Mohon tunggu...
Irene Octavia
Irene Octavia Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN Malang

Hobi saya sendiri adalah menulis dan membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Praktik Jual Beli di Platform E-Commerce: Tinjauan Fiqih Terhadap Akad, Transparansi, dan Kepatuhan Syari'ah di Platform Shopee dan Sejenisnya

12 Juni 2025   21:59 Diperbarui: 12 Juni 2025   21:59 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun demikian, penerapan akad-akad syariah dalam ekosistem marketplace masih menghadapi sejumlah tantangan besar, di antaranya terbatasnya pemahaman, potensi ketidaksesuaian dengan hukum Islam, serta perlunya sistem pengawasan yang lebih baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkaji implementasi akad Wakalah bil ujroh dalam transaksi di marketplace guna menjamin bahwa kegiatan ekonomi digital dapat berjalan secara efisien sekaligus tetap mematuhi etika dan hukum dalam Islam.

Marketplace merupakan sebuah platform perdagangan yang dioperasikan oleh suatu entitas bisnis yang bertindak sebagai pihak ketiga untuk membantu menghubungkan penjual dan pembeli secara daring. Marketplace dapat disamakan dengan pasar tradisional atau pusat perbelanjaan, di mana para pedagang membuka toko atau kios untuk menjual produk kepada pelanggan. Di dalam marketplace, disediakan etalase virtual yang menampilkan foto-foto produk sebagai sarana promosi bagi para pedagang. Jenis pasar ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di Indonesia. Pertumbuhan e-commerce, khususnya marketplace, di Indonesia semakin terdorong oleh jumlah penduduk yang besar, kemampuan masyarakat dalam menyerap informasi baru, serta kemajuan teknologi yang terus berkembang.

Marketplace adalah suatu bentuk usaha yang menyediakan platform sebagai sarana penghubung antara penjual dan pembeli. Dalam sistem ini, transaksi antara kedua pihak dapat berlangsung, dan pihak penyedia platform memperoleh pendapatan melalui komisi dari setiap transaksi yang terjadi. Pada dasarnya, konsep marketplace tidak jauh berbeda dengan pasar konvensional. Pemilik platform tidak memiliki tanggung jawab atas barang-barang yang dijual oleh penjual.

Tugas utama organisasi marketplace adalah menyediakan ruang atau wadah yang memungkinkan penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli dengan proses yang cepat dan praktis. Ketika pembeli tertarik terhadap suatu produk, marketplace akan menangani keseluruhan proses transaksi, mulai dari tahapan pembayaran hingga pengiriman produk ke tangan konsumen. Baik aplikasi maupun situs web dapat berfungsi sebagai platform marketplace. Perusahaan yang menyediakan layanan marketplace bertanggung jawab dalam mengelola berbagai aspek operasional, termasuk pengelolaan situs web dan sistem pembayaran. Dengan hadirnya platform marketplace, para penjual tidak lagi perlu menyewa lokasi fisik untuk membuka stan, meskipun demikian, para penjual tetap harus mempertimbangkan keuntungan dan kekurangan dari penggunaan platform tersebut sebelum memutuskan untuk bergabung.

Marketplace dapat dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan tujuannya. Jenis pertama adalah pasar murni, yang berperan sebagai perantara utama antara penjual dan pembeli. Dalam model ini, selain menyediakan informasi produk dan mengelola pembayaran, penjual juga dapat menjalankan berbagai bentuk transaksi secara langsung. Marketplace jenis ini hanya berfungsi sebagai perantara yang membantu menyalurkan produk kepada pembeli. Dengan demikian, penjual memiliki keleluasaan lebih dalam mengelola aktivitas jual belinya selama tetap mengikuti ketentuan platform yang ada. Di sisi lain, pembeli memiliki kebebasan untuk mengajukan penawaran harga kepada penjual tanpa adanya batasan dari platform. Penjual juga diwajibkan untuk memberikan informasi produk yang lengkap dan mendetail untuk mempermudah proses jual beli dan menarik minat pembeli. Selain itu, deskripsi produk yang ditampilkan harus akurat dan mencerminkan kondisi asli dari barang tersebut guna menjaga kepercayaan terhadap toko atau merek yang bersangkutan.

Jenis marketplace lainnya adalah marketplace dengan sistem konsinyasi, yaitu model pasar daring di mana penjual hanya dapat menawarkan produk yang dititipkan atau konsinyasi. Dengan kata lain, penjual hanya berperan dalam menyediakan produk serta mengunggah deskripsi produk secara lengkap. Dalam sistem ini, marketplace mengambil alih sebagian besar tanggung jawab, termasuk pengelolaan pembayaran, pengiriman produk, penyediaan gambar produk, dan berbagai aktivitas lainnya yang berhubungan dengan proses jual beli. Seluruh prosedur operasional, mulai dari pengaturan harga hingga proses penjualan, diatur oleh pihak platform. Produk yang dijual tetap berasal dari penjual, namun kendali operasionalnya berada di tangan marketplace. Situs seperti Berrybenka dan Zalora merupakan contoh dari platform yang menerapkan sistem pasar konsinyasi. Perbedaan paling utama antara pasar daring murni dan pasar konsinyasi terletak pada tanggung jawab penjual serta alur transaksi yang dijalankan dalam proses jual beli.

  • Tiktok Shop

Gharar dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakpastian dalam transaksi yang bisa menimbulkan kerugian pada salah satu pihak yang terlibat. Selain itu, masih banyak konsumen yang belum memahami konsep gharar secara utuh. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan gharar belum banyak dikenal oleh masyarakat umum, walaupun kenyataannya para konsumen mungkin pernah mengalaminya dalam aktivitas jual beli.

Islam tidak secara mutlak melarang adanya risiko dan ketidakpastian dalam suatu transaksi. Namun, yang menjadi permasalahan adalah kesalahan dalam pelaksanaannya yang seringkali disalahgunakan untuk memperoleh keuntungan yang berlebihan. Dalam karyanya, Monzer Kahf juga menggarisbawahi pentingnya menciptakan transaksi yang bebas dari unsur gharar dengan menyusun sistem atau mekanisme yang lebih stabil serta berkelanjutan.

Etika bisnis dalam Islam memiliki kaitan yang erat dengan prinsip penghindaran gharar. Syariat Islam menegaskan bahwa setiap transaksi harus dilaksanakan dengan niat baik, yang mencakup kejujuran serta keterbukaan. Adanya unsur gharar dalam suatu transaksi dipandang sebagai tindakan yang tidak etis karena berpotensi menyebabkan kecurangan atau penyesatan. Oleh karena itu, menjauhi gharar bukan hanya merupakan bentuk kepatuhan terhadap hukum agama, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai moral. Pelaksanaan bisnis secara etis mampu meningkatkan citra dan daya saing dalam pasar. Di samping itu, upaya untuk menghindari gharar turut mendukung terciptanya stabilitas dalam perekonomian secara menyeluruh.

Ketidakpastian dalam proses transaksi berpotensi menciptakan ketidakseimbangan di pasar serta mengganggu kelancaran hubungan bisnis. Dengan menciptakan sistem transaksi yang transparan dan adil, maka risiko-risiko yang mungkin timbul dapat ditekan. Hal ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi individu pelaku bisnis, tetapi juga bagi masyarakat secara luas. Stabilitas ekonomi yang baik akan mendukung tumbuhnya investasi dan inovasi, yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Penghindaran gharar merupakan bagian penting dalam usaha menciptakan sistem ekonomi yang halal dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak. Dengan memahami serta menerapkan prinsip ini, masyarakat Muslim dapat membangun tatanan ekonomi yang dilandasi nilai keadilan, etika, dan keterbukaan. Oleh sebab itu, gharar bukan semata-mata persoalan hukum, tetapi juga bagian dari usaha kolektif untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap komentar konsumen di platform TikTok Shop, ditemukan indikasi kuat adanya praktik akad yang mengandung unsur gharar dalam transaksi jual beli. Hal ini tampak dari sejumlah keluhan konsumen yang mengarah pada tiga indikator utama, yaitu barang yang diterima tidak sesuai dengan deskripsi yang tercantum. Dalam hal ini, produk yang sampai ke tangan pembeli tidak mencerminkan informasi yang tertera dalam deskripsi produk. Padahal, deskripsi yang diberikan seharusnya mampu menggambarkan produk dengan akurat agar konsumen memahami apa yang akan mereka terima. Jika terdapat perbedaan signifikan, maka kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai ketidaksesuaian. Indikator berikutnya adalah kualitas barang yang tidak sesuai dengan harapan, di mana mutu produk yang diterima tidak sebanding dengan deskripsi yang tertera, harga jual, merek, maupun pengalaman sebelumnya. Aspek kualitas ini meliputi bahan, ketahanan, fungsi, tampilan visual, kenyamanan, dan daya tahan. Indikator terakhir adalah proses pengiriman yang tidak sesuai, termasuk penggunaan sistem preorder yang tidak memiliki kepastian waktu. Dalam hal ini, pengiriman produk tidak berjalan sebagaimana mestinya karena barang yang dipesan dikirimkan melebihi estimasi waktu yang dijanjikan tanpa penjelasan yang memadai dari pihak penjual. Ketiga indikator tersebut mencerminkan adanya unsur ketidakjelasan atau gharar dalam transaksi, baik dari sisi informasi produk maupun kepastian waktu pengiriman. Temuan ini pun bersifat bervariasi, tergantung dari jenis produk, penjual, dan ekspektasi masing-masing konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun