Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pesimis Segera Kickoff, Sebaiknya Liga 1 Bersiap "Lockdown" Saja

12 Januari 2021   20:57 Diperbarui: 13 Januari 2021   06:11 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Liga 1. | foto: liga-indonesia.id

Semestinya, Indonesia Basketball League (IBL) 2021 direncanakan bergulir pada 15 Januari besok. Rencana tersebut ternyata kembali gagal terlaksana usai terbentur kebijakan pemerintah yang memberlakukan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sampai 25 Januari 2021.

Tadinya, IBL yang sudah punya jadwal tanding di tengah pandemi Covid-19 jadi bahan pembanding netizen terhadap Liga 1 yang masih belum jelas tanggal mainnya. Berbeda dengan IBL yang baru 2 kali menunda kompetisi, Liga 1 mungkin sudah 4 kali menunda kickoff yang semuanya disebabkan oleh tidak terbitnya izin dari kepolisian.

Banyak pihak yang meminta baik kepada PT LIB, PSSI, dan Kepolisian agar segera menggulirkan kembali kompetisi sepak bola Indonesia. Desakan semakin menguat setelah beberapa klub memutuskan bubar karena hingga awal 2021 ini, izin keramaian Liga 1 tak kunjung turun.       

Madura United dan Persipura jadi dua tim Liga 1 yang memutuskan bubar di awal tahun ini. Alasan pembubaran kedua tim juga serupa, yakni beban finansial klub. Realistis saja, dari mana mereka bisa menggaji pemain sampai karyawan klub bila pemasukan saja tak ada?

Kemarin malam saya sedikit mengintip laporan "The European Champions Report 2021" dari KPMG. Intinya, dengan kompetisi liga top Eropa yang masih bergulir di tengah pandemi saja, tim-tim besar Eropa masih mencatat rugi dan justru utangnya makin bertambah.

Atas dasar itulah banyak pihak yang meminta Liga 1 agar segera diberi izin tanding dan segera kickoff. Kasihan pihak-pihak yang menggantungkan nasibnya di sepak bola Indonesia. Setidaknya, ada 3 alasan mengapa Liga 1 harusnya segera dimulai kembali.

Alasan liga harus segera dimulai kembali:

  1. Ada pemasukan bagi klub, pemain, dan mereka yang hidup dari bergulirnya kompetisi
  2. Ada liga, pemain bisa kembali berkompetisi dan bersaing. Regenerasi pemain berjalan kembali, masa depan pemain muda tidak terhenti, dan justru akan memudahkan pelatih timnas mencari bakat bagus. 
  3. Liga bisa disiarkan kembali di TV. Klub mendapat uang hak siar, sponsor bisa kembali beriklan, dan suporter bisa kembali menonton tim kesayangannya.

Memang, desakan ekonomi jadi inti dari pentingnya Liga 1 untuk segera dilanjutkan kembali. Ketika liga jalan saja, masih banyak orang-orang yang menggantungkan hajat hidupnya di sepak bola Indonesia, namun masih hidup dalam kondisi kekurangan atau memprihatinkan.

Miris memang melihat kondisi sepak bola kita, tapi apa hendak dikata. Sepak bola belum jadi industri di sini. Iklim sepak bola kita juga belum dinilai positif dan menguntungkan oleh para pemilik modal. 

BACA JUGA: Dari Uang Tiket Sampai Hadiah, Inilah Sumber Pendapatan Klub Sepak Bola

Akan tetapi, kesampingkan dulu masalah urgensi melanjutkan kembali Liga 1 yang tertunda. Ada masalah krusial yang perlu dipikirkan sebelum itu. Ada beberapa alasan pula yang membuat para pengelola sepak bola Indonesia dan utamanya pihak kepolisian masih belum memberi lampu hijau.    

Terdapat beberapa faktor yang menghambat Liga 1 tak kunjung kickoff. Saya menduga, beberapa alasan di bawah ini juga jadi bahan pertimbangan kepolisian selaku pihak yang memutuskan boleh tidaknya Liga 1 bergulir kembali.

1. Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia

Per hari ini (12/1) ada penambahan jumlah kasus baru positif Covid-19 sebanyak 10.047 kasus. Dilansir dari Asumsi, kini jumlah total kasus positif Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 846.765 kasus dengan jumlah kasus aktif sebanyak 126.313 kasus.  

Selain itu, tingkat keterisian rumah sakit makin meningkat bahkan di beberapa daerah sudah hampir penuh. Dilansir dari merdeka.com (12/1), tingkat keterisian rumah sakit rujukan di DKI saja sudah di atas 80%.

Isu kondisi rumah sakit yang overload itu juga jadi salah satu landasan pemerintah memberlakukan PPKM. Selain tingkat kasus positif aktif di atas rata-rata, saat ini tingkat kematian karena Covid-19 sudah di atas 3%, sementara tingkat kesembuhan masih di bawah rata-rata nasional, yaitu 82%.

Meningkatnya jumlah kasus positif di Indonesia terjadi usai adanya hajatan pilkada dan libur panjang selama Natal dan Tahun Baru yang justru dihujani diskon pariwisata di mana-mana. Semua fenomena itu sudah pasti menimbulkan kerumunan.

Saya yakin bahwa situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum reda dan justru makin parah ini juga dipakai pihak kepolisian sebagai landasan untuk menolak menerbitkan izin keramaian untuk Liga 1. Sepak bola adalah olahraga yang butuh banyak orang dan untuk menyelenggarakan satu pertandingan saja butuh puluhan bahkan ratusan orang. Sudah pasti kerumunan sangat mungkin terjadi bukan?     

2. Biaya operasional tetap besar

Seumpama kepolisian memberi izin PT LIB untuk menggelar Liga 1. Pertanyaannya, apakah modalnya sudah ada? Lalu, apakah setiap tim sudah siap secara finansial?

Untuk menjalankan sebuah liga, butuh biaya sangat besar. Sekali lagi, sepak bola belum jadi industri di Indonesia. Kasus Persipura yang bubar karena sponsornya, yaitu Bank Papua tak lagi mencairkan dana operasional jadi bukti bahwa masih ada klub Liga 1 yang bermasalah di pendanaan.

Bila Liga 1 ternyata jalan, apakah klub dan PT LIB sudah siap menjalankan protokol kesehatan yang disyaratkan? Jika meniru Korea, Jepang, atau Eropa, maka baik ofisial, pemain, dan seluruh pihak yang terlibat sebuah pertandingan harus menjalani Tes PCR rutin setiap bulannya.

Beberapa bulan lalu, Gugus Tugas Covid-19 sempat menjamin akan memfasilitasi Tes PCR untuk setiap klub. Jika rencana ini nantinya dijalankan, sebagai masyarakat Indonesia saya pribadi merasa keberatan. Ada isu moral dan empati di situ.   

Sebagian besar masyarakat Indonesia saja masih harus membayar sendiri untuk melakukan Tes PCR. Banyak di luar sana yang menurut saya lebih berhak menerima hak tersebut. Bahkan mungkin ada baiknya dana untuk Tes PCR dipakai untuk segera menyembuhkan mereka yang positif Covid-19.

3. Keamanan yang tidak terjamin

Seperti yang kita ketahui, kepolisian belum memberi izin keramaian walau PT LIB sudah bolak-balik mengantarkan surat permohonan. Seperti yang sudah disinggung, sebuah kompetisi sepak bola butuh dijalankan banyak orang dan dengan begitu akan timbul banyak kerumunan.

Saya paham, kepolisian akan dibuat repot dengan kondisi tersebut. Masalahnya bukan pada klub Liga 1-nya, melainkan para suporternya. Masih banyak suporter lokal yang merasa bahwa datang dan langsung mendukung ke stadion adalah sebuah hal yang keren, tak peduli bagaimana situasi dan kondisi.

Kita juga ingat kan, walau sudah dilarang pemerintah dan kepolisian, masih banyak orang yang tetap melakukan demonstrasi saat pandemi Covid-19. Kita juga tahu kan kalau suporter klub lokal sangat dikenal fanatik, bahkan fanatik buta. Akan sulit mengatur kelas suporter yang demikian.

Mungkin para suporter tidak masuk ke dalam stadion, tapi siapa yang bisa menjamin mereka tidak datang ke area sekitar stadion atau malah memenuhi kota yang ditunjuk untuk menggelar Liga 1. Kepolisian tak hanya harus berkoordinasi dengan klub, tapi juga kelompok suporternya.

4. Rawan berbenturan dengan kebijakan pemerintah setempat

Sempat ada wacana bahwa Liga 1 akan menerapkan sistem bubble jika jadi bergulir. Sistem bubble akan membuat para pemain dan ofisial menjalani karantina di tempat yang ditentukan dan tidak diperkenankan keluar dari zona tersebut.

Seumpama Liga 1 diizinkan kickoff dan format bubble diterapkan di suatu wilayah, bisa saja kebijakannya akan berbenturan dengan kebijakan pemerintah setempat. Jadi, bergulirnya Liga 1 bukan cuma urusan PSSI, PT LIB, dan Kemenpora saja, tapi juga pemerintah selaku pembuat kebijakan.  

Apabila uraian di atas benar dan juga dipakai oleh kepolisian sebagau bahan pertimbangan untuk tidak menerbitkan izin keramaian kepada Liga 1, maka saya terpaksa mengucap kata setuju bahwa Liga 1 sebaiknya tidak jalan dulu.  

Saya berpendapat bahwa me-lockdown seluruh kompetisi olahraga dalam negeri, termasuk Liga 1 untuk sementara waktu adalah pilihan terbijak saat ini. Mau Pra-PSBB, PSBB, PSBB Transisi, PSBB Ketat, atau PPKM percuma saja, bila kegiatan yang menimbulkan kerumunan masih diberi izin.

Maaf sepak bola Indonesia, ada baiknya kita bersabar lagi. Sebagai penikmat sepak bola, saya juga kesal dan kesabaran saya juga sudah habis. Tapi apa hendak dikata, PSSI dan PT LIB, bahkan Kemenpora saja tidak jelas sikapnya, lempar sana lempar sini.

Ketidakjelasan pernyataan Kemenpora dan PSSI terkait kickoff Liga 1. | foto: diolah dari Twitter @Indostransfer
Ketidakjelasan pernyataan Kemenpora dan PSSI terkait kickoff Liga 1. | foto: diolah dari Twitter @Indostransfer

Lalu, pertanyaannya sekarang, apakah insan persepakbolaan kita sudah siap di-lockdown lagi?

Untuk para suporter, saya rasa sudah banyak yang lupa kepada kompetisi liga lokal. Di kampung-kampung, tarkam masih jalan, tidak jadi masalah kan. Lagian, ini masih pandemi, ekonomi masih suram, sehingga urusan perut dan dapur mengepul masih lebih penting.

Saya menduga, kaum yang tidak siap di-lockdown adalah mereka yang 100% menggantungkan hidupnya dari dunia sepak bola Indonesia. Saran saya, kalau boleh dan didengar, bagi pemain muda ada baiknya terima saja tawaran bermain di klub luar, sudahlah jangan harapkan kompetisi kita akan segera bangkit.

Bagi yang masih di usia sekolah, selesaikan dulu pendidikanmu. Kalau sudah masuk usia kuliah, cobalah cari dan berusaha masuk perguruan tinggi. Sungguh, ijazah akademis di luar karier sepak bola akan sangat menolong di masa depan.

Bagi yang sudah meniti karier sejak lama dan sudah mampu menghidupi, cobalah bisnis sampingan. Dagang, investasi, atau kerja sampingan asalkan halal baik kok dan itu bukan aib. Apa iya mau terus-terusan mengandalkan hidup sebagai pemain bola?

Saat ini, kita juga tengah disorot dunia karena masih kesulitan menangani pandemi Covid-19. Saat ini, di luar perkara finansial yang bobrok, ada urusan kesehatan yang perlu dijamin dan diperjuangkan. Bagaimanapun, kesehatan nomor satu saat ini.

Sembari lockdown hingga kondisi membaik dan memungkinkan untuk Liga 1 bergulir, sebaiknya para pemain dan pelatih menyiapkan diri dengan baik dan sah-sah saja mencari sumber penghasilan di sektor lain. Bagi PSSI dan PT LIB, persiapkan dengan baik segala rencana sebelum menggulirkan kembali Liga 1.

Yang paling penting, pemerintah harus segera mampu mengatasi pandemi Covid-19 yang justru makin parah ini. Perkuat 3T (testing, tracing, dan treatment) agar kondisi Indonesia bisa segera normal kembali. Dan bagi seluruh masyarakat Indonesia, ayo disiplin dan jaga kesehatan!

Sekian. Salam olahraga.

@IrfanPras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun