Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Warga Bekasi yang cinta nusantara

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ganteng-ganteng Sering Kalah

18 Desember 2014   10:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang kurang kerjaan dan "ga jelas" membahas kegantengan atau kecantikan seseorang. Kalau boleh bela diri sebetulnya ini juga bagian dari mensyukuri ciptaan Tuhan. Awal saya tertarik mengenai rupa ciptaan yang Maha Kuasa ini karena datangnya informasi dari seorang teman kecil. Sebut saja dia reno. Info itu mengenai seorang teman akrab kami berdua yang tertimpa musibah. Indra namanya. Kawan satu ini dulu waktu kami masih sekolah menengah pertama menjadi pria favorit. Kadang kami suka meledek kegantengan beliau hanya tersaingi oleh personil New Kids On The Block ( Boys Band Lawas). Saking gantengnya banyak teman perempuan dari lintas kelas dan tingkatan memperebutkannya. Uniknya ini jadi lahan bisnis saya dan Reno. Ceritanya kami berdua membuka "biro jasa" penulisan surat perkenalan, surat cinta, puisi, sajak sampai jasa pengantaran surat. Tadinya urusan comblang mencomblangi juga menjadi bagian dari menu layanan kami. Namun karena tingkat keberhasilannya dibawah standar minimum, akhirnya kami tutup. Tentu banyak menuai komplain dan protes "klien" kami. Persoalannya kebanyakan sering salah sasaran. Hehehehe target yang dituju tidak sesuai.

Nah berkat kepopuleran teman sekaligus sahabat kami ini, uang jajan kami jadi bertambah. Kami jadi dikenal sebagai pengelola "biro jasa". Sungguh berkah tersendiri. Saya dan reno banyak berhutang jasa kepada indra. Banyaknya order yang masuk cukup sebagai penambah "amunisi" pembiayaan hobi kami berdua. Kami berdua ini sadar rupa. Menurut perbincangan saya dan reno, tingkat kegantengan kami pada waktu itu ditaraf mengkhawatirkan. Kadang ganteng kadang tidak. Faktor dominan yang membuat kami merasa seperti itu karena jarak tempuh sekolah kami yang lumayan jauh. Reno berumah di serpong dan saya di depok ( sekolah kami di radio dalam, jaksel). Jadi kegantengan kami habis dijalan. Persepsi Ini juga hasil dari masukan dari indra dan beberapa responden yang juga klien kami di "biro jasa". Oleh sebab itulah akhirnya kami berdua menuntaskan hasrat perkembangan keremajaan kami di sisi hobi.

Ada 3 hobi yang kami tekuni. Pertama utak atik peralatan elektronik. Hasilnya kami berkenalan dengan istilah : terima bongkar tidak terima pasang. Kedua bidang wirausaha. Selain "biro jasa" perjodohan kami juga asik membuat kerajinan tangan mulai dari gelang, kalung, stiker, dan lainnya. Ketiga ini yang agak "nyeleneh". Kami bereksperimen tentang apa saja yang terkait dengan film Mc Gyver dan kolom Iptek di Koran Pos Kota dan Bobo. Hasilnya kami sering di sidang di RT, RW dan Sekolah. Menurut kami pada waktu itu bukan kenakalan. Tapi bagian dari tahapan eksperimen. Mungkin "salahnya" ada di ruang dan waktu yang tidak tepat. Bahasa kekiniannya itu "berpikir melampaui" zamannya. Banyak eksperimen kami yang menuai kontroversi. Contohnya adalah mobil remote untuk menyontek. Ini banyak disalah gunakan teman-teman untuk "mengintip" rok teman perempuan kami. Niat awal sudah salah, apalagi niat keduanya. Lalu Bom bau. Jebakan "Batman Kuyup" yang dipasang di sekolah atau tempat umum. Roket dari bahan mercon dan pospor yang menghanguskan jemuran tetangga. Intercom ala walkie talkie yang membuat aparat kepolisian datang ke rumah reno. Dan masih ada beberapa percobaan konyol kami yang menuai badai. Tapi ada juga loh yang percobaan kami yang ga konyol. Seperti pembuatan Kotak Cinta. Hadiah khusus buat "sidia". Kami buat dengan alat pemutar kaset dan speaker, yang dikemas seperti kotak hadiah. Bila dibuka akan terdengar suara lagu atau suara sumbang para teman yang mau "nembak" pasangan atau curhat. Lumayan laku. Semua yang saya dan reno lakukan sebagai konsekuensi dari pilihan kami untuk tidak bersaing sebagai bagian dari pria populer sekolahan.

Beda dengan Indra. Tuhan mungkin menciptakan dia dari awal untuk dipuja. Lengkap semua yang diberi Tuhan. Rupa yang menarik dan status sosial yang cukup baik. Anugerah ini di pergunakan sebaik mungkin oleh Indra. Kawan mudah di dapat. Pelayanan maksimal baik di rumah, sekolah hingga pertemanan. Plus populer di kalangan lawan jenis. Semuanya di dapat dengan mudah. Indra merupakan anak semata wayang. Rumah yang cukup memadai ditambah fasilitas komplit cukup memanjakan dirinya. Dugaan saya waktu itu Kegantengan pria banyak dipengaruhi oleh asupan makanan yang berkualitas, pendingin ruangan, kebersihan & kerapihan rumah yang ditinggali dan fasilitas bermain yang tersedia. Ia itu pemikiran saya waktu itu loh. Saya dan indra sebetulnya berteman dari sekolah dasar. Waktu itu saya pindahan dari SD Senayan ke SD Gandaria tempat Indra Sekolah. Saya waktu itu melihat Indra berbeda dari teman-teman yang lain. Dia selalu rapih dan "necis". Selalu fashionable. Mengikuti perkembangan yang ada. Sering saya diajak ke rumahnya. Saya dan reno senang bermain disana. Selain banyak permainan seperti Sega (yang baru pertama kali saya lihat di sana), leggo, mainan mobil remote dan lainnya, juga terpenting adalah adanya TV Berlangganan (TV swasta waktu itu harus berlangganan dengan dekoder). Saya dan reno, senang bisa menumpang nonton Film mini seri McGyver. Walau sering umpel-umpelan menonton di rumah Indra dengan tetangga rumahnya, kami senang. Maklum waktu itu hanya beberapa orang yang punya fasilitas TV Dekoder di kampung tempat kami tinggal. Selain itu kami juga senang bermain disana karena rumah Indra cukup "wangi" di banding rumah saya dan reno. Aroma gedongan istilah waktu itu.

Cukup menyenangkan mengingat kisah waktu kecil dulu. Secara langsung atau tidak langsung Indra memberikan Berkah bagi kami berdua. Berkat dia saya dan reno jadi belajar wirausaha, termotivasi untuk belajar dan mecoba banyak hal serta berani mewujudkan apa yang kami pikirkan pada saat itu.

Paska lulus sekolah menengah pertama kami bertiga berpisah. Saya masuk Sekolah Teknik Menengah (STM) Negeri, jurusan Gambar Bangunan di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Reno sama di STM juga, namun beda sekolah. Dia ambil jurusan elektronika di STM Negeri di daerah Rawamangun. Sedang Indra memilih sekolah di sebuah sekolah menengah atas yang cukup populer di Jakarta Selatan. Indra mungkin tidak butuh adaptasi lama di tempat sekolah yang baru. Sementara saya merasakan hal yang berbeda. Reno juga merasakan yang sama ternyata. Hal itu baru terungkap setelah kami bertemu kembali di tahun 2009 lalu. Kehidupan remaja kami di SMP Jakarta Selatan relatif nyaman dan penuh romantika. Tiba-tiba harus dipaksa diubah ketika masuk STM. Disana tidak ada lagi istilah populer, ngegantengkan diri atau romantika yang romantik. Semua selalu bicara maskulinitas, kegagahan, dominasi dan pengaruh mempengaruhi. Selain memahami mata pelajaran formal, saya sekaligus juga mempelajari tentang "bertahan hidup". Hampir tiap hari dilalui dengan tawuran. Mulai dari berangkat sampai pulang sekolah. Syok juga awal bersekolah. Satu tahun bersekolah cukup mengubah saya dari mulai rupa, fisik, gaya bicara dan sikap. Kalau dulu unyu-unyu, lebay dan narsis. Menjadi lebih tegar, berani, mandiri, lebih memperhitungkan langkah ( ini vital karena rumah di Depok saya harus benar-benar memperhitungkan saat harus memilih bis. Salah-salah bisa terjebak di bis yang penuh "musuh" sekolah saya). Tentu buat saya yang paling mengesankan saya merasa rada gagah dan ganteng dikit. Rambut "gondrong" dan bersekolah dengan bercelana Jeans. Pada waktu masa sekolah itu saya sempat sekali bertemu Reno dan Indra. Dirumah Indra kalau tidak salah pertemuannya. Reno saya lihat tidak berubah setelah hampir 2 tahun tidak bertemu. Ternyata sekolah dia lebih baik sistem penertiban siswanya. Beda dengan sekolah saya, walau negeri, tapi doyan tawuran. Bahkan satu orang teman baik saya menjadi korban, ketika kami baru masuk 6 bulan bersekolah.

Sementara Indra saya lihat semakin flamboyan. Dia seperti yakin dengan gaya hidupnya. Sekolah Menengah itu cukup memberi ruang dia mengekspresikan diirinya. Buat Indra pelajaran cukup dimengerti saja, utama buat dia adalah bagaimana dia bisa meraih kebebasan mengaktualisasikan diri yang sesuai dengan gaya hidup saat itu. Bahkan Indra sudah masuk dalam kehidupan model dan keartisan. Saya dan Reno meledek dia, bahwa dia pasti akan menjadi Koper Boy. Indra sering tampil di majalah remaja dan seri drama keluarga dengan seorang teman SMP saya lainnya yaitu Andi. Senang rasanya melihat Indra menikmati pencapaian hidupnya. Paska pertemuan itu kami bertiga tidak pernah bertemu lagi hingga bertahun-tahun lamanya.

Kehidupan ekonomi keluarga saya yang kurang beruntung membuat saya harus bekerja dulu selama 2 tahun sebelum kuliah. Baru setelah cukup dana saya memberanikan diri kuliah. Saya sempat mendengar Reno kuliah di sebuah kampus yang terletak di srengseng sawah. Dia kuliah langsung setelah lulus STM. Jurusan yang diambil sesuai dengan hobinya yaitu Teknik elektro. Sedang saya ambil jurusan Teknik Arsitektur. Indra juga saya mendapat kabar kuliah disebuah akademi desain grafis di bilangan Thamrin Jakarta Pusat. Cukup bergengsi setahu saya. Karena pada jaman demonstrasi mahasiswa saya sempat beberapa kali berkunjung ke kampus itu. Namun karena alasan ekonomi kembali, saya terpaksa cuti kuliah. Baru pada tahun 2009 saya ambil kelas akselerasi, dikampus yang sama, untuk menyelesaikan kuliah. Selesai walau dengan tersendat.

Saya bertemu kembali dengan Indra dan Reno tahun 2009. Diawali dengan komunikasi melalui akun facebook. Ternyata waktu sudah mengubah banyak hal. Reno kini memiliki kegantengan yang tak kalah dengan Indra. Kehidupan ekonominya jauh melampaui saya dan Indra. Kini reno mempunyai usaha Jasa Konsultan yang tidak kecil. Reno cukup sabar menata hidupnya untuk meraih kesuksesan hidupnya. Reno juga mempunyai istri yang menjalankan usaha katering. Sungguh pasangan ideal. Muda kaya raya.

Indra ya Indra. Dulu dan kini jauh berbeda. Dulu dia cukup bersinar. Seolah dunia dalam genggaman. Mudah segala hal di raih. Semua seperti menghampiri tanpa berusaha keras. Lena yang menyenangkan. Sayangnya semua itu sudah bertahun-tahun lalu berlalu. Keberuntungannya sudah lama hilang. Orangtuanya yang menjadi tumpuannya sudah tidak dapat menopang kehidupannya. Jalan hidup Indra sebagai Disc Jokey justru semakin menjerembabkannya pada candu dunia. Berapa kali ia ikut rehabilitasi, berapa kali juga berakhir pada kegagalan. Indra yang dulu penuh percaya diri saat ini seperti canggung. Kekalahan demi kekalahan hidup selalu menghampirinya. Kegantengan yang dulu menjadi ajimat keberuntungan lenyap entah kemana. Kepercayaan dirinya enggan bangkit. Kini Indra menjadi ganteng-ganteng sering kalah. Mudah menyerah. Mengeluh tiada henti. Lebih mirisnya, istri Indra juga mengalami kecanduan. Berapa kali mereka berdua ikut rehab bersama. Sedih melihat karib masa kecil terjebak dalam situasi seperti ini.

Reno juga tersentuh melihat kehidupan Indra. Ia menawarkan Indra bekerja di kantornya. Saya senang melihat inisiatif reno. Mudah-mudahan ini menjadi pintu masuk awal menuju peningkatan hidup Indra. Entah kenapa saya merasa lebih optimis dibanding Indra pada saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun