Mohon tunggu...
Irawan Wibisono
Irawan Wibisono Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Suasana

.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Harusnya Koran Sudah Mati, Tapi...

9 Februari 2021   23:37 Diperbarui: 9 Februari 2021   23:51 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jawa Pos menjadi salah satu koran yang masih eksis hingga 2021 ini. (doc. pribadi)

Prediksi matinya koran sudah terdengar sejak lama. Ilmuan, akademisi hingga obrolan di warung kopi mengamini bahwa sebentar lagi koran akan mati. Bahkan orang-orang yang bekerja di surat kabar, mulai dari redaksi, perusahaan hingga satpam yang berjaga di depan pun ikut-ikutan berkoar jika koran yang sekian lama menjadi sumber mata pencaharian tinggal menunggu waktunya untuk tutup usia. Senja kala media telah tiba. 

Rupert Murdoch, CEO News Corp meramalkan media cetak akan mati dalam 20 tahun kedepan. Murdoch mengatakan hal itu pada 2000. Artinya, media cetak akan mati pada 2020. Nielson dalam risetnya juga memprediksi matinya surat kabar pada medio yang sama. Faktanya, ada beberapa perusahaan koran yang sudah gulung tikar, namun tak sedikit yang tetap bertahan. 

"orang sudah nggak perlu koran, baca berita tinggal klik lewat HP," tentunya banyak yang mengatakan demikian. Memang benar bahwa dewasa ini budaya konsumsi informasi masyarakat lebih banyak bersumber dari portal berita dan sosial media. 

Tetapi apakah mereka yang membaca berita daring tersebut adalah hasil migrasi masyarakat pembaca koran? Tentunya perlu riset yang tepat. Kalau sekadar mengira-ira, berita daring hanya dapat dinikmati oleh orang dengan pemahaman teknologi yang cukup. Bisa mengoperasikan telepon genggam.  

Mayoritas anak muda yang sejak lahir 'diasuh' gadget . Mereka belum pernah menyentuh koran barang sekali. Seperti itu, namanya juga mengira-ira. 

Koran hidup menembus zaman dengan pembaca yang khas. Media online yang mulai menjamur bukanlah musuhnya. Jika ada perusahaan koran yang kukut, itu bukan karena kalah berperang dengan media online melainkan mereka sendirilah yang menggali kuburnya.

Dapat dilihat beberapa koran yang eksis hingga saat ini membuat koran online sebagai penguat. Beberapa surat kabar bahkan hanya menjadikan media online sebagai pelengkap. Sekadar ada untuk mengikuti zaman. 

Sementara itu media online menemukan musuh yang sepadan yakni sosial media. Prinsip 'kecepatan' yang diagungkan media online terkadang kalah dengan prinsip 'kebetulan' pengguna sosial media. Misalkan saja peristiwa kebakaran di sebuah wilayah. 

Sepersekian detik dari kejadian sudah ada unggahan foto maupun video di status whatsapp, instagram, twitter, facebook milik netizen. Sementara wartawan online baru mengetahui setelah peristiwa kebakaran viral di sosial media. Akhirnya sang wartawan 'terpaksa' datang ke lokasi meski api sudah padam. 

Jika tidak, mereka menggunakan unggahan masyarakat di sosial media tersebut sebagai bahan berita. Seadanya, secepatnya. Terkadang informasi yang sepotong itu menjadikan masyarakat bertanya-tanya bagaimana fakta yang utuh dari peristiwa kebakaran itu?. Beberapa memilih menunggu koran yang terbit keesokan harinya untuk mendapatkan informasi yang utuh dan akurat. Harusnya koran sudah mati, tapi...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun