disela-sela isak tangis Rida, aku melambaikan tangan kepada seorang pria paruh baya di ujung pelataran halaman tidak jauh dari tempat kami berdiri, sebuah isyarat agar segera mendekat, dia ayah ku, aku sudah menemuinya berkali-kali dan bahkan sejak pertama kali aku bertemu ayah sering membantu ku mengerjakan beberapa tugas-tugas yang menurut ku sulit, karena ayah bekerja sebagai seorang dosen dikampus ini.
ayah mendekat dari arah belakang mama dan berusaha tidak terlihat olehnya.Â
"Yuna Astridia Winarti"
suara yang sangat khas, berat dan agak terdengar tua.
"aku masih ingat nama mu.. dulu aku memanggil mu Una.. yang artinya satu, karena hanya kamu satu-satunya di hati ku"
ayah ku berusaha mebuat sebuah kejutan untuk mantan istrinya.
"Wahyu.."
jawab mama terkejut segera menengok ke belakang.
"izinkan aku membawa mu kembali bersama anak-anak, kita mengejar mimpi yang sempat hilang oleh pelangi"
dengan tenang dan pasti ayah mengatakan itu.
"izinkan aku menghapus semua warna kehidupan dipundak mu yang pernah ditoreh oleh silaunya mentari"
ayah mulai bersimpuh dihadapan mama.
"Nikah Yuk...."
-TAMAT-
Mochamad Iqbal MuchtarÂ