Mohon tunggu...
Sri Ken
Sri Ken Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Swasta

Suka masak sambal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politik Identitas Hanya Membuat Kita Mundur

28 Januari 2023   12:23 Diperbarui: 28 Januari 2023   12:28 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurang lebih 1, 5 tahun lagi kita menghadapi pesta politik yang mungkin paling rumit dalam sejarah. Karena ada pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah tingkat 1 dan dua sampai level terbawahnya. Kompleksitas ini memang akan menguras energi sendiri.

Belajar dari pesta demokrasi lalu, kita yang sadar dan berprasangka baik terhadap pemerintah, harus mengedukasi banyak warga soal ini. Kekhawatiran terbesar kita adalah pada penggunaan politik identitas sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Politik identitas ini ibarat pisau yang tanpa mata membelah kebersamaan kita, merusak jejaring toleransi yang kita bangun dengan susah payah dan menjauhkan orang yang sebelumnya mungkin tak terpisahkan.

Politik identitas bisa memakai factor indentitas apa saja untuk merusah harmoni masyarakat. Etnis bisa menjadi alat, bahasa lokal bisa menjadi alat, warna kulit bisa menjadi alat dan sosial ekonomi serta pendidikan pun bisa menjadi alat.

Di sisi lain, warga kita belum juga cukup paham bahwa dia dipisahkan dari harl-hal yang sebelumnya mencintai dan dicintai oleh dia. Kita bisa melihat pada pilpres tahun 2014 dan 2019 dan puncaknya adalah saat pilkada DKI Jakarta, banyak orang yang dijauhkan dari sahabat dekatnya karena provokasi politik identitas di media massa. Ada juga pasangan suami istri yang berpisah bahkan bercerai hanya karena pilihan politik yang berbeda. Ibarat hantu politik identitas masuk dan menguasai alam bawah sadar kita.

Hal kedua yang juga penting adalah kesadaran bahwa sebagai bangsa, kita dibangun dengan perbedaan yang kompleks. Ada ratusan etnis, ada ribuan bahasa lokal, Ada banyak keyakinan dan aliran kepercayaan di seluruh tanah air. Lalu ada pula budaya dan  warna kulit yang berbeda di negara kit aini.

Pilkada Jakarta yang bagi sebagian orang terutama kaum etnis China mengerikan memang menorehkan ketebelahan yang mungkin tidak bisa dilupakan sepanjang masa. Bukan saja itu menafikan orang dengan etnis China, namun itu menggores ppluralisme yang kerap disuarakan oleh tokoh dan ulama. Gus Dur umpamanya. Beliau bahkan diangkan sebagai bapak kaum China karena berbagai upayanya agar etnis keturunan China bisa sama dan sejajar dengan warga Indonesia lainnya.

Politik identitas dan segala cara yang menggunakan warna kulit dan etnis sama saja mereduksi upaya Gus Dur tersebut. Bahkan bisa dibilang kita mundur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun