Mohon tunggu...
Iqbal AR
Iqbal AR Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis dan Mahasiswa

Hidup adalah pengabdian, berbagi, dan tahu ilmunya | Mahasiswa Prodi Rekayasa Perangkat Lunak | Aksara Pers | ArgumentasiRealiti Project

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyambut 2019 : UNBK, SBMPTN, dan Masa Akhir SMA

30 Desember 2018   14:01 Diperbarui: 30 Desember 2018   14:32 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa hari lagi, kita akan menginjak di tahun baru 2019. Apa yang sudah kamu persiapkan? Resolusi? Plan? Mimpi?

Apapun itu, semua ada pada kalian. Selain menyambut tahun demokrasi, tentunya ada (setiap) tahun akhir di masa SMA/MA. Tidak berbicara sekedar farewell party, koreografi memori, ataupun annual book, namun juga tentang UNBK, Seleksi PTN, dan juga impian orang tua. Tiga hal pokok yang menjadi inti pembahasan di artikel ini.

Mengutip dari Pikiran Rakyat pada berita daringnya (8/5) berjudul "Mendikbud: Soal UN Tahun Depan Lebih Susah" bahwa UN 2019 akan tetap menggunakan sistem soal berbasis HOTS atau high order thinking skill guna siswa terbiasa menghadapi persoalan baru sehingga siap bersaing di tengah kompetisi global menghadapi revolusi industri 4.0. Hal tersebut sudah dipertimbangkan berdasarkan standar capaian kompetensi siswa tersebut sudah dihitung dan berdasarkan hasil evaluasi UN 2017/2018 secara komprehensif. Lalu, kenapa UN masih saja dan bahkan lebih menakutkan sedangkan sampai hari ini UN masih tidak menentukan kelulusan (kalau kebijakan itu tak berubah)?

Penulis menjelaskan dari sudut pandang siswa tentunya, karena penulis juga yang akan menjalani hari demi hari ketakutan itu. Hari H semakin dekat dan kita perlu mempersiapkan segalanya. Bukan hanya Ujian Nasional dan serentetan ujian lainnya, namun juga menyiapkan Tes Masuk Perguruan Tinggi, baik jalur SNMPTN, SBMPTN, maupun tes lainnya. Bagaimana kami menilai kebijakan pemerintah yang cenderung "labil" macam remaja saja? Kutip respon kawan-kawan seangkatan penulis.

Sebelumnya, mari memahami HOTS yang menjadi buah bibir banyak pihak setelah diterapkan pada UN 2018 silam. Siapa sih dia? Alice Thomas dan Glenda Thorne mendefinisikan HOTS dalam artikel yang berjudul How to Increase Higher Order Thinking (2009) sebagai cara berpikir pada tingkat yang lebih tinggi daripada menghafal, atau menceritakan kembali sesuatu yang diceritakan orang lain. Keterampilan mental ini awalnya ditentukan berdasarkan Taksonomi Bloom yang mengategorikan berbagai tingkat pemikiran, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

Soal HOTS tidak harus sulit dan tidak semua soal sulit itu HOTS. Itulah yang menjadi kontradiksi pendapat tentang pengadaan soal HOTS dalam UN yang disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Satriwan Salim. (Pikiran Rakyat, 8 Mei 2018). Mendikbud dianggap salah tafsir tentang HOTS yang ditafsirkan dengan memberi materi soal yang sulit dan bahkan belum pernah dipelajari oleh siswa. Masih ingatkah serbuan netizen peserta UN 2018 di kolom komentar akun Instagram resmi Kemendikbud sesaat setelah UNBK mata pelajaran Matematika yang viral karena dianggap tidak sesuai kisi-kisi? Semoga bisa dipahami yang terkait. Kami sebagai siswa hanya bisa berjuang secara maksimal, seraya berharap bahwa dunia bisa memaklumi dan menyimpan segenap hujatan tentang masa depan.

Setelah "menghujat" pelaksanaan UN tahun ini, mari lanjut menuju impian para siswa setelah lulus dari setingkat SMA/MA, KULIAH!. Pada 22 Oktober 2018, Menristekdikti mengumuman tentang skema baru penerimaan mahasiswa baru PTN. Kebijakan tes dua kali, penerapan UTBK yang sempat diisukan diubah menjadi Test Center, perubahan materi menjadi TPS (Tes Potensi Skolastik) dan TKD (Tes Kemampuan Dasar) Saintek ataupun Soshum, pengurangan kuota SNMPTN dan penambahan untuk SBMPTN, dan runtutan seleksi yang berubah dari daftar, tes, dan pengumuman hasil SBMPTN tanpa nilai menjadi daftar, tes UTBK, dapat nilai, dan dimasukkan ketika pendaftaran SBMPTN. Apa dampaknya?

Bagi penulis yang sudah mendapat gambaran pilihan jurusan, mungkin tak bermasalah. Namun bagi pengharap lintas minat, nampaknya tak bisa dua kaki dengan sistem ini. Sebenarnya bisa, namun jelas tak bisa maksimal. Penulis tidak membaca adanya larangan jelas lintas minat, entahlah kalau memang ada. Tidak ada permasalahan bagi penulis, justru pelaksanaan yang dilaksanakan seperti ini bagi penulis dapat mengoptimalkan waktu sekaligus menyelaraskan belajar UN dengan SBMPTN. 

Beberapa guru penulis di sekolah malah menyarankan untuk belajar materi dan soal-soal SBMPTN, karena beranggapan jika mampu menyelesaikan tipikal soal SBMPTN pasti mampu mengerjakan soal-soal UN. Masalah SNMPTN tidak terlalu terpikir karena bagi penulis selain penuh intrik (pengerekan nilai), juga nilai penulis terlalu pas-pasan untuk ikut SNMPTN *curhat

Biasanya pula, di akhir masa sekolah ini juga mempersiapkan kenangan-kenangan manis. Foto bareng buat annual book, buat koreografi angkatan, gebyar seni farewell party yang berkesan dan spektakuler, ataupun hal-hal lain. Ya, perlulah menciptakan momen indah itu, namun juga dibarengi dengan prestasi agar menambah kebanggaan, tak menciptakan penyesalan kemudian hari. Dan tentu hal-hal semacam ini harus dikelola dengan baik, bukan hanya sekedar mengedepankan kepentingan kelompok, ambisi pribadi, ataupun tak mau disalahkan saat melakukan kesalahan.

Tak seperti masa SMP/MTs terdahulu (baca UN 2016 -- (Lebih) Menakutkan?), masa-masa SMA/MA adalah pertaruhan masa depan karena selain menentukan nilai ijazah juga menentukan prospek kerja dengan kuliah di PTN ataupun PT lain yang terbaik. Bukan begitu doktrinnya? Nasehat orang tua yang selalu dipegang teguh penulis adalah,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun