Mohon tunggu...
Irawan Saputra
Irawan Saputra Mohon Tunggu... Guru - Baik baik saja

Irawan Saputra berasal dari Sumbawa Besar. Memiliki cita-cita untuk membangun bangsa berdasarkan Pancasila, nasionalisme, dan Pendidikan. Sangat menyukai menulis dan membaca Puisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudahkah Kita Menjadi Bangsa yang Cerdas?

16 Februari 2018   18:50 Diperbarui: 16 Februari 2018   18:59 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (berdikarionline.com)

Beradabnya sebuah bangsa tentu saja dapat terlihat dari pola pikir dan pola perilaku masyarakatnya yang baik. Bangsa Indonesia dalam pendiriannya tentu saja menghendaki untuk menjadi bangsa yang beradab. Keyakinan untuk menjadikan  seluruh elemen bangsa Indonesia agar memiliki pola fikir dan pola perilaku masyarakatnya yang beradab, dituangkan di dalam dasar negara Pancasila sila ke-dua  yang berbunyi "  Kemanusiaan yang  adil dan beradab''.

Keberadaban bangsa Indonesia  kemudian diaktualisasikan secara nyata ke dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang memuat salah satu tujuan atau cita-cita bangsa Indonesia yaitu ''mencerdaskan kehidupan bangsa''. Dalam hal ini, bangsa Indonesia ingin menegaskan bahwa, tidak akan ada sebuah bangsa yang beradab tanpa adanya bangsa yang cerdas. Bangsa yang beradab hanya bisa lahir karena adanya kecerdasan dari bangsa itu sendiri. 

Bangsa yang beradab dapat terlihat dari pola fikir atau ranah kognitif dan pola perilaku yang cerdas. Lebih jelas, pola perilaku dalam hal ini merujuk pada ranah afektif / sikap dan  ranah psikomotorik/ keterampilan. Ranah afektif dalam hal ini berorientasi pada sikap spiritual dan sikap sosial. Sehingga, keberadaban bangsa Indonesia dapat terlihat sejauhmana seluruh komponen bangsa (masyarakat dan pemimpin) cerdas secara kognitif, psikomotorik dan afektif  (sikap spiritual dan sikap sosial).

Menyoroti kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini,  kita masih sangat jauh untuk dikatakan sebagai bangsa yang cerdas. Dikatakan demikian karena sebagian besar baik masyarakat atau pemimpin kita belum memenuhi standar kecerdasan baik pada ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Secara keseluruhan hasil survei yang dilakukan oleh PISA pada tahun  2015, Indonesia menempati posisi ke-62 dari 72 negara untuk kualitas pendidikan di dunia. 

Kemudian, dilansir dari okezonenews.com yang  terbit pada 25 November 2017, menyampaikan bahwa peringkat pendidikan di Indonesia saat ini menempati urutan ke-5 dari semua negara di ASEAN, di bawah Brunei Darussalam. Data ini sudah menjadi dasar untuk membenarkan pernyataan yang sudah disampaikan di atas.

Namun, di antara ranah kognitif, psikomotorik maupun afektif tersebut hal yang menarik adalah munculnya pertanyaan, benarkah kita sebagai bangsa yang katanya menjunjung tinggi budaya ketimuran juga mengalami krisis kederdasan pada sikap spiritual dan sikap sosial?. Menjawab pertanyaan ini, tentu saja harus melihat realitas yang terjadi di kehidupan masyarakat dan pola kepemimpinan pemimpin kita saat ini, karena keduanya merupakan komponen utama sebagai wujud aktualisasi keberadaban dan kecerdasan bangsa kita.

Di tataran masyarakat kita, baru-baru  ini kita semua dihebohkan dengan perilaku siswa yang sudah di luar nalar, dimana seorang siswa di Sampang, Madura berani membunuh gurunya sendiri dan aksi siswa yang berani menantang kepala sekolah untuk berkelahi. Di tataran pemerintah kita, masyarakat sudah begitu ''dimuakkan'' dengan perilaku korupsi yang dilakukan pejabat negara maupun pejabat daerah. 

Belum genap dua bulan Tahun 2018, kita sudah disuguhkan dengan aksi heroik Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia yang berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah kepala daerah yang tengah melakukan tindak pidana korupsi dan menerima suap.  Hal ini menjadi indikasi rendahnya kecerdasan sikap pemimpin di daerah. 

Peristiwa memalukan ini, sudah terlebih dahulu diawali dengan runtuhnya pertahanan mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yaitu Setya Novanto dari gelar ''kebal hukumnya''setelah  kembali KPK menyeret beliau  ke meja hijau atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi  KTP elektronik.

Selain itu, di  dalam masyarakat kita sudah begitu tidak asing lagi mendengar kata pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, narkoba, dan berbagai tindak pidana lainnya karena sudah begitu ''wajib'' muncul pemberitaan nasional. Perilaku tindak pidana dengan berbagai macam dan cara yang semakin diluar akal sehat seolah menjadi hal yang lumrah.

Melihat semua apa yang terjadi di tengah masyarakat kita dan apa yang dipertunjukkan oleh pemimpin kita saat ini, muncul pertanyaan sederhana,  cerdaskah kita sebagai sebuah bangsa? Tentu saja kita masih sangat jauh dari kata cerdas itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun