Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dilema Liga Europa, Antara Gengsi dan Prestasi

26 Februari 2021   21:25 Diperbarui: 27 Februari 2021   03:18 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UEFA Europa League 2021. | foto: en.as.com

Babak 32 besar Liga Europa 2021 telah usai digelar. Dua leg dihelat dengan lancar walau ada kontestan tuan rumah yang harus menjadi musafir akibat adanya pembatasan Covid-19 di negaranya. Hasilnya, beberapa klub besar melaju mulus, tapi ada pula yang tersungkur lebih dini.

Leicester City misalnya. Skuad asuhan Brendan Rodgers ini sebenarnya sedang tampil apik di kompetisi domestik. The Foxes tengah duduk di peringkat 3 Premier League setelah di dua laga terakhirnya sukses menundukkan Aston Villa dan Liverpool.

Ironisnya, hasil jomplang ditelan Leicester di Liga Europa. Dinihari tadi (26/2) Jamie Vardy dkk takluk 0-2 dari tamunya asal Ceko, Slavia Praha. Agregrat menjadi 2-0 untuk kemenangan Slavia yang memastikan diri melaju ke babak 16 besar.

Hasil serupa juga menimpa wakil Eredivisie Belanda, PSV Eindhoven. Juara Liga Belanda 24 kali itu gagal melaju ke babak 16 besar Liga Europa setelah kalah agregat 5-4 dari wakil Yunani, Olympiacos. Kekalahan 4-2 di leg 1 hanya mampu dibalas kemenangan 2-1 di leg 2.

Hasil mengecewakan juga dialami Lille. Lille adalah pemuncak sementara Ligue 1 Prancis, tapi status tersebut tak berarti kala berjumpa Ajax. Di dua pertemuannya, Lille tak mampu sekalipun mengalahkan Ajax.

Lille masih lebih terhormat, sebab mereka kalah dari raja Liga Belanda. Nasib Lille masih bisa dimaklumi, tidak seperti nasib Napoli yang tersungkur di kaki wakil Spanyol, Granada. Napoli kalah agregat 2-3 dari Granada yang memulai petualangannya di Liga Europa dari babak kualifikasi.

Skor akhir pertandingan babak 32 besar Liga Europa. | foto: Twitter @peluitpanjangid
Skor akhir pertandingan babak 32 besar Liga Europa. | foto: Twitter @peluitpanjangid
Walaupun beberapa nama besar sudah gugur, tapi masih ada beberapa klub besar yang lanjut. Namun, tidak semua klub yang difavoritkan juara lolos ke babak 16 besar Liga Europa dengan jalan yang mulus.

Arsenal misalnya. Meriam London ini tengah tampil angin-anginan sejak awal musim. Hingga pekan ke-25 Premier League, anak asuh Mikel Arteta masih berada di luar 10 besar. Penampilan buruk di liga ternyata menular di Liga Europa, khususnya saat berhadapan dengan Benfica di babak 32 besar.

Imbang 1-1 di pertemuan pertama, giliran Arsenal menjamu Benfica di Stadion Karaiskakis, Piraeus, Yunani, Jumat (26/2) dinihari WIB. Arsenal harus jadi tim musafir di leg 2 karena terkendala aturan pembatasan Covid-19 di London, Inggris.

Hingga menjelang pertandingan usai, skor masih 2-2 dan secara matematis Benfica unggul gol tandang, sehingga Arsenal butuh 1 gol untuk memastikan langkah ke babak selanjutnya. Beruntung mereka punya Aubameyang yang mencetak gol kemenangan di menit ke-87.

Langkah susah payah Arsenal berbanding terbalik dengan 2 wakil Inggris lainnya, Tottenahm Hotspur dan Manchester United. Spurs yang relatif mendapat lawan mudah, yaitu Wolfsberger AC sukses mengalahkan wakil Austria itu dengan agregat 8-1.

Pun sama sengan MU yang datang ke Liga Europa sebagai tim buangan Liga Champions. Mendapat lawan Real Sociedad yang diperkuat David Silva, MU mulus-mulus saja melaju ke babak selanjutnya dengan kemenangan agregat 4-0.

Akan tetapi, Arsenal tak usah berkecil hati, sebab ada yang penampilannya lebih mengkhawatirkan ketimbang mereka. Klub itu adalah AC Milan, salah satu wakil Serie A Italia yang lolos ke babak 16 besar hanya bermodal keunggulan gol tandang saja.

Dipertemukan dengan juara Liga Champions 1991 dari Serbia, FK Crvena Zvezda alias Red Star Belgrade, Milan yang lebih diunggulkan hanya memetik dua hasil imbang. 2-2 di leg 1 dan 1-1 di leg 2 yang digelar di San Siro. Sebuah hasil yang jauh dari kata memuaskan.

Selepas pertandingan saja banyak media yang lebih memuji penampilan Red Star yang dilatih legenda Inter, Dejan Stankovic. Red Star tersingkar dengan kepala tegak, begitu narasinya. Intinya, walau lolos ke babak selanjutnya, penampilan Milan mendapat kritik tajam.

Padahal, tampil di Liga Europa adalah sebuah kesempatan besar buat Milan usai bertahun-tahun gagal lolos ke kompetisi Eropa. Sebuah ujian pula setelah racikan Stefano Pioli mulai tumpul di kancah domestik.

Lalu, apakah Liga Europa memang sepenting itu buat tim sekelas AC Milan dan Arsenal? Bagaimana pula dengan Manchester United yang malah lebih keliatan serius di Liga Europa ketimbang Premier League?

Menilik dari hasilnya, kontestan yang lolos ke babak 16 besar diisi mayoritas oleh klub yang haus gelar. Klub yang menaruh harapan meraih trofi di kancah Eropa setelah kemungkinan mereka merengkuh gelar domestik terbilang tipis.

Wakil Inggris misalnya. Arsenal dan Spurs rasanya sudah sulit jadi juara Liga Inggris. Spurs memang masih punya kesempatan juara di final EFL Cup yang baru akan digelar April nanti. Namun, pamor Liga Europa jelas jauh di atas EFL Cup.

Pun sama dengan MU. Walau kini sedang duduk di posisi kedua di klasemen Premier League, butuh keajaiban bagi anak asuh Ole Solskjaer untuk juara. Sebab, di posisi 1 ada Manchester City yang berjarak 10 poin dengan MU. Ingat, anak asuh Pep Guardiola itu suka lupa caranya berhenti ketika sudah berlari kencang.

Lagipula, Liga Europa adalah pelarian terbaik MU usai tersingkir memalukan dari Liga Champions. Setelah buat ulah dengan bikin status "Gini Doang Grup Neraka?", Paul Pogba dkk terlempar dari kompetisi tertinggi Eropa itu. Selain itu, MU bisa berusaha mendapat apa yang mereka gagal dapatkan musim lalu, yaitu trofi Liga Europa.

Musim lalu, MU sudah jauh-jauh sampai babak semifinal. Sayangnya Sevilla menjegal mereka, lalu menjadi juara kemudian. Ada kekecewaan mendalam saat itu. Apa yang dialami MU sesungguhnya sama dengan apa yang dirasakan Inter musim lalu.

Rival sekota Milan itu jauh lebih nyaris ketimbang MU. Inter melaju hingga final sebelum kandas dari Sevilla dan ironisnya, di laga itu Romelu Lukaku bikin gol bunuh diri. Baik MU dan Inter sangat terpukul dengan pencapaian mereka.

Bandingkan dengan semifinalis Liga Champions musim lalu. Leipzig dan Lyon justru dipuji atas pencapaian mereka, pun sama dengan PSG yang jadi runner-up. Namun, MU dan Inter yang statusnya semifinal dan finalis justru jadi pesakitan. Apa sebabnya?

Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari pamor Liga Europa yang jauh di bawah Liga Champions. Ya, jauh di bawah. Bagaimanapun, klub besar yang berlaga di Liga Europa terlanjur difavoritkan terlalu dini untuk jadi juara. Siapapun mereka dianggap mampu berkuasa karena persaingan Liga Europa yang tak seketat Liga Champions.

Bagi klub-klub di luar 5 liga top Eropa, juara di Liga Europa adalah sebuah prestasi prestisius. CSKA Moscow, Zenit St. Petersburg, dan Shakhtar Donetsk pernah merasakannya dulu. Namun, bagi klub yang rutin mentas di Liga Champions, Liga Europa bisa dibilang sebatas pelipur lara, bisa pula disebut lahan perebutan gengsi. Tetapi, itu berlaku sebelum mereka lolos ke babak semifinal.

Mentas di Liga Europa ini memang dilematis bagi klub-klub besar semacam MU, Arsenal, Spurs, ataupun Milan. Secara perhitungan, berkompetisi di Liga Europa itu untungnya tidak signifikan. Gugur di awal fase gugur tidak masalah, tetapi jadi masalah apabila gugur saat tinggal selangkah jadi juara.

Masalahnya ada di prize money yang masuk kantong peserta Liga Europa. Perbedaan prize money Liga Champions dan Liga Europa ini bagaikan bumi dan langit. Ini Europa League dan Champions League lho, belum UEFA Conference League yang rencananya akan digelar mulai pertengahan tahun ini.

Prize Money Liga Europa 2021. | foto:sportekz.com/football/uefa-europa-league-prize-money/
Prize Money Liga Europa 2021. | foto:sportekz.com/football/uefa-europa-league-prize-money/
Musim lalu, Sevilla menjadi juara Liga Europa dan mengutip dari goal.com (5/8/2020), sebagai juara kompetisi, Sevilla mendapat hadiah sebagai juara 1 dengan nominal 8,5 juta euro. Melansir dari situs sillyseason.com, sebagai juara turnamen, seharusnya Sevilla dapat menerima total prize money sekurang-kurangnya 15-25 juta euro. Sekali lagi, ini perkiraan dan belum menghitung pembagian uang hak siar TV dan keuntungan lainnya.

Di musim yang sama, Bayern Munich jadi juara Liga Champions. Berapa uang yang dibawa pulang Bayern sebagai juara? Yang pasti banyak dan estimasinya bisa mencapai lebih dari 100 juta euro. Khusus Liga Champions, kita tak usah membicarakan prize money sang juara, lha wong lolos jadi peserta babak grup Liga Champions saja sudah dapat uang 15 juta euro. Bila lanjut ke babak 16 besar dapat extra sebesar 9,5 juta euro.

Bayangkan saja, kontestan Liga Europa kudu jadi juara dulu untuk menyaingi prize money para peserta babak grup Liga Champions. Dengan estimasi pendapatan seperti itu, klub besar Eropa yang terlempar ke Liga Europa ada baiknya lebih memilih menjual 1-2 pemain bagusnya dengan harga mahal. Namun, bagi klub kecil, angka tersebut sangatlah berarti untuk penghidupan sekarang.

Maka wajar bila MU terlihat lebih niat di Liga Europa ketimbang Premier League. Selain mengejar prize money, ada gengsi yang MU perjuangkan. Musim lalu, mereka jadi bahan tertawaan netizen saat gagal juara. Jomplang dengan perlakuan yang diterima Leicester, PSV, Lille, dan Napoli yang gugur di babak 32 besar Liga Europa musim ini.

Apakah ada yang peduli dengan klub-klub yang gugur di babak 32 besar Liga Europa? Rasanya tidak bukan? Pun kemungkinannya sama untuk hasil di babak 16 besar hingga 8 besar nanti. Perhatian baru tertuju saat memasuki babak semifinal.

Inilah yang membedakan mindset peserta Liga Champions dengan Liga Europa. Di Liga Champions, berusaha melangkah sejauh-jauhnya sudah cukup. Namun, di Liga Europa melangkah sejauh mungkin belum cukup sebelum trofi didapat.

Sekali lagi, untuk klub di luar 5 liga top Eropa, berlaga di Liga Europa itu memperebutkan dua hal, gengsi dan prestasi. Namun, bagi klub besar, sejatinya tak ada jalan lain bila terlanjur terlempar ke Liga Europa selain keluar sebagai juara.

***

Hasil Drawing babak 16 besar Liga Europa. | foto: Twitter @EuropaLeague
Hasil Drawing babak 16 besar Liga Europa. | foto: Twitter @EuropaLeague

Terbaru, UEFA baru saja menggelar drawing babak 16 besar Liga Europa. Hasilnya, pertemuan panas bakal tersaji kala MU akan bersua AC Milan, dua tim yang julukannya sama, Setan Merah. Sementara Arsenal berjumpa dengan Olympiacos yang stadionnya dipakai di babak 32 besar kemarin.

Hasil drawing yang menarik. Jadi, siapa yang akan gugur dan siapa yang akan lanjut ke babak berikutnya?

Sekian.

@IrfanPras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun