Listrik mati, hidup dalam waktu lama. Fathan berteriak ketakutan karena seseorang sedang memeluknya dari belakang. Badan itu begitu dingin terasa olehnya, rambutnya terurai mengenai bahu hingga ke pinggang Fathan. Fathan melompat-lompat menjauhi orang itu. Orang yang menurut Fathan bukan manusia. Melainkan hantu. Ia menjerit ketakutan. Tak hanya di lift, di luar sana juga listrik mati, hidup.
Ada juga orang yang memperhatikan kejadian itu. Beberapa kamar dari lantai satu sampai lima ada yang terbangun dan ada juga yang tak tertidur. Sebagian dari mereka bersembunyi. Kamar nomor 5 di lantai satu di sana tinggal seorang laki-laki muda bernama Alfan. Dia bersembunyi di balik selimut. Ia tahu pasti ruh gentayangan itu sedang berkeliling hotel. Ia tak mau kamarnya menjadi tempat persinggahan hantu itu. Ia terus berdoa sampai keringat dingin.
Selanjutnya di kamar 44 tinggal sepasang suami istri yang baru menikah. Mereka bulan madu di hotel itu. Keduanya saling bergenggaman tangan di dalam lemari. Menurut mereka kejadian itu pasti akan berlangsung sampai menjelang subuh. Di kamar lain, ada satu keluarga yang sedang mengamati dari jendela. Kamar itu berada di lantai tiga nomor 305. Mereka mengintip dari tiga jendela. Satu mengintip dari jendela dekat tempat tidur. Dua orang mengintip di jendela dekat pintu. Satu orang mengintip di sebelahnya. Mereka mengintip sambil gemetar karena hantu itu berkeliling hotel. Seperti security yang mencari penjahat. Hena seorang puteri kecil dari keluarga itu berkata, "Papa itu apa?" Tanyanya gemetar. Papanya bernama Vito dan Ibunya bernama Tania. Mereka berdua juga melihat yang dilihat puteri kecil mereka. Sosok menyeramkan yang terbang bagai angin tornado. Rupanya kurang jelas. Tania langsung menutup tirai dan menggendong Hena. Ia membawanya bersembunyi di ke bawah kolong meja. Puteri sulungnya yang melihat ibu dan adiknya bersembunyi, ia pun ikutan bersembunyi di dalam selimut. Sedangkan Vito masih mengamati hantu itu. Ia tak mampu bergerak.
"Vito kemarilah!" Suara itu terdengar dari luar kamarnya.
Sang istri yang mendengar suara mirip dengan suaranya terheran. Ia yakin barusan yang ia dengar adalah sebuah ilusi. Di tatapnya Vito yang sedang berusaha berjalan membuka pintu. Spontan Tania pun menarik tangan suaminya. Vito menatap wajah istrinya dari dekat.
"Tania, kamu di sini? Bukankah tadi kamu di luar?"
"Mas, aku dari tadi bersembunyi di bawah meja. Kamu pikir apa mas?"
"Tadi aku dengar kamu manggil aku. Suaranya terdengar dari luar," ucap Vito yakin seraya mengintip ke jendela yang tak ada siapapun.
Suasana malam itu juga di rasakan oleh Andrew. Ia yang terbangun karena haus. Andrew melihat lampu di kamarnya padam semua bahkan AC. "Sepertinya listrik mati. Ia berjalan dengan cahaya ponsel menuju meja makan. Saat mengambil minum, ia mendengaysuara langkah kaki dari depan kamarnya. Langkahnya sangat pelan. Terdengar seperti suara langkah perempuan yang memakai high heels. Langkahnya begitu nyaring. Terdengar agak jauh. Tapi Andrew tak begitu memikirkannya. Ia kembali melanjutkan minum. Lalu kembali ke kamarnya.
Ketika ia berada di kamar, ia mendengar suara ketukan pintu. Seseorang sedang mengetuk pintu kamarnya. Andrew melihat arlojinya.
"03.10 P.m," pikirnya.