Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Kurniawan
Muhammad Iqbal Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Political Science Student | Hanya seorang pembelajar | Sangat terbuka atas kritik dan saran terhadap tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia Butuh Revolusi Besar-besaran (Lagi)

21 April 2019   20:17 Diperbarui: 21 April 2019   20:28 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi, apakah itu benar-benar alasan kenapa kita selalu impor? Ataukah hanya untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah untuk memperbaiki sistem agraris dan maritim Indonesia? Seharusnya untuk kebutuhan makan sendiri saja kita tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk impor, karena kekayaan Indonesia yang selalu dikampanyekan oleh pemerintah sampai ke seluruh penjuru dunia ini begitu besar. Tetapi, pada kenyataannya?.

"tapi, coba kita lihat kesejahteraan rakyat Indonesia. Orang-orang Indonesia udah banyak yang kaya, kok." "kehidupan keluarga di perkotaan makin modern" "PDB rakyat Indonesia tinggi dan meningkat terus". "rumah layak, perhiasan mahal, teknologi canggih hampir setiap orang di negeri ini punya". Kalimat-kalimat diatas adalah contoh pernyataan yang ingin membela bahwa pasar dalam negeri tidak lemah. 

Namun ironisnya, dibalik kemewahan rakyat Indonesia, persoalan keluarga terjerat hutang makin tinggi dari waktu ke waktu. Salah satu puncaknya adalah penggunaan kartu kredit yang tidak terkontrol dengan  baik. 

Menurut data dari Bank Indonesia, ada sekitar 16,81 juta keping kartu kredit beredar setiap hari dengan rata-rata pemakaian Rp. 767 miliar per hari. Apakah kesejahteraan seperti ini yang didambakan Indonesia? Yang didambakan para pendiri bangsa? Kaya dengan terlilit hutang dibelakangnya? Justru tidak. Sektor pendapatan pun kita dikuasai.

Saya hanya memaparkan sektor tambang, migas, perkebunan, pangan, dan pendapatan. Masih banyak sektor di Indonesia ini yang dikuasai bukan untuk hajat hidup orang banyak (rakyat Indonesia). Perbankan nasional sebesar (50,66%), pasar modal (60-70%), jaringan telekomunikasi (60%), produk teknologi (90%), farmasi (80%), tekstil (80%), bahkan pasar buah dan sayur pun dikuasai hampir sekitar 70% (Malaysia 48%. Tiongkok 28%, India 6%). Siapa mereka yang menguasai? Investor asing.

Kebijakan ekonomi Indonesia pun didikte oleh lembaga asing. UU sektor migas, keuangan, dan puluhan UU di Indonesia adalah pesanan melalui Letter of Intent (LoI). Intervensi WTO di bidang pertanian juga begitu besar. Melalui Agreement on Agriculture, hak paten (TRIPS), investasi (TRIMS), dan akses pasar untuk industri. Sehingga banyak sekali UU yang bertentangan dengan UUD '45. Apalagi terhadap pasal 33 ayat 2 yang bunyinya, "cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara." Sedih bukan? Tidak bisa kita pungkiri. Ini sudah terjadi.

Saya pun dilanda kebingungan yang luar biasa. Pemerintah ingin disalahkan? Tidak sepenuhnya ini salah pemerintahan kita. Teori sistem ekonomi dunia yang bekerja. Pemerintah sebenarnya pun sudah melakukan berbagai upaya proteksi pasar dalam negeri. Namun, tidak bisa kita pungkiri, sistem dunia menyebabkan Indonesia hanya sebagai penyedia bahan baku negara kapitalis. 

Ini menyebabkan Indonesia menjadi pasar yang besar bagi produk negara kapitalis maju, penyedia tenaga kerja murah untuk industri negara kapitalis, dan lahan yang subur untuk penanaman modal asing.

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Apakah neoliberalisme ini akan kita biarkan? Ini sama saja dengan kita dijajah pada zaman VOC, Belanda, Republik Bataaf, Inggris, dan Jepang. Tetapi, dibalut dengan nuansa yang lebih baru, bukan lagi kapitalisme. Tapi, neoliberalisme.

Jelas ini bukan yang diharapkan pendiri bangsa. Bung Karno pernah berkata, sebuah negara belum dikatakan merdeka jika kebijakan ekonominya membiarkan kekayaan dari hasil-hasil buminya mengalir ke peti-peti kekayaan perusahaan-perusahaan kapitalis dunia. Apakah kita harus anti asing? Tidak. Kita tidak boleh anti asing. 

Hubungan internasional juga harus terjalin. Tetapi, regulasi-regulasi seharusnya membuat negara ini yang kaya. Bukan perusahaan-perusahaan asing dunia. Menurut saya, kita memang dikalahkan oleh sistem ekonomi dunia. Tetapi, setidaknya kita harus melawan agar kekayaan bangsa ini tidak lagi sepenuhnya dinikmati bangsa lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun