Mohon tunggu...
Ira Soe
Ira Soe Mohon Tunggu... -

Just ordinary mom and woman. Perempuan biasa yg tdk punya aktifitas apa2....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Gorengan" itu Bernama Kafir, Rohingya, dan PKI

29 September 2017   12:26 Diperbarui: 29 September 2017   20:28 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin karena kita sejatinya adalah makhluk omnivora yg cepat emosional plus sentimentil.  Kita begitu marah dgn apa yg terjadi di Rohingya.  Kita pikir itu adalah konflik agama.  Sesimple itu karena apa yg terjadi jelas terang benderang,  penguasa dan juncta militernya adalah pemeluk agama Budha mayoritas.  Lalu ambillah kesimpulan Islam di dzolimi oleh Budha.  Kita terfokus oleh kejadian Rohingya dan banyak membuat gerakkan save minimal ikutan hastag #save Rohingya. Tau kah kita kalo Rohingya konflik politik yang sesungguhnya terjadi. Sejak saya kuliah di USU dulu thn 90 an saya juga ikut menyerukan save Rohingya dlm bentuk penjualan aneka merchandise.  Dr gantungan kunci sampai sticker.  Gerakkan bela Rohingya sdh ada sejak dulu.  Tapi tak seheboh skrg krn medsos.  

Lalu... Apa kabar skrg?  Sdh jarang yg menyuarakan save Rohingya secara konsisten.  Berganti dgn isu terkini. PKI bangkit.  Hmmm... Isu yg membuat logika berpikir saya bertanya.  Adakah PKI lagi setelah peristiwa 1965??? Adakah the power man yg mampu menghidupkan lagi kekuatan berbahaya yg sdh di berangus sedemikian rupa oleh rezim orde baru??? 

Dan.... Logika berpikir saya terheran2 dgn sekumpulan orang atas nama agama dan ideologi berkumpul menentang komunisme (baca PKI)  dgn membakar bendera PKI yg merah dan hiasan palu arit.  Kesimpulan lugu saya adalah mereka yg membakar itu tahu betul dimana markas PKI yg skrg.  Bukannya bendera PKI tdk dijual bebas?  Ayo berpikir.... Lalu kalau  bukan dr markasnya PKI bendera itu di dapat,  mrk cetak sendiri,  buat sendiri lalu bakar sendiri.  Oh Drama.... 

Saya lahir tahun 70 an.  Jauh setelah PKI bubar.  Ideologinya mungkin masih ada.  Tapi kita adalah generasi cerdas yg kritis.  Tak mudah memasukkan doktrin komunisme. Kecuali orang yg memang penganut komunisme sejati.  Pasti ada pengagum tokoh2 komunisme Rusia seperti Karl Max sampai rela menziarahi makamnya jauh di Rusia sana.  Entah apa sesungguhnya wajah PKI itu skrg... Mungkin tokoh pelaku sejarah itu sdh tdk ada.  Tapi turunannya pastilah ada.  Apa logis jika turunannya yg tdk tahu apa2 harus kita musuhi??  Dan menutup semua akses kehidupannya? 

Saya pernah tahu seorang anak tokoh PKI yg wajahnya bersliweran di buku sejarah.  Yg namanya ada di film G 30 S PKI,  beliau bekerja di perusahaan swasta.  Beliau sangat santun.  Sama seperti kita. Yg juga beribadah rutin.  Makan siang ditempat yang murah layaknya kita juga yg bergaji pas pasan.  Teman kantornya tahu siapa beliau. Anak seorang tokoh PKI.  Tapi apa beliau di jauhi?  Rasanya tdk tuh... Biasa aja tdk lebay.  

Saya tdk sedang membela PKI,  tapi saya muak dgn apa yg terjadi di masyarakat kita sekarang. Dulu jaman Ahok keseleo lidah ramai, demo.  Okelah Ahok melecehkan agama. Setelah itu bingung nyari isu lain apa.  Muncullah Rohingnya. Walaupun Rohingnya konflik dlm negeri Myanmar dan seluruh dunia mengutuk.  Tapi di kita itu salah Jokowi. Ketika Jokowi memberi bantuan.  Keluarlah statemen pencitraan.  After Rohingnya terbitlah PKI.  Karena momentnya pas.  Tgl 30 September.  Sampai sampai orang yg nyinyir dan tdk suka dgn pemutaran G30 S PKI dianggap PKI juga.  Logikanya orang yg tidak suka film porno apa dianggap pemain porno???

Apa yg sdh terjadi di Medsos sekarang membuat saya prihatin. Teman saya yg cerdas bahkan memiliki gelar pendidikkan berderet pun bisa berubah hanya karena postingan yg entah di comot dari mana. Siapapun yg berada di belakang layar design besar isu isu yg muncul ini adalah manusia yg mengeliminasi etika dan norma kemanusiaan.  Yg membuat kita mudah marah dan lebay.  

Sebegitu takutnya PKI bangkit wajar,  lebay jangan.  Sedangkan anak dr Jendral yg dibunuh oleh PKI itu bisa berdamai dgn anak pembunuh ayah mereka yg nota bene anak PKI. 

Kita jgn jadi pengkonsumsi gorengan politik itu.  Kita harus lbh cerdas menelaah apapun yg dimunculkan ke permukaan.  Tahun depan tahun dimana aneka gorengan di sajikan.  Terserah... Kita yg harus pandai pandai berpikir.  Menskip atau mensave atau mendelete.  Jgn asal share krn apa yg kita share itu adalah cerminan intelektualitas kita.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun