuat saya bertanya-tanya, jadi selama ini untuk apa sekolah, jika ujungnya di kehidupan, nasib bukan ditentukan oleh nilai-nilai yang sudah diperoleh di sekolah? Kenapa guru selalu menyuruh murid untuk belajar yang rajin dan menjadi pintar? Padahal banyak anak yang pintar di sekolah kalah di kehidupan.

Jadi untuk apa sekolah ? 

Ketika SD, seseorang perlu ijazah SD dan nilai yang bagus agar bisa melanjutkan ke SMP yang bagus. Selesai SMP, perlu Ijazahnya dan nilai yang bagus, agar bisa melanjutkan ke SMA yang terbaik. Tamat SMA, perlu ijazah dan nilai yang bagus pula agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Selesai dari perguruan tinggi ternyata ijazah tidaklah terlalu menentukan kehidupan seseorang. Itulah mengapa ada kalimat yang mengatakan "jika nantinya anak IPA akan dipimpin oleh anak IPS". 

Tak usah jauh-jauh, kenyataannya mereka yang duduk di bangku dewan sekarang ada yang hanya lulusan SMA. Sedangkan orang-orang yang memiliki impian untuk menjadi ASN harus memiliki gelar sarjana terlebih dahulu. Jadi buat apa sekolah jika yang tak sekolah saja bisa sukses? 

Bukan pendidikan yang salah tapi, sistem dan keinginannya yang salah. Dulu ketika saya ditanya " buat apa sekolah dengan rajin?" Maka jawaban saya " biar dapat nilai yang bagus". Seharusnya sekolah untuk mendapatkan ilmu bukan nilai. 

Di satu sisi murid juga tak salah jika tujuannya mengejar nilai. Selama ini mereka lebih dihargai jika nilai tinggi, di keluarga saja yang jadi pertanyaan rangking berapa?. Oleh karena itu, banyak yang rela menyontek agar memperoleh nilai yang tinggi. 

Kebanyakan anak yang pintar secara akademis tak tahu apa hobi mereka atau pelajaran yang mereka sukai. Mereka ingin menonjol di semua bidang pelajaran.

Sehingga, ketika memasuki perguruan tinggi mereka cenderung memilih jurusan impian bagi kebanyakan orang dan berakhir dengan pikiran salah jurusan. Sedangkan anak yang memiliki rangking di luar 10 besar, tau apa hobi mereka dan mimpi ke depannya. 

Teman saya contohnya, dulu dia tak pintar secara akademis namun, memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia make up. Selepas SMA meskipun ia memilih kuliah di jurusan kesehatan akan tetapi sekarang bekerja sebagai seorang make up artist yang terkenal. 

Nilai secara akademis tak menjamin masa depan seseorang. Seharusnya sistem pendidikan juga berbenah karena tak semua anak mampu di semua bidang pelajaran. 

Guru saja hanya mengerti satu pelajaran, mengapa murid dipaksa untuk memahami semua mata pelajaran?. Jika memang agar murid dapat memahami dasar-dasar pelajaran, cukup ajarkan matematika dasar, IPA dasar, agama, dan pengetahuan kebahasaan. 

Berhenti mengatakan "kamu buat apa asik menggambar saja, memangnya menggambar bisa menjamin masa depan cerah". Guru tersebut tak tahu ada jurusan desain komunikasi visual yang memerlukan kemampuan yang baik.

Di kehidupan nyata harus berani untuk "keluar dari zona nyaman" 

Foto oleh Kaboompics.com dari Pexels
Foto oleh Kaboompics.com dari Pexels

Kebanyakan teman-teman saya yang pintar memiliki keinginan untuk bekerja di perusahaan ternama setelah lulus kuliah. Ada yang berhasil tentu saja ada yang gagal. 

Sementara teman saya yang tak pintar secara akademis memiliki pemikiran lain. Mereka rata-rata punya ketertarikan pada satu bidang dan ingin membangun bisnis di bidang tersebut. 

Sama seperti teman saya yang pintar secara akademis, tentu ada yang gagal dan ada yang berhasil. Resepnya untuk berhasil adalah harus berani keluar dari zona nyaman. Ternyata perjalanan merintis usaha tak mudah, ada jatuh bangun sampai ingin menyerah. 

Saya tidak menjudge seseorang yang ingin pintar secara akademis namun, hanya ingin meluruskan jika ingin sekolah maka kejar ilmu bukan nilai. Jangan sekolah hanya untuk mencari nilai karena ketika ada di kehidupan nyata hidup tak melulu berpihak pada ijazah. Terima kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun