Mohon tunggu...
Sri Ken
Sri Ken Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Swasta

Suka masak sambal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demokrasi dan Rekonsiliasi Nasional

11 Mei 2024   15:07 Diperbarui: 11 Mei 2024   15:09 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski belum sempurna betul, dalam sejarah bangsa Indonesia, demokrasi kita selalu mengalami kemajuan. Kita pernah alami demokrasi terpimpin yang dilakukan oleh Soekarno yang akhirnya berakhir dengan mundurnya Soekarno atau lebih tepatnya dimundurkan.

Lalu ada Soeharto yang berkuasa cukup lama di Indonesia yaitu 32 tahun. Demokrasi pada masa Orde Baru bisa dikatakan mandul alias tidak berkembang. Jika ada yang menentang kebijakannya maka bisa-bisa dia hilang besok. Mediapun demikian. Jika memuat hal yang sensitive maka ancaman breidel akan berlaku.

Begitu buruknya demokrasi di masa lalu, lalu sebagai bangsa kita masuk pada masa era reformasi dimana kita punya pemerintahan yang mendukung kebebasan berpendapat seperti negara-negara lain. Malah dalam perjalanannya kebebasan berpendapat kita melampaui negara-negara lainnya.  Kita bisa mengemukakan apa saja di mana saja saat ini. Baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Di dunia maya malah kita bisa temukan bermacam-macam hal. Dari hal yang positif maupun negative Bukan lagi kebebasan demokrasi, namun sangat terlihat demokrasi kita terlalu bebas malah mengarah ke kebabablasan. Kita sering menemukan orang memaki-maki presiden dengan kata-kata yang tak pantas. Dan itu diulang-ulang terus-menerus, sehingga tak jauh dari ujaran kebencian.

Ujaran kebencian itu kemudian memanas lima tahun sekali saat Pemilu dilakukan. Apalagi narasi-narasi kebencian itu berkelindan dengan narasi agama. Karena agama sifatnya dogma dan mungkin berbeda satu denga lainnya maka yang ada semacam perdebatan yang tak berujung.  Perbincangan-perbincangan yang melibatkan dogma satu dan yang lain menimbulkan benturan sehingga tak jarang menjadi arena perkelahian.

Perkelahian narasi-narasi ini kemudian mengarah ke kebencian dan perpecahan. Padahal negara kita menganut Pancasila yang basisnya adalah kebinekaan. Dalam falsafah Pancasila, perbedaan adalah keniscayaan. Sehingga jika kita mempersoalkan perbedaan , malah keluar dari koridor kebangsaan kita.

Runyamnya, banyak sekali pihak yang tidak bisa melihat itu secara obyektif sehingga itu dimanfaatkan untuk kepentingannya. Baik secara ideologis maupun lainnya. Begitu terus menerus, sehingga jauh dari cita-cita bersama.

Pada saat ini, saat MK sudah mementahkan gugatan dua paslon  sehingga putusan itu memperkuat Keputusan KPU salah satu paslon menjadi pemenang.  Sehingga sebenarnya ini adalah saat tepat untuk rekonsiliasi bangsa. Dua atau tiga pihak hendaknya sama-sama menerima dan berbesar hati soal hasil pemil. Dengan begitu kita punya energi untuk membangun bangsa ini bersama-sama agar bisa lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun