Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mimpi Anarchy Society Desolusi: Kritik/Manifesto 4.0

23 Juni 2020   14:42 Diperbarui: 23 Juni 2020   14:40 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap manusia memiliki mimpi dan setiap mimpi adalah caranya untuk bertahan hidup karena harus mewujudkan mimpi-mimpi.

Sekarang, apakah kamu memiliki mimpi? ,mimpi menjadi pengusaha kaya raya lalu menjadi orang yang dermawan? Itukah mimpimu? Mimpi kebanyakan orang yang  terbius oleh halusinogen dari paham kapitalisme.

Setelah mengeksploitasi alam dan membuat berbagai bencana dan kesenjangan sosial yang tinggi lantas kamu ingin menjadi seorang dermawan.

It's not my bussines, jika kamu memimpikan itu. Memang pada awalnya kapitalisme diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat namun pada kenyataannya kesenjangan sosial dan kelas semakin tinggi.

Untuk menjadi kelas yang paling tinggi kamu harus merangkak dengan penuh tekad dan keyakinan yang kuat walau pada akhirnya usaha dan angan-angan itu gagal, bisa jadi karena bencana alam, perang atau pandemi.

Semua itu tak akan terwujud kalau kamu mengangankan dominasi kelas itu. Setiap manusia berhak mimpi tapi setiap mimpi berhak tahu kenyataan.

Pandangan radikal tentang sebuah tatanan yang ideal mendarah daging di dalam pikiran dan menjelma pada ucapan yang menjadi buih kosong.

Degradasi moral terus merosot seiring perkembangan teknologi semakin maju, modernisme tak kenal lelah mencari solusi untuk memecahkan masalah menjadi masalah baru yang harus diselesaikan.

Peralatan canggih yang cepat rusak membuat kejokenmodiner machine baru yang menjadi bangkai-bangkai yang tidak bisa dioleh dan menjadi penyakit bagi bumi. Kapitalisme merebak dan dicita-citakan penduduk dari low class sampai upper class society.

Kehidupan urban yang majemuk tidak terlepas dari segregasi dan menciptakan post-primordialisme yang mengagugkan kelompoknya sehingga menimbulkan prasangka kelompok.

Problemnya adalah ketika primordial menjadi minor ditengah masyarakat yang majemuk namun stereotipe melekat pada masyarakat urban membuat opresi moral terhadap mereka yang minor.

Apalagi ditambah ideologi yang membuat masyarakat urban teriak jegal kepada kelompok minor dengan berbagai umpatan sadisme yang memuaskan hasrat bengis dan pada akhirnya jatuh menjadi huru-hara moral.

Pembangkangan bukan saja menjadi argumentasi untuk tetap eksis ditengah masyarakat urban. Kesenjangan diantaranya memunculkan tatanan baru dengan pemahaman anti kemapanan yang ditengah-tengah festival budaya kota hadir sebagai tunas budaya sub kultur.

Itu berakhir pada Pemberontakan kontemporer pada musik borjuis di Amerika Serikat, dan mereka menyatakan dirinya sebagai masyarakat yang tidak merdeka. P.U.N.K.

Hadir ditengah hingar bingar metropolitan New York untuk mengkritik penindasan yang terjadi akibat kapitalisme. Ekonomi menjadi bangku hantam oleh para tuan-tuan pemilik modal dan mengagaskan sebuah pandangan yang baru dan lebih sejahtera.

Namun, pada kenyataanya ekosistem rusak parah, polusi dimana-mana orang-orang merubah gagasannya menjadi suistainble development.

Kehidupan penuh polutan, kesenjangan sosial kemudian harus dihadapkan pada konflik horizontal dan protes kebijakan ketenagakerjaan menyadarkan kelas pekerja memiliki peran sejarah yang begitu besar dalam proses kapitalisme.

Belum lagi soal konflik yang disinggung diatas membuat para imigran terhenti di trotoar jalan samping rumah detensi pencari suaka.

Para pengungsi ini bertujuan ke negara kangguru sana akan tetapi negara yang ditujunya sudah menyetop sehingga menyebabkan statelessness. Kita dipertontonkan pada kekacauan kekuasaan dan politik ideologi internasional dan hegemoni HAM Universal yang dari paham liberalisme ditolak karena trauma akan kolonialisme. Kondisi politik global yang secara harafiah diartikan sebagai kepentingan adidaya.

Alih-alih menciptakan perdamaian tapi perang semakin ramai. Negara dan kekuasaanya serta pengaruh pasarnya mampu bertindak opresi kepada masyarakat, ditambah sekarang para pemuka agama, tokoh politik, kelompok primordialisme dan supremasi mampu melanggengkan opresi terhadap orang lain.

Sebuah tatanan baru yang diimajinasikan sejak lama, sejak kemunculan kapitalisme ada dan menghegemoni. Sosialisme lewat kongresnya telah melahirkan gerakan buruh besar di Kanada dan Amerika Serikat yang dikenal dengan May Day suatu saat seperti hari ini. Pada seorang filsuf Jerman, sosialisme menjadi sebuah manifesto komunisme.

Marx dan Frederich Engels bertanggung jawab atas buku manifestonya. Eropa sepertinya dikerubungi hantu, hantu komunis. Berlaku juga di Indonesia paska G30SPKI ini, komunis ibarat hantu kafir yang harus dilawan dan diusir dari jagat nusantara.

Komunisme berakhir menjadi negara seperti Uni Soviet dan menjadikan pemerintahannya terkenal sebagai pemerintahan diktator proletariat dan menciptakan sebuah dominasi baru yaitu dominasi birokrasi. Sehingga tatanan baru ini bukanlah suatu problem solving dari kesenjangan sosial dan kerusakan alam serta konflik lainnya yang disebabkan oleh negara dan kapitalisme.

Kapitalisme sejak awal menjadikan bumi sebagai modal untuk menjadikan peradaban lebih maju. Mengeksploitasi bumi tanah kelahiran dan tanah okupasi lewat jalur kolonialisme membuat kapitalisme semakin jaya dan menjadi ilusi bersama yang kita yakini lewat uang.

Anarkisme hadir memberantas semua bentuk penindasan dan bentuk dominasi yang diciptakan paham-paham lainnya.

Mulai dari dalam dirinya dia menyadari bahwa penindasan telah terjadi dan sudah seharusnya manusia itu ingin bebas tanpa belenggu. Liberalisme membawa pandangan serta pemikiran bahwa manusia pada dasarnya baik, itulah yang membuat berbagai pandangan tentang pembebasan muncul.

Gagasannya adalah yang disebutkan oleh Hedley Bull yang menjadi buku The Anrchial Society : A Study in World Politics. Sebuah tatanan masyarakat yang damai tanpa adanya aturan yang membelenggu, tidak adanya negara dan semua hidup mematuhi prinsip Hak Asasi Manusia.

Prinsip tersebut biarlah menjadi pedoman moral bersama dan kita hidup sebagaimana manusia yang bebas tanpa adanya yang lebih tinggi, kita setara dan tidak adanya patriarki atau dominasi dan supremasi ras unggulan. Tatanan seperti ini sering kali dianggap utopis oleh pemikir kapitalisme.

Dengan kompleksnya permasalahan modernisme dan kapitalisme dijawab oleh para pemikir Anarkis, bahwa dominasi kelas dan kekuasaan serta eksploitasi terhadap bumi tidaklah menjadi jawaban untuk masalah kesenjangan sosial, supremasi dan konflik.

Gagasan anti penindasan dalam bentuk apapun hadir oleh gagasan besar anarkisme, namun yang dipahami publik tentang anarkisme adalah sebagai paham yang menganjurkan bom, pembakaran, serta orang-orang yang melakukan vandalisme.

Pokoknya persepsi publik pada anarkisme adalah tentang kriminal. Padahal yang dicita-citakan adalah kehidupan tanpa hingar bingar konflik hanya saja ada sebuah paham untuk melancarkan revolusi maka perlu senjata. Kadang anarkis lebih senang menyebutnya insureksi, karena insureksi ibu bagi revolusi katanya.

Pemikiran seperti ini harus ditentang karena anarkisme itu tidak mendominasi dan opresi apalagi meng-ibu-kan sebuah bombardir molotov sebagai defense.

Padahal feminisme menentang bentuk penindasan terhadap gender apapun itu sedangkan ibu adalah perempuan dan tujuan feminisme yaitu tidak menindas yang lain. Oleh karena itu segala bentuk penindasan biarlah menjadi kata penindasan yang tidak memiliki ibu. Insureksi tetaplah insureksi, apalagi menjadi ibu.

Perjuangan menghapuskan penindasan harus tetap dilaksanakan karena dibelahan bumi manapun penindasan kerap terjadi dalam bentuk apapun, aktornya bukan Cuma negara dan kapitalisme. Tetapi para pemuka agama, tokoh politik, budayawan serta para kelompok supremasi.

Negara bisa menindas dengan pembiaran, kapitalisme bisa menindas karena menciptakan kelas, dominasi dan eksploitasi serta masih banyak lainnya. Para tokoh juga bisa menjadi penindas ketika mereka bicara bahwa apa yang tidak sesuai dengan ajarannya dan bisa saja tokoh melontarkan ujaran yang keras dan brutal.

Sementara anarkisme masih berjuang lewat berbagai pemikiran baru ditambah lagi dengan feminisme menjadi bahasan yang penting di dunia internasional. Semuanya adalah mimpi yang harus diperjuangkan untuk kehidupan manusia lebih baik.

Akan tetapi mimpi buruk juga ikut andil dalam perjuangan dan sayangnya mimpi buruk ini disembunyikan. Sebutan untuk mimpi yang indah adalah utopia dan sebutan mimpi buruk adalah distopia, kebutuhan akan mimpi adalah kebutuhan untuk bertahan hidup.

Sekalipun mimpi itu buruk, mimpi tetaplah mimpi. Tinggalah tertawa atas mimpi-mimpi yang telah diwujudkan dan mimpi-mimpi yang gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun