Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menggali Nasionalisme dari Tokoh Komunis, Tan Malaka

3 Mei 2020   14:18 Diperbarui: 3 Mei 2020   14:27 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Tan Malaka oleh Penulis

Apa yang anda bayangkan ketika mendengar kata Nasionalisme? Mungkin yang terbayang dari pikiran anda adalah sebuah bendera Indonesia dikibar-kibarkan oleh anda, disuatu tempat yang mungkin butuh perjuangan untuk sampai di sana. Contohnya seperti di gunung atau bahkan saat anda menyelam di dasar laut bersama terumbu karang. 

Tapi yang jelas nasionalisme tidak hanya sebatas mengibarkan bendera bahkan lebih dari itu. Mungkin anda juga sering mendengar slogan NKRI Harga Mati disetiap sudut gang saat perayaan Hari Merdeka 17 Agustus 1945. 

Nasionalisme merupakan paham untuk mencintai bangsa, negeri, tanah air sendiri. Nasionalisme hadir dalam diri setiap individu sebagai bentuk cinta kasih terhadap negaranya. Banyak tokoh-tokoh yang patut kita jadikan teladan dalam mencintai tanah air. 

Mari kita lihat rasa nasionalisme dari tokoh besar bangsa ini dalam menciptakan bangsa ini sebagai republik, Yaitu Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. 

Ia adalah sosok revolusioner, yang mencoba menggabungkan Komunis dengan Islam (Pada pidatonya dalam Kongres Komunis Internasional di Moskow tahun 1922, dia menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan berhasil melawan kolonialisme tanpa bergabung dengan pan-Islamisme), beliau juga adalah bapak republik dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Karena kisah dan perannya dalam membentuk republik, oleh sebab itu perlulah kita menggali rasa nasionalisme dalam dirinya.

Dikenal sebagai seorang komunis, Tan Malaka dicap tidak mempercayai Tuhan, namun ia membantahnya dengan berkata "dihadapan manusia saya adalah seorang komunis, dihadapan Tuhan saya adalah seorang muslim." Karena beliau adalah salah satu anggota Partai Komunis Indonesia akhirnya dia mendapatkan label anti-Tuhan. Sebagai muslim Tan Malaka hafal Al-Qur.'an. 

Beliau juga sangat menginginkan Indonesia merdeka seratus persen karena beliau tidak menginginkan bernegosiasi dengan maling di dalam rumahnya sendiri. 

Namun di dalam partai dia dianggap pengkhianat, dianggap sebagai penganut Trotskysme kemudian Musso bersumpah akan menggantung kepala Tan Malaka. Oleh sebab itu Tan Malaka diberi testamen untuk memimpin revolusi apabila Soekarno meninggal atau diculik namun oleh Tan Malaka tidak diterima, Tan Malaka lebih memilih menopang dari belakang. 

Upaya Soekarno itu mendapat kritik dari Hatta, kemudian Hatta mengajukan tiga nama baru untuk masuk kedalam penerima testamen tersebut. Dari sinilah peran Tan Malaka sangat berarti bagi Soekarno untuk meneruskan kepemimpinan revolusi karena bukan suatu pesan yang ringan untuk menyerahkan sebuah kepemimpinan revolusi dan Tan Malaka mendapatkan keyakinan itu dari Soekarno. 

Namun sangat disayangkan Tan Malaka mati atas tuduhan pemberontakan melawan pemerintah, karena baginya bergeriliya adalah satu-satunya cara untuk merdeka seratus persen, bagi beliau jalur diplomasi adalah merdeka setengah-setengah. Menurut Tan Malaka, merdeka setengah-setengah adalah nonsens.

Berkelana adalah jalan ninja Tan Malaka dalam menciptakan sebuah tatanan msayarakat tanpa kelas sosial dan merdeka seratus persen. Dalam kelananya Tan Malaka kerap diburu dan dicari oleh mata-mata Pemerintah Hindia-Belanda. Lahir dari sebuah kultur serap masyarakat oleh tuan tanah di Sumatera Barat akhirnya dia melancong ke Belanda dan bercita-cita untuk mendirikan sebuah bangsa republik. Kemudian kembali lagi ke tanah air, tepatnya di Deli, Sumatera Utara. 

Lalu mengajar disebuah sekolah disana, kemudian dia mengusulkan untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak buruh namun ditolak oleh kapitalis komprador karena dengan alasan akan menguras banyak biaya dan bisa menjadikan anak-anak sebagai pembangkang. Gagal membuat sekolah di Deli akhirnya Tan Malaka memutuskan untuk pergi ke Semarang dan bergabung dengan Sarekat Islam. 

Dalam Sarekat Islam, Tan Malaka berupaya menggabungkan Komunisme dengan Islam karena tujuannya sama yaitu melawan Kapitalisme. Kemudian di Jakarta ia dibuang ke Belanda lalu aktif sebagai calon anggota parlemen nomor 3 di Partai Komunis. 

Dari Belanda ke Jerman, di Jerman ia melamar sebagai tentara namun ditolak, akhirnya dia bertemu dengan Darsono, yaitu seorang pentolan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1922 mewakili Indonesia dalam Konferensi Internasional atau Komintern di Moskow. Dan dipilih sebagai wakil Komitern untuk Asia Timur di Kanton. 

Di Kanton, Tan Malaka menulis Naar de Republik yang kemudian dibaca oleh Soekarno. Tan Malaka terus berkelana sampai mendengar kabar ayahnya meninggal ia masih berkelana di tengah bom bardir perang dunia. Terus berkelana ke Singapura, kemudian mendirikan Partai Republik di Bangkok, Thailand. Pindah ke Filipina ditangkap dan diusir ke Pulau Amoy, China. Dari Amoy ke Shanghai. Di Shanghai, Tan menuju Hong Kong, di sinilah dia ditangkap. 

Pelarian demi pelarian dilakukan Tan Malaka. Sampai pada Tahun 1942 dia berada di Medan dan mengaku sebagai Legas Hussein. Kemudian di Bayah dia mendirikan sebuah gerakan bawah tanah untuk mengusir kolonialisme dan untuk merdeka seratus persen. Pada saat ditangkap di Hong Kong, Tan Malaka berkata bahwa suaranya akan lebih keras dari alam kubur.

Tan Malaka meninginkan rakyat bisa berpendidikan kemudian melawan penjajah dengan bergeriliya bukan dengan jalur diplomasi. Rasa ini hadir dalam diri Tan Malaka karena dia merasakan dan menyaksikan maling-maling itu merampas tanah kelahirannya. Oleh karena itu merdeka seratus persen adalah pilihannya. Tan Malaka tidak mau merdeka setengah-setengah. 

Kemudian tentara republik Indonesia menangkap dan mengeksekusi Tan pada 21 Februari 1949. Atas tuduhan melawan Soekarno-Hatta. Kala itu Tan bersama Jendral Sudirman sedang melawan agresi milliter belanda.

Dibalik perjalanannya mengelilingi dunia ia harus mati oleh bangsanya sendiri. Oleh pemerintahan Soekarno-Hatta yang memberikan testamen kepemimpinan revolusi. Sangat disayangkan setelah kematiannya naskah testamen itu menjadi problematika politik dan akhirnya dirobek dan dibakar oleh Soekarno sendiri. 

Tan yang hidup dalam belantara revolusi harus menulis dari penjara ke penjara. Tan yang mendirikan sekolah rakyat harus mati dieksekusi karena tidak setuju dengan perundingan yang baginya berunding dengan maling dirumahnya sendiri adalah tindakan yang tidak masuk akal.

Nasionalisme baginya sangat penting. Namun stigmatisasi publik hari ini masih menjadikan Tan Malaka sebagai tokoh komunis yang tidak meyakini Tuhan. 

Padahal Tan mengaku sendiri bahwa dia seorang muslim dihadapan Tuhan. Dan Tan Malaka lah orang yang mengupayakan bersatunya komunisme dengan islam. Hari ini paska reformasi, masih saja ditemui stereotipe tentang komunisme. Seperti pernah terjadi pada pembubaran Monolog Tan Malaka Rusa Berbulu Merah di Bandung yang dicekal oleh kelompok ormas yang mengatasnamakan agama. 

Tan Malaka adalah bapak bagi republik ini, suaranya akan terus terdengar keras walau dalam kubur. Mempelajari nasionalisme dari beliau menurut saya adalah berupaya untuk menjadi sosok yang terus melawan atas segala bentuk penindasan dan segala hal yang merugikan bangsa ini kedepannya. 

Seperti dapat kita melihat di negeri ini masih banyak orang yang tergusur tanahnya atas nama pembangunan dan menyaksikan uang yang seharusnya untuk biaya pendidikan serta kesehatan akhirnya masuk dalam rencana anggaran pemindahan Ibu Kota Negara. 

Nasionalisme itu artinya merdeka seratus persen dan tidak berunding dengan maling di dalam rumah. Nasionalisme itu menjaga, merawat rumah serta manusia di dalamnya mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun