Mohon tunggu...
Iradah haris
Iradah haris Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - We do not need slogan anymore, we need equality in reality

Wanita yang selalu hidup di tengah keriuh-riangan rumah dan sekitar lingkungan. "Happy live is about happy wife" 😍

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Kali "Kupatan" di Tuban, Apa Bedanya?

21 Mei 2021   10:59 Diperbarui: 21 Mei 2021   11:01 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamatan lebaran ketupat di sebuah mushollah. (IH)

Bagi warga Tuban, menikmati ketupat tidak harus menunggu datangnya lebaran. Sebab masyarakat muslim di sana mengenal dua kali "kupatan". Dua acara yang sama-sama wajib menyuguhkan ketupat dan lepet ini adalah "bakda kupat" atau lebaran ketupat dan "kupatan sya'ban". 

Dalam pelaksanaan kedua acara itu sama-sama didominasi berkat berisi lepet dan ketupat. Suguhan dari beras yang dimasak dalam wadah anyaman dari janur. Kendati demikian keduanya memiliki pakem sendiri-sendiri. 

Kupatan sya'ban biasa digelar warga Tuban di pertengahan bulan sya'ban (nisyfu sya'ban). Sebelum puasa, sudah bisa makan ketupat. Ya kupat nisyfu sya'ban ini.

Dari banyak riwayat hadist kita bisa tahu bahwa bulan sya'ban ini memiliki banyak peristiwa istimewa. Selain itu juga memiliki satu keistimewaan. Yakni pada malam Nisfu Sya'ban, semua catatan amal perbuatan manusia yang baik maupun buruk selama setahun diserahkan kepada Allah. Berganti ke buku baru yang masih bersih.

Melalui sajian lepet dan ketupat, masyarakat muslim di Tuban mengekspresikan pengakuan kesalahan. Memohon ampunan kepada Allah dengan memanjatkan doa-doa. Kepada sesama, selamatan kupat sya'ban ini jadi kesempatan untuk bersalaman, saling memaafkan. Harapannya, kesalahan lama termaafkan. Sementara buku amalan yang baru bisa dimulai dengan hal yang baik.

Kupatan sya'ban acaranya dilakukan pada malam hari setelah jamaah maghrib. Doa-doa yang dibaca biasanya dzikir istighosah atau surat Yasin sebanyak 3 kali.

Sedang lebaran ketupat, pelaksanaannya dimulai pagi hari. Usai jamaah subuh, sebelum terbit matahari. Di lingkungan Desa Perbon, Kecamatan Kota Tuban misalnya, prosesi lebaran ketupat dimulai sejak pukul 06.00 WIB. Di Kecamatan  Bangilanbahkan lebih pagi, jam 05.15.

Lebaran ketupat atau bakda kupat, dalam dialek bahasa Tuban disebut riyoyo kupat atau bodo kupat. Setelah kembali fitri di 1 syawal, tanggal 2 syawal umat islam dianjurkan untuk menyempurnakan ibadah dengan menjalankan puasa selama 6 hari. Tidak wajib, hanya sunnah. Puasa dilaksanakan pada 2 syawal. Sehari setelah Idul Fitri.

Puasa syawal ini merujuk ke Hadist Riwayat Muslim. Bahwa orang yang berpuasa Ramadan, kemudian ditambah puasa enam hari di bulan syawal, ia seperti puasa selama setahun penuh.

Di hari ketujuhnya barulah diadakan selamatan ketupat. Yang oleh masyarakat hampir kini dikenal sebagai perayaan lebaran ketupat.

Kamis, 20 Mei 2021 tepat 8 Syawal 1442 H Hampir seluruh warga Tuban memiliki kesibukan yang sama. Menyambut lebaran sesi kedua. Dikenal dengan bakda kupat atau lebaran ketupat. Perayaannya tidak kalah meriah dengan Idul Fitri pada 1 syawal.

Kamis subuh, tanpa aba-aba, tanpa komando, seluruh warga sudah hafal kapan akan dilaksanakan acara selamatan lebaran ketupat ini. Serupa lebaran Idul Fitri, lebaran ketupat sudah menjadi perayaan rutin tahunan. 

Seperti biasa kegiatan berlangsung di langgar, mushollah atau masjid di lingkungan masing-masing. Warga membawa berkat berisi ketupat dan lepet lengkap dengan lauknya dari rumah ke tempat ibadah terdekat.

Tokoh agama yang ditunjuk memimpin acara akan memberikan ceramah agama singkat sebelumnya. Kemudian memimpin pembacaaan doa bersama. Setelahnya, pembagian berkat dimulai. Sebagian isi berkat dimakan bersama usai doa, sebagian untuk dibagi-bagi dan sebagian lagi bisa dibawa pulang lagi.

Karena acaranya di awal pagi, ketupat dan lepet harus sudah dimasak sehari sebelumnya. Sebab proses memasaknya sendiri memakan waktu hampir 5 jam-an. Warga Perbon, masih banyak yang memasak ketupat dengan kayu bakar. 

Sore hari di Rabu malam, tiap keluarga sudah menyiapkan lepet dan kupat yang hendak dibawa ke mushollah pada hari Kamis dini hari.

Sebenarnya istilah lebaran ketupat ini tidak hanya dianut warga Tuban saja. Hampir seluruh daratan Jawa tak tertinggal Madura, mengenal perayaan lebaran ketupat. Namun tulisan kali ini khusus ulasan dari khasanah di wilayah Kabupaten Tuban.

Bumi Wali

Kota Tuban memang berjuluk bumi wali. Sebab dari sanalah dakwah para wali dimulai. Wali tertua berasal dari Negeri Samarkand (sekarang masuk wilayah Rusia), berdakwah hingga wafat dan dimakamkan di daerah Tuban. Warga mengenalnya dengan Wali Asmorokondi. Ialah ayah dari Raden Rahmat atau Sunan Ampel (pimpinan walisongo). 

Sunan Bonang (putra Sunan Ampel) juga melanjutkan dakwah kakeknya, di Tuban. Beliau pun wafat dan dimakamkan di belakang masjid jami', di tengah kota. Salah seorang muridnya yang dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga juga putra asli Tuban.  

Santri kesayangan Sunan bonang yang makamnya di Demak, Jawa Tengah ini memiliki nama kecil Raden Mas Syahid. Ia merupakan putera Bupati Tuban, Tumenggung Wilatikta.

Karena history tersebut, maklum jika di Tuban masih banyak tradisi keagamaan yang masih dijalani hingga saat ini. Salah satunya ya budaya kupatan sya'ban dan bakda kupat ini. Selain itu, bukan rahasia lagi para wali ini memang melakukan syiar agama di wilayah Jawa dan sekitarnya, tidak menggunakan cara frontal. 

Sunan Bonang di Tuban, banyak mengenalkan syariat islam dengan cara dakwah melalui tembang dan gamelan (alat musik pukul yang disebut bonang). Demikian pun Sunan Kalijaga yang juga melakukan syiar dengan sarana adat dan kebudayaan warga setempat. 

Jangan heran bila di wilayah Tuban masih bisa mendengar suara adzan, pujian atau orang mengaji alqur'an dengan langgam jawa. Biasanya mereka adalah generasi yang lidahnya sudah terbiasa dengan ilmu dari para pendahulu. Termasuk lantunan adzan dan pujian cengkok jawa dari guru-guru ngaji atau orang alim terdahulu. 

Jadi sudah sejak lama warga Tuban mengenal 2 lebaran. Menurut kisah tutur pula, bakda kupat ini pun dikenalkan ke masyarakat Jawa pertama kali oleh Sunan Kalijaga. Dalam dakwahnya ia membudayakan 2 kali lebaran atau bakda. Yaitu bakda lebaran, 1 syawal dan bakda kupat, seminggu kemudian. Tentu include dengan anjuran mengerjakan puasa syawal, 6 hari tuntas.

Bakda diambil dari bahasa arab. Artinya setelah. Kemudian dilafalkan dalam dialek jawa menjadi bakdo dengan arti yang sama. Bakda kupat dilaksanakan setelah 6 hari puasa sunnah di bulan syawal. Dimulai pada tanggal 2 hingga 7 syawal.

Sebelum pandemi, lebaran ketupat di Tuban biasanya tidak hanya diisi acara halal bi halal saja. Namun warga juga menggunakan kesempatan untuk liburan. Berpiknik ke tempat wisata sambil membawa bekal untuk dimakan  bersama keluarga di tempat tujuan. 

Biasanya lokasi wisata yang dituju masih di dalam wilayah Tuban. Lebih dipilih yang terdapat kolam renang atau pantainya. Seperti: Pemandian Bektiharjo, Sendang Asmoro, Kali Pelang, Pantai Sowan, Pemandian Air Hangat Prataan, Air Terjun Nglirip, Pantai Cemara, Pantai Kelapa dan masih banyak lainnya.

Meski suasana pandemi saat lebaran ketupat Kamis lalu, warga pesisir Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Tuban pun tetap melakukan kebiasaan unik mereka. Desa ini tak seberapa jauh lokasinya dengan makam Wali Asmorokondi. Uniknya adat mereka, usai acara baca doa dan kupatan di tempat ibadah, warga beramai-ramai datang ke pantai di daerah itu.

Mengenakan baju harian biasa, kemudian menceburkan diri ke laut bersama-sama warga sedesa. Mandi-mandi di laut, yang dalam bahasa Tuban disebut "dusdusan". Acara ini biasanya hanya berlangsung  sebentar saja. Setelahnya, warga kembali ke rumah masing-masing. 

Sudah menjadi tradisi, acara dusdusan tiap lebaran ketupat ini sangat ditunggu dan diminati warga Gesikharjo. Dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Mungkin karena bisa mandi di laut bersama keluarga dan para tetangga. Dalam suasana suka cita pula. Dengan dusdusan bareng ini warga percaya bisa merasakan kesegaran kembali. Meluruhkan stress dan kepenatan.

Demikianlah tradisi lebaran ketupat masih lestari baik di wilayah Tuban kota hingga ke pelosok-pelosok desa. Dengan kearifan lokal di tiap daerah. Terutamanya daerah-daerah yang masih memegang teguh adat dan khasanah da'wah warisan para wali.

Berkat ketupat dan lepet untuk selamatan (IH)
Berkat ketupat dan lepet untuk selamatan (IH)

Filsafat Ketupat

Kehadiran wajib lepet dan ketupat baik di lebaran ketupat maupun di kupatan sya'ban, memiliki makna khusus dalam filosofi Jawa. Ketupat atau kupat adalah singkatan dari kalimat "ngaku lepat" (mengakui kesalahan).

Ngaku Lepat, diwujudkan dengan tradisi sungkeman. Bagi orang Tuban, sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati terhadap sesama, memaafkan dan memohon keikhlasan ampunan dari orang lain.

Sedang khusus untuk saat lebaran ketupat, selain berlaku filosofi "ngaku lepat" juga harus memenuhi filosofi "laku papat" atau empat tindakan. Yang disebut dalam filosofi empat tindakan atau laku papat menurut para pinisepuh meliputi: lebaran, luberan, leburan dan laburan.

Pertama, lebaran memiliki makna sudah usai. Berakhir sudah waktu berpuasa di Bulan Ramadhan. Kedua, luberan. Luber artinya melimpah. Dengan tambahan akhiran an, menjadi luberan, limpahan. Filosofi ini mengandung pesan ajakan untuk melimpahkan sedekah kepada kaum yang membutuhkan.

Ketiga, leburan. Sudah habis dan lebur. Saat inilah dosa dan kesalahan setiap umat islam akan melebur habis. Sebab setiap orang dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. 

Yang terakhir mengenai laburan.  Berasal dari kata labur. Artinya mengecat dengan kapur khusus yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Laburan mengandung arti memutihkan. Maknanya manusia dianjurkan untuk selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya. Seputih warna laburan kapur itu.

Lepet juga merupakan "tembung keroto boso" (kerata basa) dari kalimat "silep kang rapet". Kerata basa adalah mengutak-atik dua kata atau lebih kemudian digabungkan dengan cara disingkat

"Mangga dipun silep ingkang rapet", mari kita kubur (tutup) yang rapat. Jadi perwujudan kupat lepet adalah setelah ngaku lepat, mengakui kesalahan dan meminta maaf, kewajiban selanjutnya adalah menutup rapat kesalahan yang sudah dimaafkan. Jangan diulang lagi. Agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya beras ketan yang menjadi bahan dasar lepet.

Masih ada lagi Filosofi lain yang terkandung dalam wujud ketupat dan lepet. Mengenai anyaman daun pembungkus ketupat yang menggunakan janur. Yakni, daun muda dari pohon kelapa atau bisa juga dari pohon siwalan/ntal/taal (lontar adalah nama daunnya).

Menurut cerita tutur turun temurun, penggunaan janur adalah manifes dari makna arab dari kalimat "ja a nuurun". Arti sederhana dalam bahasa indonesianya, telah datang cahaya.

Janur dianyam menjadi bentuk ketupat. Kemudian diisi beras di dalamnya. Direbus lama hingga masak. Bila dibelah tekstur dalamnya serupa lontong. Warnanya putih. Ketupat ketika janur pembungkusnya dibelah, isi dalamnya putih bersih. Janur diibaratkan cahaya yang melindungi hati yang fitri supaya tetap putih bersih. Seperti itulah makna filosofinya.

Tradisi kupatan sya'ban maupun lebaran ketupat ini menjadi kegiatan selamatan yang masih dilaksanakan hingga sekarang. Baik di kota hingga ke desa-desa di wilayah Kabupaten Tuban. 

Makan bersama, bertukar ketupat kuah opor dengan masakan tetangga. Sambil saling memaafkan. Juga ampuh sebagai ajang penjaga kerukunan dan keguyuban antar warga. 

Tradisi baik, eloklah lestari!

Sumber:

Sobat Bangilan

Kompas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun