Mohon tunggu...
Sri Ken
Sri Ken Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Swasta

Suka masak sambal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Nabi Teladani Demokrasi dan Konsensus Bernegara

4 Oktober 2022   14:33 Diperbarui: 4 Oktober 2022   14:42 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: republika

Masa kini, banyak orang terutopia soal kekhilafahan; pihak-pihak yang memimpikan negara kita menjadi kekhilafahan. Bahkan bukan memimpikan lagi, tapi terobsesi.

Kita bisa melihat dari ratusan orang bahkan mungkin ribuan orang dari Indonesia yang berangkat ke Suriah untuk membantu ISIS mewujudkan kekhilafahan yang diidamkan oleh mereka. Bahkan banyak kaum muslim dari seluruh dunia yang terpikat dengan hal itu, memimpikannya dan kemudian mereka datang ke Suriah dan bertempur demi mimpi itu.

Namun, apa yang mereka dapatkan ternyata berbeda dengan kenyataan yang ada. ISIS tidak menepati janji mereka. Malah kehidupan simpatisan yang datang dari seluruh dunia itu lebih buruk dari negara asal masing-masing. Sebagian disuruh berperang, sebagian menjadi budah seks bagi para laki-laki ISIS dan anak-anak yang mereka bawa tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak.

Secara perjuangan ISIS pun gagal total karena mereka sudah menyerah kepada pemerintahan Suriah. Terlepas dari pemerintah Suriah yang dinilai otoriter namun mereka adalah pemerintah yang sah dan tidak menindas Islam. ISIS adalah salah satu kelompok oposan yang berlawanan dengan pemerintahan sah.

Format inilah yang kemudian ditiru oleh banyak pihak. Islam menjadi salah satu "kendaraan politik" yang dipakai untuk mencari massa dimana kelompok ini menjadi oposan pemerintahan. Salah satu caranya menyebarkan faham yang sangat berbeda atas nama agama dan menjadikan pemerintah sah sebagai musuh. Seperti ISIS, mereka ingin memerintah dengan dalih demi agama. Begitu seterusnya sehingga pemerintah dan mereka seakan dua pihak yang tidak bisa disatukan dan salin bermusuhan.

Ini juga terjadi di beberapa negara Asia dan Asia Tenggara. Di Malaysia, Indonesia dan beberapa negara lain, kelompok ini merasa berbeda dan menjadikan pemerintah dalam hal ini sebagai kafir, meski mungkin secara invidual mereka satu agama. Tapi karena prespektif agama yang berbeda maka kelompok ini berseteru. Mereka berdalih bahwa negara ini thogut dan tidak berdasar ajaran agama.

Padahal jika merujuk pada sikap Rasulullah seperti yang sering dijadikan patokan bagi kelompok ini, prespektif ini tidak benar. Rasulullah adalah suri tauladan terbaik dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu yang fenomenal dan menjadi teladan bagi umat Islam adalah mendirikan negara Madinah dengan konstitusi Piagam Madinah sebagai consensus yang dibangun di taas keberagaman suku dan agama.

Pemikiran Rasulullah ini memang malampaui zaman itu dimana system kerajaan atau kemonarkian masih umum dan eksis. Dalam pengelolaan negara Madinah, Rasulullah memberikan teladan dalam membangun negara (ummah) berdasarkan nilai-nilai demokratis dan consensus. Beliau belajar dari peristiwa di Makkah dimana jika tidak terkelola dengan baik, keberagaman itu akan menjadi boomerang, alias membuat situasi menjadi runyam.

Jadi bernegara dan berbangsa adalah salah satu cara untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik di tengah keberagaman yang mungkin ada.  Salah satunya yang dengan melihat bagaimana Rasulullah belajar dari fenomena Mekkah, kemudian berhasil mengelolah Madinah dengan musyawarah dan consensus di tengah keberagaman ras, agama dan lain sebagainya. Madinah hidup harmoni dnegan beberapa etnis di sekitarnya.

Prespektif inilah yang seharusnya kelompok-kelompok yang menginginkan negara berdasar agama alias kekhilafahan. Namun kelompok kelompok ini sedang dipenuhi dengan nafsu politik demi kekuasaan.

Inilah yang seharusnya kita sadari bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun