Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mafia Kuota Impor Daging Sapi (bag.-1) : Bunda Puteri Sang "Godmother"

2 September 2013   13:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:29 2015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_276001" align="aligncenter" width="624" caption="Ridwan Hakim putra Ketua Majelis Syuro PKS Ustadz Hilmi Aminudin (foto : nasional.kompas.com)"][/caption]

Seperti pernah saya tulis pada artikel sebelumnya, kasus dugaan suap dan korupsi terkait penambahan kuota daging sapi impor akan terus mengalami kejutan yang mencengangkan setelah memasuki masa persidangan dua terdakwa : Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq. Setelah sebelumnya muncul kejutan pengakuan Maharani Suciono bahwa malam itu sebenarnya ia tidak sedang duduk di cafe mengobrol dengan Fathanah saat ditangkap KPK, melainkan di dalam kamar hotel Le Meridien, lalu pengakuan ayah dari Darin Mumtazah bahwa benar putrinya telah dinikahi LHI sejak kelas 2 SMA dan pernikahannya tak dicatatkan, lalu pengungkapan serangkaian fakta perjalanan LHI dan keluarga Darin ke dan dari Kuala Lumpur – Jakarta untuk tujuan pelesir dengan tiket dibayari oleh Fathanah, kemarin lagi-lagi sidang mengungkap fakta yang lebih mencengangkan.

Betapa tidak, Jaksa Penuntut dari KPK memperdengarkan sadapan pembicaraan telepon dari ponsel milik Ridwan Hakim – putra Hilmi Aminuddin, Ketua Dewan Syuro PKS – yang merekam pembicaraan Ridwan dengan LHI lalu disambung dengan seorang wanita yang disebut Bunda Puteri. Sampai kini, sosok Bunda Puteri masih miterius. Tapi yang sangat mencengangkan, dalam telepon itu terungkap betapa “sakti”nya sang Bunda ini, sampai-sampai beliau bisa dengan bebas marah kepada LHI, Presiden PKS saat itu. LHI pun dalam pembicaraan itu tampak takzim dan tunduk kepada sang Bunda, bahkan menyebut pekerjaan Bunda Puteri lebih berat dari Menteri karena beliaulah yang mengatur para decision maker. Luaaar biasa! Seorang decision maker saja sudah hebat, karena punya kewenangan mengambil keputusan, apalagi kalau orang yang mampu mengatur sejumlah decision maker. Tentu orang tersebut kewenangannya jauh di atas pengambil keputusan. Sebab “beliau” lah yang menentukan agar keputusan yang diambil harus sesuai dengan keinginannya.

BUNDA PUTERI, HAJI SUSU, DIPO, WIDHI, MAS BOED DAN ZAKAT ISTANA

Entah sudah jadi code of conduct tak tertulis di kalangan pelaku kongkalikong permainan proyek haram, selalu saja ada kata-kata sandi yang digunakan. Dalam kasus Wisma Atlet, kita kenal istilah Ketua Besar, Boss Besar, apel Malang, apel Washington, semangka, pelumas dan “kilo” yang diartikan “milyar” (misalnya semangka 3 kilo = uang 3 milyar). Sedangkan dalam kasus korupsi pengadaan Al Qur’an, kata sandi yang dipakai “pesantren” untuk menyebut nama Fraksi/ Parpol, “kyai” untuk menyebut nama tokoh politik, serta “maktab” untuk menyamarkan suatu tempat. Maka, dalam kasus permainan kuota daging sapi impor bertebaran istilah untuk menyamarkan maksud sebenarnya. Kita sudah mendengar soal “pustun”/”fustun”, jawa sarkiya dan “arbain milyar cash” untuk menyebut fee 40 milyar yang diminta diberikan tunai. Dalam persidangan Kamis, 29 Agustus 2013, nama dan istilah itu makin banyak. Berikut, saya kutip (copas) secara utuh transkripsi pembicaraan antara Ridwan Hakim (RH), Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Bunda Puteri (BP) yang dilakukan melalui telepon milik Ridwan yang saat itu menurut pengakuannya sedang berada di rumah Bunda Puteri. Transkrip ini saya copas dari portal berita jpnn.com dan vivanews.co.id yang keduanya merilis transkripsi yang sama persis. Telepon dimulai ketika LHI menelepon Ridwan, lalu di tengah percakapan, Ridwan memberikan teleponnya kepada Bunda karena Bunda ingin bicara.

[caption id="attachment_276002" align="aligncenter" width="284" caption="Ilustrasi : www.metrotvnews.com"]

1378104164465225128
1378104164465225128
[/caption] LHI : Masih di kompleks DPR? RH : Di rumah Bunda. Bunda marah-marah. LHI : Katanya waktu di Lembang saya langsung telepon. Kata Bunda jangan diberitahukan dulu. Saya takut terlambat makanya saya telepon langsung karena bakal disepakati sebentar lagi, supaya jangan terlambat diberi tahunya. Saya tak perlu kasih tahu dulu karena setahu saya prosesnya masih jauh. RH : Tadi malam menteri di sini sampai jam 1 pagi, katanya. Pernyataannya kan Hari Jumat  malam, Jumatnya dia di sini sambil ngomongin rapat. LHI : kalau gitu gini aja, nanti kita coba dua arah siapa yang terbaiknya, Widhinya yang kita pegang 100 persen, biar satu komando. Tiba-tiba Ridwan menyatakan Bunda Putri ingin berbicara (dengan Luthfi). RH : Bentar, Bunda mau bicara dulu. BP : Assalamualaikum, Ustaz. LHI : Waalaikumsalam. Bunda, saya minta maaf baru bangun tidur. BP : Bunda juga baru pulang jam delapan, karena bosen di rumah sakit dari Hari Jumat, pengen merokok. Ini lagi ngobrol sama Iwan (diduga sapaan Ridwan). Kalau bangun. Bakbuk-bakbuk, jangan Senen. Kalau bangun. Iwan bisa cover zakat di Istana. Jangankan orang dekat siapa nanti. Ini alternatif saja hilang. LHI : Waktu itu di depan Bunda memberi tahu segera. Karena prosesnya sudah panjang supaya dihentikan prosesnya untuk memperjuangkan yang namanya. Sudah hentikan nanti sampai  arah yang... BP : ...Itu kan sahabatnya si Manyun. LHI : Siapa, si Widhi itu? BP : Iya, orang dari DPD. Kalau dari DPP sih nggak apa apa LHI : Mungkin begini, memang mereka berbicara soal itu. Dia nanya yang tidak ada alternatif untuk gantikan yang lama itu. Langsung saya telepon. BP : Itu 31 itu. Sekarang saya bilang ke Iwan, Bunda tak akan lagi bicara pada Pak Haji Susu, Bunda gak akan negor lagi gak akan minta lagi, kalau sampe. Harusnya kan hari ini Fathan sudah duduk. Menurut Pak Haji. Kalau sampai ia dikabulkan, Bunda berhenti semuanya. Wan, Bunda tak mau dimainin. Apa yang Pak Haji Susu minta sama Bunda, bilang Pak Lurah kembali, semua Bunda kembali. Masa Bunda seorang Fathan, Bunda dikhianati. Kalau Fathannya sudah. Kita yang butuh dia. Sudah jangan bicara lagi Wan, Bunda capek. LHI : Kita sudah. Saya khawatir mereka jalan terus. BP : Sampe dianter ke pintu jam 1 malam. Bunda bilang jangan dikasih alternatif, nanti alternatifnya yang dibesarin. Besok gak ada namanya Fathan. LHI : Saya tadi pagi ketemu sama dia, sama menteri-menteri lain. BP: Sekarang ini, Bunda ini jam 10 ditunggu Dipo kan? Sebelum dia ke JCC. Katanya kan, “Bun jadi nanti kita ketemu sama Mas Boed jam 2.45”. Nggak, Bunda di Grand Hyatt saja, supaya gak ke mana-mana. Nah kalau sudah begini, males kita urusin TPA-nya. Nanti kalau Maret ada reshuffle, ya sudah saja, nanti saya ngomong sama Pak Lurah bener apa yang kamu bilang tentang Haji Susu itu, sudah babat saja. Bunda gituin aja, aman. Bunda disuruh ngurus beliau emang di atas satu orang, ini di atasnya Fathan. LHI : Bukan, maksud saya dia kan decision maker. Bunda kan mengkondisikan para decision maker. Kerjaan lebih berat mengkondisikan pada decision maker daripada yang pengambil keputusan sendiri. BP : Jadi kalo si Fathan itu kita minta tempatkan atau kita barterlah dengan Dirjen, itu masih beratlah. Ini cuma untuk pintu masuk. Beratnya di mana? Dan Bunda kan gak ngerti untuk satu ini saja deh, entar juga penuh, ngapain di atas Bunda gak kenal orang, kenapa Bunda harus milih, karena Bunda tahu kapasitas orang ini. Kalo gak tau waaah gak berani kita, mau ngejodoh-jodohin orang. Ini dunia akhirat, Bunda gak berani. Kemudian, Bunda mengembalikan lagi telepon Ridwan. Nah, Ridwan pun berbicara lagi dengan Luthfi. LHI : Siapapun yang diprospek pasti marah besar Bunda, itu gimana ceritanya kok bisa begitu dia? RH : Saya gak paham, yang jelas Bunda keki beneran. LHI : Siapapun yang di posisi dia pasti akan marah besar. LHI : Diakan decision maker, itu otoritas dia. Sementara yang diminta dia bukan otoritas Bunda. Bunda hanya mengkondisikan orang-orang pengambil keputusan agar keputusannya sesuai apa yang dia mau dan lebih berat pekerjaan dia dari pada pekerjaan menteri. Yang menentukan ya kewenangan dia sendiri. RH : iya ini sampai dibatalin, harusnya selesai hari ini sama Dipo. LHI : Ya Allah, siapapun yang dibilang pasti akan tidak menentukan hasil, tapi prosesnya ini sudah jalan. Kamu ngapain bawa Dipo? LHI : Pokoknya kita atur belakangan. Dan kita sudah sepakat. Coba nanti telusuri apa dan bagaimana. Nanti penggantinya ini kita brain washing. RH : Nanti kita coba. Diduga, pembicaraan itu terkait posisi untuk jabatan eselon I. Karenanya dalam pembicaraan itu menyebut istilah TPA atau Tim Penilai Akhir. (dari jpnn.com)

==================================================================

[caption id="attachment_276003" align="aligncenter" width="468" caption="LHI Presiden PKS saat itu saja tunduk pada Bunda Puteri bahkan menyebut tugas Bunda Puteri lebih berat dari tugas Menteri (foto : nasional.kompac.com)"]

13781042591390282515
13781042591390282515
[/caption]

Luar biasa bukan? Seorang Presiden PKS dan putra Ketua Majelis Syuro PKS sedemikian takutnya dengan kemarahan seseorang yang disebut Bunda Puteri, yang menurut Ridwan Hakim adalah mentornya dalam berbisnis. Beliau pemilik perkebunan pinang di Kalimantan, yang dikenal Ridwan sejak 2010. Meski bukan orang PKS, tapi Bunda Puteri adalah sosok berpengaruh di PKS, dimana Bunda langsung memanggil LHI ke rumahnya di Pondok Indah, sehari setelah Ahmad Fathanah ditangkap KPK. Ini berarti mematahkan beragam sanggahan dari kader dan elite politik PKS, yang pernah memberikan pernyataan di media bahwa PKS dan LHI sama sekali tak terpengaruh dengan penangkapan Fathanah oleh KPK saat itu karena tak tahu menahu. Padahal, menurut penuturan Ridwan yang mengutip percakapan LHI dengan Bunda, sang Bunda ini menanyakan peristiwa apa yang terjadi semalam yang dikaitkan dengan kementrian. Kemudian dijawab oleh LHI bahwa dia sudah mengecek bahwa (penangkapan) itu tak terkait kementrian. Ini artinya, sejak awal Fathanah ditangkap KPK, petinggi PKS sudah keder dan galau, sudah tahu arahnya kemana, maka dari itu sampai melakukan pengecekan segala. Bahkan dalam BAP, Ridwan menceritakan ada seorang Mentri yang berkunjung ke rumah Bunda Puteri pada 27 Januari 2013 dan sang Mentri berada di sana sampai jam satu dini hari (artinya sudah masuk tanggal 28 Jan. – pen.). Kita ingat, penangkapan AF oleh KPK adalah tanggal 29 Januari malam.

Kendati Ridwan diduga tahu banyak soal Bunda Puteri dan kiprahnya dalam penempatan orang-orang penting di Kementrian dan pengaturan para decison maker, tapi Ridwan bersikukuh menutupi identitas Bunda Puteri. Dalam beberapa kesempatan Ridwan kerap memberikan keterangan yang tak sesuai dengan BAP dan – seperti juga Angelina Sondakh – Ridwan kerap beralasan “Saya kurang ingat”, "Saya kurang mengerti", "Saya lupa" atau "Saya tak bilang begitu". Karenanya, Ketua Majelis Hakim, Nawawi Pamolango mengancam akan menetapkan Ridwan Hakim sebagai tersangka karena dianggap memberikan keterangan palsu, meski sudah berkali-kali diperingatkan dan ditegur majelis hakim. Bahkan Hakim Nawawi menyarankan Jaksa KPK agar menjerat Ridwan dengan Pasal 22 UU Tipikor karena keterangannya di persidangan bisa diklasifikasikan keterangan palsu dan diancam pidana.

Seperti umumnya saksi yang berbohong di persidangan, bahasa tubuh mereka menunjukkan dirinya sedang tidak nyaman dan tidak dalam zona aman. Kita sudah menyaksikan bagaimana ketika Angie bersaksi di persidangan Nazaruddin yang kerap menjawab “lupa” dan “tidak tahu”, tapi sekali pun tak berani beradu pandang dengan Nazar dan pengacaranya serta selalu menunduk dihadapan majelis hakim. Ridwan Hakim pun demikian, sejak awal dia lebih banyak menunduk dan tegang, sampai-sampai Ketua Majelis Hakim memulai menyapanya dengan candaan, agar Ridwan bisa lebih tenang. Bahkan Ketua Majelis Hakim menyatakan Ridwan tampak pucat meski dia mencoba tersenyum.Sebelum akhirnya hadir di persidangan Fathanah kemarin, Ridwan sempat mangkir dalam 2 kali persidangan sebelumnya.

[caption id="attachment_276006" align="aligncenter" width="476" caption="foto : www.tribunnews.com"]

13781044961034568777
13781044961034568777
[/caption]

Kini, perlahan fakta-fakta yang mencengangkan mulai terkuak, termasuk perilaku dan keseharian dari putra Ustadz senior yang disegani di kalangan PKS ini, ternyata Ridwan kerap ngobrol dengan Fathanah soal perempuan. Publik sudah tahu banyak soal kedekatan Fathanah dengan wanita-wanita cantik yang royal dikucurinya beragam hadiah dan uang. Ridwan mengaku hanya sekali saja membahas soal daging dengan Fathanah, selebihnya berbicara soal perempuan, “ya biasa, obrolan laki-laki. kan kami laki-laki, Pak” dalih Ridwan. Tentu, kita paham maksudnya. Majelis hakim mengaku kecewa mendengar kesaksian Ridwan.

Kegigihan Ridwan menutupi identitas Bunda Puteri ini membuat majelis hakim kesal. Dalam tayangan di televisi, ketika hakim menanyakan siapa Bunda Puteri, Ridwan hanya menjawab dirinya tak paham. Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku dimentori oleh Bunda Puteri dan saat bertelepon itu sedang di rumah Bunda, mengaku tak paham siapa sang Bunda. Alasan Ridwan : “saya hanya duduk dan mendengarkan, tapi saya gak paham”. Majelis hakim pun menanyakan sejak kapan Ridwan kenal Bunda Puteri, dijawabnya sudah sejak lama. Maka wajarlah jika hakim mendesak, sebab tak masuk akal dua orang yang sudah kenal sejak lama tapi tak tahu siapa orang yang dikenalnya, yang diakuinya sebagai mentor. Inilah ciri khas jaringan mafia, jika salah satu dari bagian jaringan itu tertangkap, maka mereka akan tutup mulut rapat-rapat soal identitas sang Godfather – dalam kasus ini lebih pantas disebut Godmother – sebab kalau Godmother terkuak, akan habislah seluruh jaringan itu. Ridwan bahkan lebih suka berkoar soal Sengman Tjahja yang disebutnya utusan Presiden SBY. Bagaimana kedekatan Ridwan Hakim dengan Sengman sesungguhnya? Hal ini pernah ditulis majalah Tempo pada awal ditahannya LHI, edisi pekan kedua Pebruari 2013. Akan saya tuliskan pada bagian ke-2 tulisan ini berikut fakta-fakta lainnya. Semoga pembaca tidak bosan.

BAGIAN 2 : JEJAK KEDEKATAN SENGMAN TJAHJA DAN RIDWAN HAKIM, silakan di click.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun