Mohon tunggu...
Irawaty Silalahi
Irawaty Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Suka bercerita dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buat Kamu yang Biasa Saja

11 Desember 2020   23:50 Diperbarui: 6 Februari 2021   20:36 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali Natal, lagu "Malam Kudus" dinyanyikan oleh semua orang di seluruh dunia. Sambil lagu dinyanyikan, lilin dinyalakan  sambung-menyambung. Mulai dari pelayan yang ada di mimbar, kemudian kepada pelayan lainnya, sampai seluruh lilin-yang ada dalam genggaman setiap umat yang menghadiri ibadah-menyala. Prosesi ini menjadi puncak dan ciri khas dari perayaan Natal sejagad.

Tahun ini, jadi kali pertama perayaan Natal virtual yang diikuti oleh Ibu saya, berusia 75 tahun, bersama para sepuh lainnya. Atas inisiatif dari sekelompok ibu-ibu yang lebih muda di gereja kami, para orangtua lanjut usia ini merayakan Natal, pada hari Rabu, 10 Desember 2020, pukul 10 pagi.

Layaknya perayaan Natal tatap muka, pada perayaan Natal virtual yang diadakan kemarin, kami semua menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan, sambil mengingat kebaikanNya atas kami, yang masih diberi kesehatan di tengah dunia yang sedang dilanda virus C-19. Juga mengingat keluarga yang kehilangan anggota keluarganya tahun ini.

Sekalipun perayaan diadakan pada pagi hari, kami semua menyanyikan lagu "Malam Kudus" di tempat masing-masing. Tanpa lilin di tangan. Sinar matahari terang benderang menyinari kami yang ada di Jakarta (partisipan bukan hanya di Jakarta, tapi ada juga yang berada di luar negeri, dengan perbedaan waktu yang cukup signifikan).

Kemudian, seorang Oma, Oma Eunice demikian namanya, menuturkan kisah di balik terciptanya lagu "Malam Kudus." Saya yang ada di samping mama, menyimak sambil menyadari, bahwa selama ini, saya menyanyikan lagu "Malam Kudus" tanpa tahu-menahu latar belakangnya.

Adalah Joseph Mohr, seorang anak dari Anna Schoiber, yang dalam situs 'Stille Nacht Museum' disebutkan sebagai anak di luar nikah dan ditinggalkan ayahnya sebelum dia dilahirkan, pada tanggal 11 Desember 1792 (kebetulan sekali, saya menuliskan ini di tanggal beliau lahir). Singkat cerita, masa kecilnya bukanlah masa kecil anak-anak yang indah pada umumnya. Dia berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Sampai kemudian seorang vikaris menjadi jalan pembuka baginya untuk mewujudkannya. Kemungkinan besar karena talentanya dalam bidang musik. Selanjutnya, biografi mengenai Joseph Mohr, penulis lirik lagu "Malam Kudus" dapat dibaca melalui banyak sumber.

Sambil terus mendengarkan penuturan Oma Eunice mengenai sosok penulis lirik lagu "Malam Kudus" dalam hati saya teringat akan kisah gembala-gembala di padang yang menerima kabar sukacita tentang kelahiran Yesus. Para gembala ini orang-orang biasa. Orang-orang kebanyakan. Bukan sosialita pada zamannya, bukan orang kaya, bukan penguasa pula. Tapi mereka dijumpai malaikat dengan pesan dari sorga.

Ini yang membuat saya terharu. Penunjukkan Dia yang empunya sorga atas orang-orang biasa. Joseph Mohr anak di luar nikah yang ditinggalkan ayahnya sebelum lahir, diberikanNya talenta hingga menghasilkan karya yang mendunia, hingga saat ini. Jauh setelah kematiannya, tahun 1848.

Kalau Dia yang berkuasa atas dunia memperhitungkan para gembala di padang untuk menerima berita luar biasa, memberikan talenta bagi Joseph Mohr demi mendatangkan kemuliaanNya, pastilah Dia juga memperhitungkan saya yang bukan siapa-siapa bagi dunia. Dan itu cukup menentramkan jiwa.

Selamat menyambut Natal!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun